AS Tuduh Saudi Rekrut 2 Karyawan Twitter sebagai Mata-Mata
7 November 2019Dua mantan karyawan Twitter dan seorang mantan karyawan keluarga Kerajaan Arab Saudi dituntut di Amerika Serikat (AS) karena dituduh memata-matai kritikus pemerintah Arab Saudi dengan imbalan sejumlah uang.
Ali Alzabarah yang merupakan warga Saudi dan Ahmad Abouammo yang merupakan warga AS, keduanya pernah menjadi karyawan Twitter, pada Rabu (06/11) dituduh telah bekerja untuk Kerajaan Arab Saudi tanpa terdaftar sebagai agen asing.
Dua mantan karyawan itu dituduh telah mengambil data pribadi para pengguna dan kritikus ternama keluarga Kerajaan Saudi dan memberikannya kepada pemerintah Saudi dengan bantuan seorang yang bernama Ahmed Almutairi sebagai perantara.
Akun-akun yang dijadikan target adalah akun seorang presenter berita dan seorang kritikus pemerintah Saudi terkenal yang memiliki lebih dari 1 juta pengikut di media sosial.
Abouammo ditangkap di Seattle, Washington, sementara dua orang lainnya ditangkap di Arab Saudi.
Pada Rabu waktu setempat, hakim telah memerintahkan pencekalan terhadap Abouammo agar tetap berada dalam tahanan selama menunggu sidang yang akan digelar pada Jumat (08/11).
Akun diakses guna dapatkan data pribadi
Tuduhan terhadap Abouammo merinci bahwa ia telah berulang kali mengakses akun Twitter milik dua kritikus terkemuka keluarga Kerajaan Saudi.
Contohnya, Abouammo dapat melihat alamat e-mail dan nomor telepon dari salah satu akun. Dia juga telah mengakses informasi pribadi dari kritikus lainnya.
Sebagai imbalan, Alzabarah dan Abouammo mendapatkan uang ribuan dolar ditambah hadiah-hadiah lain seperti jam tangan mahal.
“Informasi ini bisa saja digunakan untuk mengidentifikasi dan mendeteksi lokasi para pengguna Twitter yang mempublikasikan kritikannya,” kata Departemen Kehakiman AS dalam keterangan tertulis.
Twitter apresiasi FBI, Arab Saudi bungkam
Situs mikroblogging Twitter mengapresiasi FBI dan Departemen Kehakiman AS yang telah menjalankan investigasi kasus ini.
“Kami sadar bahwa ada aktor-aktor jahat yang akan berusaha merusak layanan kami,” kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.
“Kami juga paham bahwa ada risiko luar biasa yang dihadapi oleh pengguna Twitter ketika membagikan perspektifnya di media sosial, termasuk ketika meminta pertanggungjawaban dari para penguasa,” tambahnya.
Sementara itu, Kedutaan Besar Arab Saudi di Amerika Serikat belum merespon permintaan wawancara terkait hal ini.
Menurut Adam Coogle, seorang peneliti dari Human Rights Watch Timur Tengah, Twitter telah menjadi platform utama bagi warga Saudi untuk mengekspresikan pandangan mereka. Sekitar sepertiga dari 30 juta penduduk Saudi merupakan pengguna aktif di Twitter.
Ini adalah kali pertama Arab Saudi - sebagai negara kaya penghasil minyak besar sekaligus sekutu AS - dituduh melakukan aktivitas pengintaian (mata-mata) di AS. Tuduhan itu muncul setelah peringatan satu tahun meninggalnya Jamal Khashoggi, kritikus Saudi terkemuka yang dibunuh di kantor konsulat Saudi di Istanbul, Turki.
gtp/ae (Reuters, AP, dpa)