Asian Food Festival baru pertama kalinya dihelat di Frankfurt am Main, Jerman. Festival ini bertujuan untuk manjakan pecinta kuliner Asia sekaligus integrasi budaya Asia-Eropa.
Iklan
Akhir pekan kemarin, 15-16 September 2018, kolam renang luar ruang terbesar di Eropa, Brentanobad, yang berlokasi di kota Frankfurt am Main, disulap menjadi lokasi festival makanan Asia.
Bertajuk Asian Food Festival, acara ini untuk pertama kalinya berlangsung di kawasan tersebut. Antusiasme pengunjung pecinta makanan Asia terpuaskan dengan hadirnya kuliner beraneka ragam, mulai dari Korea, Taiwan, India, Pakistan, Arab Saudi, Filipina, Thailand dan tentunya dari Indonesia.
Stan Indonesia menawarkan aneka kuliner popular seperti nasi goreng, soto ayam, sate, lumpia, bolu kukus, kopi bali dan aneka gorengan. Stan didekorasi dengan cantik dengan mengusung tema Bali, termasuk penjualnya pun mengenakan kebaya Bali.
Asia-Eropa Menyatu dalam Kuliner dan Seni Budaya di Frankfurt, Jerman
Apa yang bisa menyatukan orang? Makanan, budaya? Hal inilah yang diharap menjadi keberhasilan integrasi antar benua yang berlangsung di Frankfurt, Jerman lewat acara Asian Food Festival.
Foto: DW/G.Anggasta
Pertama kali diselenggarakan
Untuk pertama kalinya di Frankfurt am Main, Asian Food Festival mengajak pengunjung mencicipi kuliner asal Korea, India, Pakistan, Taiwan, Filipina dan lain-lain. Berlokasi di taman kolam renang Bretanobad, pengunjung juga disuguhkan dengan sejumlah hiburan dan workshop. Asian Food Festival hadir dengan moto:"Iit’s about people, diversity, culture, music and food."
Foto: DW/G.Anggasta
Hanya diwakili Bali
Stand kuliner Indonesia tidak ketinggalan diburu pengunjung. Antrean mengular untuk cicipi kuliner Indonesia. Nasi goreng menjadi menu yang paling diburu, selain mie goreng, soto ayam, sate, bolu kukus dan aneka gorengan. Ingin tampil maksimal, stand didekorasi dengan ornamen Bali, juga para penjualnya pun berkebaya Bali.
Foto: DW/G.Anggasta
Kemasan penganan ramah lingkungan
Turut menjaga kelestarian lingkungan, stand Indonesia menggunakan peralatan makan ramah lingkungan. Piring dan mangkok terbuat dari daun kelapa, sendok dan garpu terbuat dari bambu. Di Eropa, khususnya Jerman, upaya mengurangi bahan material plastik jadi kampanye bersama.
Foto: DW/G.Anggasta
Kuliner unik
Memadukan konsep kuliner barat dan timur, salah satu stand kuliner Korea ini hadir salah satunya dengan makanan seperti yang tertera dalam foto. Kimchi Burger, Wasabi Burger, dan Kimchi-Bulgogi Hotdog menjadi menu utamanya. Roti yang disuguhkan berwarna hitam dengan menggunakan arang bambu.
Foto: DW/G.Anggasta
Aksesoris dan tato hena
Selain stand makanan, ada juga stand lainnya. Aneka akseoris buatan tangan a la India seperti anting, gelang dan kalung dijual mulai dari harga dua Euro atau 34 ribu rupiah. Tato hena dihargai mulai dari lima Euro dan garansinya: lekat hingga satu minggu.
Foto: DW/G.Anggasta
Belajar Kung Fu
Setelah tampil di atas panggung, Kung Fu Shaolin dari sekolah Kungfu Frankfurt mengajak pengunjung ikut serta berlatih. Anak-anak hingga orang dewasa bisa ikut belajar gerakan dasar seni bela diri ini. Sekolah ini juga menampilkan seni bela diri Tai Chi.
