1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialAsia

ASEAN Bahas Pengucilan Myanmar dari KTT Virtual

15 Oktober 2021

Menteri luar negeri ASEAN kembali bersidang untuk menetapkan apakah Myanmar yang kini dipimpin junta militer hasil kudeta bisa dilibatkan, atau malah dikucilkan dari KTT virtual ASEAN, 26-28 Oktober mendatang.

ASEAN
ASEANFoto: picture-alliance/dpa

Pertemuan ini berlangsung setelah junta militer Myanmar tidak mengizinkan utusan ASEAN untuk Myanmar, menteri luar negeri kedua Brunei, Erywan Yusof, untuk bertemu dengan Aung San Suu Kyi, yang diadili atas berbagai tuduhan sejak pemerintah terpilihnya digulingkan dalam kudeta 1 Februari lalu. Demikian menurut sumber-sumber yang dikutip Reuters.

Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyetujui konsensus dengan pemimpin kudeta Myanmar, Min Aung Hlaing pada bulan April silam, tetapi beberapa anggota ASEAN mengkritik kegagalan junta  militer untuk mengimplementasikannya, termasuk poin-poin yang mensyaratkan dialog di antara semua pihak, dibukannya akses kemanusiaan dan mengakhiri permusuhan.

Pertemuan virtual hari Jumat (15/10) yang sebelumnya tidak terjadwal akan diselenggarakan oleh ketua ASEAN Brunei, dengan mengikutsertakan para diplomat dan pejabat pemerintah.

Malaysia, Singapura, dan Indonesia telah mengindikasikan bahwa mereka mendukung upaya untuk tidak mengikutsertakan Min Aung Hlaing dalam KTT virtual 26-28 Oktober. Myanmar adalah anggota ASEAN ke-10.

ASEAN tak bisa lagi netral

Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin pada hari Kamis (14/10) menyuarakan dukungan untuk mengecualikan Min Aung Hlaing dari KTT, seraya menambahkan bahwa ASEAN tidak dapat lagi mengambil sikap netral terhadap Myanmar.

"Kami dapat terus menjaga jarak dengan mereka (Myanmar), tetapi ... jika kami mengalah dengan cara apa pun, kredibilitas kami sebagai organisasi regional yang sebenarnya akan hilang," kata Locsin dalam sebuah wawancara dengan lembaga pemikir Australia, Lowy Institute.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan Menteri Luar Negeri Antony Blinken, juga membahas urusan Myanmar dengan Erywan pada hari Rabu lalu. Dikatakan keduanya "menyatakan keprihatinan atas kekerasan dan krisis yang memburuk di Myanmar dan menekankan urgensi bagi rezim militer untuk menghentikan kekerasan, membebaskan semua yang ditahan secara tidak adil, dan memulihkan demokrasi mult-partai dan transisi demokrasi di Myanmar."

Kunjungan yang telah lama direncanakan oleh Erywan ke Myanmar telah tertunda dalam beberapa pekan terakhir.

Dalam sebuah pernyataan Kamis´(14/10) malam kemarin , kementerian luar negeri junta mengatakan utusan itu telah mengusulkan kunjungan minggu ini tetapi meminta untuk bertemu "beberapa individu tertentu", permintaan yang ditolak junta militer.

Junta mendikte agenda kunjungan

Juru bicara junta militer, Zaw Min Tin, sebelumnya mengatakan utusan itu tidak akan diizinkan bertemu dengan pemimpin pemerintah sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi karena dia didakwa melakukan kejahatan.

Myanmar bersedia mengizinkan utusan tersebut untuk bertemu orang-orang "dari partai politik yang ada secara sah" dan "utusan khusus harus memprioritaskan dalam perjalanan pertama ini untuk bertemu dengan pihak-pihak terkait ini dan membangun kepercayaan dan keyakinan antara utusan khusus dan negara yang bersangkutan, " tandas kementerian luar negeri Myanmar.

Myanmar, dengan sejarah panjang kediktatoran militer dan sanksi internasional atas pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis, telah menjadi masalah tersulit ASEAN sejak kelompok itu dibentuk pada tahun 1967. Masalah pelik itu menguji batas kesatuan dan kebijakan nonintervensi dalam urusan satu sama lain.

Lebih dari 1.100 orang telah tewas sejak kudeta Myanmar, demikian menurut PBB. Banyak tindakan keras oleh pasukan keamanan terhadap aksi pemogokan dan protes prodemokrasi di negara itu, di mana ribuan orang telah ditangkap.

rzn/as (rtr/ap)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait