AS Setujui Bantuan Dana Militer Taiwan Senilai US$619 juta
2 Maret 2023
Amerika Serikat siap suntikan dana dukungan untuk militer Taiwan, walaupun langkah itu kemungkinan besar memicu kemarahan Beijing.
Iklan
Pentagon mengumumkan pada hari Rabu (01/03), bahwa Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah menyetujui adanya potensi pemberian dukungan bagi militer Taiwan senilai $619 juta dolar AS (setara dengan Rp9,46 triliun), termasuk amunisi rudal untuk jet tempur F-16.
Alokasi dana tersebut mencakup beberapa senjata pertahanan seperti 100 unit rudal AGM-88B High-Speed Anti-Radiation (HARM) yang mampu menghancurkan stasiun radar di darat, dan 200 unit rudal anti-pesawat AIM-120C-8 Advanced Medium Range Air-to-Air Missiles (AMRAAM), ungkap Pentagon dalam sebuah pernyataan.
Bantuan senjata dari AS ini akan meningkatkan "kemampuan Taiwan untuk menyediakan pertahanan wilayah udaranya, keamanan regional, dan interoperabilitas dengan Amerika Serikat," menurut Pentagon.
Hubungan AS-Cina
Dukungan dana untuk militer Taiwan ini kemungkinan akan semakin memperburuk hubungan yang sudah renggang antara Washington dan Beijing. Sebelumnya, pemerintah Cina telah berulang kali menuntut agar kesepakatan itu dihentikan.
Iklan
Raytheon Technologies (RTX.N) dan Lockheed Martin (LMT.N) yang merupakan kontraktor utama dalam pengadaan senjata tersebut, telah dijatuhi sanksi oleh Cina karena dianggap telah menjual senjata kepada Taiwan.
Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan bahwa pihaknya "dengan tegas" menentang penjualan yang secara sengaja telah direncanakan itu, dan menambahkan bahwa Amerika Serikat lebih baik menghentikan langkahnya mendekati militer Taiwan.
"Dukungan Amerika Serikat kepada Taiwan dan langkah-langkah yang diambil Taiwan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan diri mereka itu berkontribusi pada pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan di dalam wilayah itu sendiri," menurut Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataan secara terpisah.
Taiwan justru menyambut baik dukungan yang diberikan oleh AS dan mengatakan bahwa "dalam menghadapi ekspansi militer dan perilaku provokatif Cina yang terus berlanjut, Taiwan akan terus secara aktif meningkatkan kemampuan pertahanan diri," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan Jeff Liu.
Menengok Kamp Pelatihan Unit Angkatan Laut Paling Elit Taiwan
Diterima di unit elit Pengintaian dan Patroli Amfibi Taiwan (ARP) sama sulitnya dengan menjadi pasukan SEAL Angkatan Laut Amerika Serikat. Para kandidat harus lolos ujian dan pelatihan berat selama beberapa pekan.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Tangguh seperti pasak baja
Program pelatihan bagi mereka yang ingin bergabung dengan unit angkatan laut elit Taiwan berlangsung selama 10 minggu. Tahun ini, 31 peserta lolos tes untuk mengikuti program ini, tetapi hanya 15 orang yang akan diterima. Di pangkalan angkatan laut Zuoying di Taiwan selatan, tubuh dan jiwa benar-benar diuji — satu latihan mengharuskan peserta tidur di atas beton yang dingin.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Disiram air dingin
Setelah menghabiskan sepanjang hari di laut, peserta pelatihan disiram dengan air dingin. Lelah dan gemetar, mereka berdiri di dermaga. Tujuan dari kamp pelatihan ini adalah untuk menempa para peserta mengembangkan kemauan yang kuat. Tidak peduli seberapa sulit misi mereka, kesetiaan terhadap rekan-rekan mereka, dan angkatan laut harus teguh.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Latihan berat di pantai
Yu Guang-Cang ikut dalam latihan di pantai. Sepintas terlihat seperti latihan senam bis. Namun, sebetulnya peserta melakukan latihan berat, mulai dari "long march" hingga berjam-jam dan latihan di dalam air. Instruktur mereka memiliki reputasi sebagai orang yang tegas tanpa kompromi. Waktu istirahat pendek dan jarang. Sering kali hanya ada waktu untuk minum seteguk dan ke toilet.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Cat perang
