AS Tuduh Cina Manfaatkan Wabah buat Perkuat Klaim atas LCS
24 April 2020
Menlu AS Mike Pompeo menuduh Cina berusaha memperkuat klaim teritorial atas Laut Cina Selatan. Dia juga menjanjikan dukungan AS kepada negara-negara ASEAN untuk memerangi wabah COVID-19.
Iklan
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menuduh Cina memanfaatkan situasi untuk membetoni klaim teritorial atas Laut Cina Selatan, ketika dunia masih disibukkan oleh wabah corona.
Hal itu disampaikannya di hadapan menteri luar negeri ASEAN dalam pertemuan via video, Kamis (23/4).
Baru-baru ini Beijing memasukkan kedua kepulauan yang menjadi bahan sengketa ke dalam wilayah administrasi provinsi di Cina. Langkah tersebut dinilai sebagai upaya menciptakan status quo di kawasan.
“Beijing bergerak memanfaatkan kelengahan dunia, dengan mengumumkan distrik administrasi di atas kedua kepulauan dan wilayah perairan Laut Cina Selatan, menenggelamkan kapal nelayan Vietnam awal bulan ini dan membangun ‘stasiun penelitian’ di Fiery Cross Reef dan Subi Reef,” kata Pompeo.
Dia juga menuduh Cina menggunakan kapal yang telah dipersenjatai untuk mencegah negara lain mengerjakan proyek minyak dan gas lepas pantai.
Pemulihan ekonomi pasca wabah
Pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN itu sedianya digelar sebagai ajang konsultasi terkait masalah seputar wabah corona. “Menteri luar negeri saling berkabar soal situasi COVID-19 di negara masing-masing, serta bertukar kebijakan terbaik untuk menghadapi wabah dari sudut pandang kesehatan publik,” tulis Kemenlu di Singapura.
“Mereka menyadari dampak sosial dan ekonomi yang disebabkan wabah dan menekankan pentingnya kerjasama ASEAN dan AS untuk memitigasi proses pemulihan ekonomi pasca pandemi.”
Pompeo mengucapkan terimakasih kepada Vietnam, Malaysia dan Kamboja yang mengirimkan perlengkapan medis ke Amerika Serikat di tengah wabah dan menjanjikan bantuan keuangan AS dalam pemulihan ekonomi.
“Sampai sekarang, Amerika Serikat sudah mengucurkan lebih dari 35,3 juta Dollar AS untuk membantu negara ASEAN memerangi virus. Dana itu melengkapi dana bantuan kesehatan untuk ASEAN sebesar 3,5 miliar Dollar AS yang sudah diberikan selama dua puluh tahun terakhir,” imbuhnya.
Manuver diplomasi sudutkan Cina
Pompeo juga mengumumkan proyek baru untuk meningkatkan kapasitas ASEAN melindungi kesehatan publik lewat penelitian dan pelatihan untuk tenaga medis.
Pemerintah di Canberra mendesak negara-negara anggota WHO untuk mendukung mosi PBB agar menggelar penyelidikan dan menutup pasar basah. Pasar di Wuhan yang juga menjual satwa liar itu ditengarai menjadi lokasi awal penyebaran wabah.
Pompeo juga mengritik Cina ihwal kisruh seputar sungai Mekong. Dia mengutip sebuah penelitian yang “menunjukkan bahwa bendungan milik Cina secara sengaja mengubah aliran air Mekong,” dan mengancam sumber kehidupan bagi puluhan juta warga di Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam.
Beijing saat ini mengoperasikan 11 bendungan di sepanjang sungai Mekong dan berniat untuk membangun tujuh bendungan lain. Hal ini dikhawatirkan akan semakin menyurutkan arus sungai yang bisa menciptakan kerusakan ekologi di kawasan hilir.
