1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikMyanmar

ASEAN Bujuk Cina Tekan Junta Militer Myanmar

8 Juni 2021

ASEAN kehabisan sabar oleh lambatnya resolusi konflik di Myanmar, tapi tak cukup bertaji memaksakan pembebasan tapol dan pemulihan demokrasi. Kini harapan bergantung pada Cina, sekutu terbesar junta militer di Naypyidaw

Miliiter masih berjaga ketat di kota-kota besar di Myanmar
Miliiter masih berjaga ketat di kota-kota besar di MyanmarFoto: Santosh Krl/ZUMA Wire/dpa/picture alliance

Junta Myanmar mengabaikan "konsensus” berisikan lima tuntutan yang disepakati dengan ASEAN, April silam. Sebaliknya, Aung Min Hlaing mengimplementasikan rencana lima poin buatan sendiri, yang diklaim untuk merestorasi demokrasi.

Menurut laporan media pemerintah, Menteri Luar Negeri Wunna Maung Lwin yang diangkat oleh junta, mengabarkan kepada rekan sejawatnya dalam KTT Cina-ASEAN, bahwa junta telah mencatat kemajuan pesat menjalankan peta jalan damai yang disusun pasca kudeta 1 Februari.

"Menteri mengabarkan di dalam pertemuan, bahwa satu-satunya cara memastikan sistem demokratis yang berdisiplin dan jujur adalah dengan mengimplementasikan program lima poin yang didekalarsikan Februari silam,” lapor Global New Light of Myanmar.

Wunna Maung dikabarkan mengklaim sebagian besar dari lima poin itu telah direalisasikan, antara lain langkah pencegahan wabah Covid-19, dan pembentukan Komisi Pemilihan Umum baru yang akan menyelidiki tuduhan kecurangan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi dalam pemilu silam.

Pernyataan tersebut bertentangan dengan konsensus yang dibuat April lalu. Di dalamnya, junta dan perwakilan ASEAN sepakat mengakhiri pertumpahan darah dan membuka dialog dengan tokoh oposisi. 

"Sejujurnya kami kecewa dengan perkembangan yang sangat, sangat lamban,” kata Vivian Balakrishnan, Menlu Singapura, salah satu sumber investasi terbesar bagi Myanmar. Menurutnya upaya diplomatis "hanya akan berguna jika ada keinginan besar dari Myanmar untuk membuka pintu dialog, negosiasi dan rekonsiliasi.” 

KTT ASEAN dan Cina di Chongqing, 7 Juni 2021Foto: Wang Quanchao/Xinhu/picture alliance

Tanpa taji, ASEAN melobi Cina

Saat ini sebanyak 4.500 tahanan politik mendekam di penjara Myanmar. Termasuk di antaranya pemimpin NLD, Suu Kyi, yang akan mulai menjalani persidangan pada 14 Juni mendatang. Sementara di luar, aparat keamanan tercatat menewaskan setidaknya 849 demonstran pro-demokrasi, ketika konflik bersenjata dengan kelompok etnis terus memanas.

Sebab itu kelompok oposisi Myanmar menyatakan kecewa terhadap ketidakmampuan ASEAN menekan junta di Naypyidaw, atau melibatkan tokoh sipil Myanmar yang kini kadung dideklarasikan sebagai "teroris” oleh pemerintahan militer.

Dalam kasus konsensus damai dengan ASEAN, Wunna Maung dikutip menggambarkan diskusi dengan dua perwakiilan ASEAN pekan lalu "berangsung dengan penuh persahabatan.” Padahal kedua pejabat diutus, antara lain, untuk melobi junta agar mau membebaskan tahanan politik.

Di tengah kebuntuan, ASEAN kini berharap Cina akan mampu menggerakkan junta Myanmar agar segera mematuhi komitmennya. Menurut Menlu Retno Marsudi, bantuan dari Beijing "akan sangat dihargai karena hal ini akan berkontribusi pada tercapainya solusi damai.”

Cina sendiri menyatakan mendukung upaya ASEAN memediasi konflik di Myanmar, namun mewanti-wanti agar tidak melanggar prinsip non-intervensi. 

"Kami akan terus menjaga komunikasi dengan ASEAN, mendukung upaya mediasi ASEAN dan bekerja dengan semua pihak di Myanmar dalam caranya sendiri untuk mempromosikan perbaikan situasi di Myanmar,” kata Menlu Cina, Wang Yi, dalam pertemuan virtual tersebut.

Menurut laporan media pemerintah Cina, Global Times, pemimpin junta Min Aung Hlaing telah mengabarkan kepada duta besar Cina di Naypyidaw bahwa pihaknya siap mengkoordinasikan implementasi konsensus ASEAN.

rzn/hp (ap,rtr)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait