Pemerintahan Donald Trump memutuskan untuk menarik Amerika Serikat dari badan Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Dewan itu dinilai terlalu sering mengeritik Israel secara tidak adil.
Iklan
Pemerintah Amerika Serikat resmi menyatakan keluar dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley (foto artikel) dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menggelar konferensi pers di Washington hari Selasa (19/6) untuk mengumumkan langkah itu..
"Kami mengambil langkah ini karena komitmen kami tidak memungkinkan kami untuk tetap menjadi bagian dari organisasi yang munafik dan melayani diri sendiri," kata Nikki Haley.
Dia selanjutnya mengatakan: "Sudah terlalu lama Dewan Hak Asasi Manusia telah menjadi pelindung para pelaku pelanggaran hak asasi manusia."
Haley juga mengecam sikap bias Dewan HAM yang berbasis di Jenewa terhadap Israel. Hal serupa disampaikan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo. Dia mengatakan, kecaman terhadap Israel "terus berlanjut dan tidak masuk akal."
Pompeo menambahkan: "Sejak pembentukannya, Dewan telah mengadopsi lebih banyak resolusi yang mengutuk Israel daripada seluruh dunia lain jika digabungkan." Pompeo menyatakan bahwa Dewan HAM dulu pernah memiliki "visi yang mulia," namun menandaskan: "Hari ini kita harus jujur... Dewan Hak Asasi Manusia adalah pembela hak asasi manusia yang buruk."
'Berita mengecewakan'
Komisaris Tinggi PBB untuk urusan HAM Zeid Ra'ad al-Hussein menyebut keputusan AS itu "mengecewakan" dan merupakan "kabar yang benar-benar mengejutkan". Dalam posting di akun Twitter Dewan HAM PBB, Zeid menulis: "AS seharusnya meningkatkan, bukannya melangkah mundur."
Senator AS Chris Coons dari kubu Demokrat mengatakan, langkah itu adalah "kesalahan serius" dan dapat melemahkan kepemimpinan AS di tataran global.
"Dewan Hak Asasi Manusia PBB tidak sempurna, tetapi menarik Amerika Serikat dari badan penting ini justru mengirimkan pesan jelas, bahwa pemerintahan Trump tidak berniat untuk memimpin dunia dalam isu hak asasi manusia," kata Coons.
Langkah yang 'kontraproduktif'
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut langkah itu sebagai "keberanian" dan menyebut Dewan HAM sebagai "sebuah organisasi yang bias, bermusuhan, anti-Israel dan yang telah mengkhianati misinya untuk melindungi hak asasi manusia."
12 organisasi HAM di AS termasuk Save the Children dan Freedom House menyatakan "prihatin" dengan kondisi Dewan HAM saat ini, namun menyesalkan langkah pemerintah AS.
"Keputusan ini kontraproduktif bagi kepentingan kebijakan luar negeri AS dan akan membuatnya lebih sulit mengedepankan isu hak asasi manusia dan membantu korban kekerasan di seluruh dunia," kata mereka dalam sebuah pernyataan bersama.
Kesaksian Serdadu Israel Tentang Pelanggaran HAM di Palestina
Organisasi HAM Israel, Breaking the Silence mengumpulkan kesaksian serdadu tentang berbagai insiden dan pelanggaran HAM di Palestina. Testimoni mereka mengungkap tindak tanduk militer yang semakin menyulut kebencian.
Foto: Reuters
Nyanyian Senyap Para Serdadu
Israel kerap mengklaim militernya adalah yang paling bermoral di seluruh dunia. Namun kesaksian sejumlah serdadu membuktikan sebaliknya. Testimoni berikut diambil secara anonim tanpa menyebutkan identitas. Hampir semua pelanggaran yang dicatat oleh organisasi Breaking the Silence tidak pernah menyentuh meja pengadilan.
Foto: Breaking the Silence
Darah Menjamin Pangkat
Seorang serdadu berpangkat sersan berkisah, ketika baru ditempatkan dalam unit patroli di tepi barat ia mendapat arahan dari seorang komandan berpangkat mayor jendral, "pangkatmu tidak ditentukan oleh seberapa banyak orang yang kamu tangkap, tetapi seberapa banyak kau membunuh." Menurutnya hampir semua perwira tinggi di militer Israel meniti karir dengan cara serupa.