rzn/vlz (afp, ft)
Dilema Cina di Selat Malaka
Cina mati-matian mempertahankan klaimnya di Laut Cina Selatan. Padahal pasang surut perekonomian negeri tirai bambu itu bergantung pada Selat Malaka. Kelemahan tersebut coba dimanfaatkan AS dan India
Foto: picture-alliance/ChinaFotoPress/Maxppp
Surutkan Pengaruh
Dengan segala cara pemerintah Cina berupaya mencaplok Laut Cina Selatan (LCS). Faktor ekonomi dan militer adalah motivasi terbesar di balik langkah sarat konflik itu. Ironisnya bukan pada Laut Cina Selatan perekonomian Cina bergantung, melainkan pada Selat Malaka. Manuver Beijing dalam konflik LCS justru melenyapkan sisa pengaruh Cina di jalur laut antara Indonesia dan Malaysia itu
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman
Blokade Laut
Sebanyak 80% impor energi Cina diangkut dengan kapal melewati selat Malaka. Tanpanya mesin ekonomi negeri tirai bambu itu akan cepat meredup. Serupa dengan strategi Iran di Selat Hormuz, berbagai negara besar yang berkonflik dengan Beijing telah mengadopsi blokade laut ke dalam strategi militernya untuk menundukkan Cina.
Foto: AP
Neraka Logistik
Blokade laut masuki masa kejayaan pada era Perang Dunia II dilanjutkan pada Perang Dingin dan Perang Irak 1991. Cara ini terbukti efektif memutus suplai logistik sebuah negara yang terlibat dalam perang. Saking efektifnya, diktatur NAZI Jerman Adolf Hitler perintahkan armada kapal selamnya buat menyerang semua kapal dagang yang berlayar dari AS ke Inggris.
Foto: Getty Images/AFP/K. Kasahara
India di Gerbang Selat Malaka
Sebab itu AS telah meracik strategi buat memblokir pasokan energi Cina di Selat Malaka. Baru-baru ini India bahkan menempatkan pesawat pengintai dan sejumlah kapal perang di Kepulauan Andaman dan Nicobar di gerbang utama Selat Malaka di Teluk Bengal. Jarak antara pulau Great Nicobar yang dijadikan pangkalan militer India dengan Selat Malaka cuma berkisar 650 kilometer
Foto: Getty Images
Jalur Kuno di Era Modern
Tidak heran jika Beijing sejak lama berupaya mencari jalan lain untuk mengimpor energi tanpa harus melewati selat Malaka. Untuk itu Cina berpaling dari laut dan fokus menggarap proyek infrastruktur di daratan. Rencana tersebut bukan hal baru. Beijing berniat menghidupkan kembali jalan sutera yang dulu aktif digunakan sebagai jalur dagang hingga abad ke-13.
Berpaling ke Myanmar
Salah satu wujudnya adalah proyek pembangunan pipa minyak seharga 2,5 milyar Dollar AS yang menghubungkan pelabuhan Kyaukphyu di Myanmar dengan Kunming di provinsi Yunan. Pipa sepanjang 2800 kilometer itu mampu mengalirkan 12 milyar ton minyak mentah per tahun. Proyek ini dituntaskan 2014 silam.
Pipa ke Teluk Persia
Proyek lain adalah menghubungkan pelabuhan Gwadar di Pakistan dengan provinsi Xinjiang. Koridor ekonomi itu buka akses Cina langsung ke negara produsen minyak di Teluk Persia. Tapi opsi ini tidak murah. Lantaran kondisi geografis yang didominasi pegunungan, biaya pembangunan pipa antara kedua wilayah bakal menambah ongkos 10 Dollar AS untuk setiap barrel minyak mentah.
Foto: picture-alliance/dpa
Gas dari Utara
Beijing juga berharap pada Rusia. Tahun 2014 silam kedua negara menyepakati pembangunan pipa minyak dan gas sepanjang 4800 km dari Angarsk menuju Daqing. Proyek seharga 400 milyar Dollar AS itu direncanakan bakal mampu mengangkut 1,6 juta barrel minyak per hari. Tapi Rusia menangguhkan pembangunan menyusul anjloknya harga minyak.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Fulai
Membelah Thailand
Cina bahkan mengusulkan pembangunan kanal laut di Thailand dengan mencontoh Terusan Panama. Proyek seharga 25 milyar US Dollar itu bakal menghubungkan Samudera Hindia dengan Teluk Thailand. Namun rencana ini ditolak oleh pemerintah di Bangkok lantaran masalah keamanan.
Opsi Terbatas
Analis berpendapat, rencana Cina membangun koridor darat untuk mengamankan pasokan energi justru menegaskan peran tak tergantikan Selat Malaka. Upaya Beijing diyakini cuma akan menambah keragaman jalur pasokan energi, tapi tidak akan mengurangi ketergangtungan Cina terhadap Selat Malaka.