Seorang peserta pelatihan berjuang melawan kelelahan saat dia diolesi cat kamuflase. Semua peserta ikut secara sukarela. Kebanyakan ingin menguji coba batas ketangguhannya. Pelatihan ini dimaksudkan untuk mensimulasikan tantangan berat perang. Komandan angkatan laut mengharapkan, para peserta dapat difungsikan ketika keadaan menjadi sangat gawat.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Hanya semangat baja yang lulus
Para kandidat menghabiskan sebagian besar waktu mereka di laut atau kolam renang. Mereka harus belajar menahan napas untuk waktu yang cukup lama, berenang dengan peralatan tempur lengkap, dan menyerbu pantai dari laut. Sering kali untuk aksinya kaki dan tangan mereka diikat. Latihan ini bukan untuk mereka yang cengeng.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Mendekati batas peregangan
Para peserta tidak hanya harus lulus tes kekuatan dan daya tahan, mereka juga menghadapi beberapa latihan peregangan ekstrem. Ou Zhi-Xuan yang berusia 25 tahun menangis kesakitan saat dia diregangkan mendekati batas kelenturan. Jika ada yang melawan instruktur saat berada di bawah tekanan berat, mereka segera dikeluarkan dari program ARP.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Dihina dan dilecehkan
Tentu saja, para kandidat harus berlatih sambil mengenakan perlengkapan tempur. Mereka harus menghadapi semburan pelecehan dan penghinaan dari instruktur unit elit angkatan laut. Pesrta mendapat istirahat satu jam setiap enam jam. Selama waktu ini, mereka harus makan, biasanya bawang putih untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, mendapatkan bantuan medis, pergi ke toilet, dan tidur.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Jalan berbatu menuju surga
Latihan terakhir disebut "jalan menuju surga." Peserta pelatihan harus mengatasi rintangan yang unik. Mereka dipaksa untuk merangkak, praktis telanjang, di jalan berbatu, dan melakukan push-up, meskipun mereka sudah lelah dari minggu-minggu sebelumnya. "Saya tidak takut mati," kata salah satu peserta pelatihan, Fu Yu, 30 tahun.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Diberi selamat dengan bunyi lonceng
Xu De-Yu menandai akhir dari kamp pelatihan ARP dengan membunyikan lonceng. Dia adalah salah satu yang "beruntung" lulus ujian. "Tentu saja, kami sama sekali tidak akan memaksa siapa pun, semua orang ada di sini secara sukarela," tegas instruktur Chen Shou-lih, 26. Pesannya kepada para peserta: "Kami tidak akan menyambut Anda bergabung begitu saja, hanya karena Anda ingin datang." (rs/as)
Foto: ANN WANG/REUTERS
9 foto1 | 9
Aktivitas militer Cina meningkat
Taiwan telah mengeluhkan adanya peningkatan aktivitas militer Cina di sekitar wilayah berkepulauan itu dalam tiga tahun terakhir, karena Beijing masih terus berusaha untuk menegaskan klaim kedaulatan atas Taiwan untuk Cina.
Pada hari Kamis (02/03), Taiwan melaporkan hari kedua pengerahan angkatan udara Tiongkok berskala besar ke zona identifikasi pertahanan udara wilayah itu. Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan bahwa selama 24 jam terakhir, pihaknya telah melihat setidaknya 21 pesawat Cina berlalu-lalang.
"Pesawat-pesawat itu adalah 17 pesawat tempur J-10 dan 4 pesawat tempur J-16. Mereka telah terbang ke sudut barat daya zona identifikasi pertahanan udara Taiwan," tambahnya.
Beijing membenarkan adanya aktivitas di wilayah tersebut, dengan alasan karena pihak Cina tengah berusaha untuk mempertahankan integritas teritorialnya, dan memperingatkan Amerika Serikat agar tidak "berkolusi" dengan Taiwan.
Kementerian Pertahanan Taiwan menambahkan bahwa pasukan militer Taiwan masih akan terus memantau situasi tersebut, dan akan melakukan segala bentuk pertahanan termasuk dengan mengirimkan beberapa pesawat mereka sendiri.