Foto: Reuters
Tameng Manusia
Seorang kapten dilaporkan mengikat seorang lelaki Palestina di kap mesin mobilnya untuk mencegah warga melemparkan batu ke arah konvoi tentara di sebuah desa di Bethlehem. Kesaksian tersebut dibuat oleh seorang serdadu berpangkat letnan. Kapten yang sama juga diklaim pernah memancing amarah warga desa Takoa di Tepi Barat agar "bisa menembaki kaki anak-anak dan remaja Palestina" yang melempar batu.
Foto: Getty Images/AFP/J. Ashtiyeh
Aksi Beringas Pemukim Yahudi
Seorang sersan di Brigade Nahal bercerita suatu hari ia mendapati seorang bocah perempuan Palestina dengan luka lebar di kepala. Ia dilempar batu oleh bocah Israel di desanya di Hebron. Menurutnya, bocah di pemukiman Yahudi justru mendapat pujian oleh orangtuanya jika melukai warga Palestina. Tindak kriminal semacam itu jarang ditindaklanjuti oleh kepolisian dan cendrung dilindungi oleh militer.
Foto: Reuters
Korban Sipil
Pertengahan 2014 militer Israel mendapat informasi pertemuan petinggi Hamas di sebuah rumah bertingkat di Khirbet Khuza’a, Jalur Gaza. Ketika pasukan pengintai mengkonfirmasikan target, angkatan udara Israel langsung menghancurkan gedung tersebut dengan bom. Warga sipil yang berada di dalam gedung cuma diberi waktu satu menit untuk melarikan diri. Tidak ada yang selamat dalam serangan tersebut.
Foto: Reuters
Tubuh Berceceran di Tembok
Seorang sersan di Brigade Givati bercerita tentang operasi penggerebekan sebuah rumah di Jalur Gaza. Ketika pintu rumah tidak dibuka, mereka lalu memasang bom jenis Fox di gagang pintu. Pada saat bom meledak, penghuninya yang seorang ibu baru hendak membuka pintu. Anak-anak melihat bagaimana tubuh ibunya berceceran di tembok rumah. Insiden tersebut kemudian dianggap "lucu" oleh seorang serdadu.
Foto: Reuters/M. Salem
Blokade Mengusir Bosan
Militer Israel sering memblokade pemukiman Palestina untuk alasan keamanan. Namun seorang serdadu berpangkat letnan berkisah bagaimana komandannya memblokir desa di dekat Qalqilya, Tepi Barat, cuma karena merasa bosan. "Tinggal kurung mereka. Anda menghancurkan mereka secara mental dan fisik. Mereka tidak bisa keluar dan tidak bisa bekerja," tuturnya mengutip ocehan sang komandan.
Foto: Reuters
Penggusuran Rumah Sipil
Setiap kali Hamas meluncurkan roket Qassam, militer Israel akan merangsek ke pemukiman Palestina di Jalur Gaza dengan buldoser. Mereka bertugas menggusur rumah penduduk tak berdosa untuk membuka zona pengaman. Adalah serdadu berpangkat rendah seperti letnan yang memutuskan rumah siapa yang harus dirobohkan. Penghuninya diusir tanpa uang ganti rugi.
Foto: Reuters
Salah Target
Sebuah operasi pembunuhan terhadap target teroris yang dilakoni pasukan elit Israel, Unit Shaldag, di Jalur Gaza berujung petaka. Seorang serdadu berkisah mereka menembaki mobil yang salah dan membunuh tiga orang warga sipil Palestina. Militer Israel kemudian mengklaim operasi tersebut berhasil. Keesokan harinya media melaporkan tentara berhasil membunuh tiga teroris.
Foto: picture alliance / AP Photo
Penganiayaan Sipil
Seorang sersan berkisah tentang seorang komandan di batalyon 35 yang berpatroli di sebuah pasar di Hebron. Dia lalu mendatangi seorang pedagang Arab berusia tua, menyeretnya ke halaman belakang dan memukulinya hingga babak belur. Sersan yang sama bercerita tentang serdadu lain yang ditugaskan menggeledah sebuah rumah, memotret penghuni perempuan saat sedang telanjang.