Foto: DW/G.Anggasta
Yoga di taman
Pengunjung berkesepatan pula untuk berlatih yoga. Gerakan yang diberikan tidak hanya berupa latihan pernapasan, tetapi juga keseimbangan. Sebuah kesempatan langka untuk ber-yoga di alam terbuka, mengingat adanya larangan yoga di taman oleh pemerintah Frankfurt belakangan ini. (Geofani Anggasta/ap)
Foto: DW/G.Anggasta
7 foto1 | 7
Respon pengunjung
Penasaran dengan kuliner Indonesia, Levin, warga Jerman tertarik cicipi makan sate untuk pertama kalinya, "Saya suka sate, bumbu kacangnya juga enak, perpaduan keduanya membuat rasa yang menarik. Hanya saja sambalnya terlalu pedas."
Acara juga dihadiri oleh Konsul Jenderal RI-Frankfurt, Toferry Primanda Soetikno. Selain mengapresiasi acara, yang dianggapnya sebagai wujud integrasi masyarakat Asia dengan Jerman, Soetikno juga berharap stan Indonesia dapat tampil lebih sering di tahun mendatang, "Saya lihat ini dari Indonesia hanya ada satu tenda, mungkin ke depannya bisa kita dukung, kita tambah lagi dari Indonesia."
Tapi mengapa di sini ada stan Ghana? Meski bukan bagian dari negara Asia, stan Ghana hadir untuk mempopulerkan kulinernya yang banyak memiliki kesamaan bahan dan bumbu dengan masakan Asia.
Festival ini didukung tak kurang dari 18 stan makanan, minuman dan food truck atau warung mobil.
Integrasi budaya
Sejumlah acara juga disuguhkan guna memenuhi tujuan acara, yakni memperkenalkan kuliner Asia yang kreatif dan autentik juga mendukung integrasi antarbangsa. Workshop holistik kesehatan dan gizi, yoga, serta taichi menjadi bagian dari program kesehatan di acara ini.
Sementara itu, promosi budaya dikemas dalam pertunjukan musik, tari dan seni bela diri. Turut ambil bagian dalam festival: Kungfu Shaolin Frankfurt, tarian dari masyarakat Vietnam dan India.
Yang paling ditunggu masyarakat Indonesia yang mengunjungi acara ini tentunya penampilan musik, yang menghadirkan penyanyi asal Indonesia, Sandhy Sondoro. Sandhy tampil dengan membawakan lagu-lagunya yang berbahasa Indonesia, Inggris dan Jerman.
Geovanny Anggasta (ap)
Belajar Main Gamelan di Jerman
Siapa bilang musik tradisional Indonesia hanya diminati di negara asal? Warga Jerman juga ada yang berminat belajar main gamelan. Mereka antara lain tergabung dalam sanggar Bali Puspa.
Foto: DW/M. Linardy
Menekuni musik Bali sejak kecil
Sanggar Bali Puspa didirikan oleh Nyoman Suyadni Mindhoff. Ia bercerita, sejak kecil ia sudah belajar menari di pure.
Foto: DW/M. Linardy
Membawa gamelan dari Indonesia
Nyoman bercerita, di Jerman ia dulu juga menari di berbagai acara dan mengajarkan anak-anak menari Bali. Kemudian timbul keinginan untuk mendatangkan instrumen gamelan, "supaya punya musik live." Demikian ceritanya.
Foto: DW/M. Linardy
Mendirikan sangar Bali Puspa
Ia kemudian mendirikan grup bukan hanya penari, melainkan juga grup pemain gamelan. Awalnya ia mencari guru, kemudian sedikit demi sedikit mengumpulkan orang Jerman yang berminat. Salah satunya Andreas Herdy (foto), dosen musik di Universitas Hildesheim yang jadi guru grup gamelannya.
Foto: DW/M. Linardy
Orang Jerman belajar main gamelan
Nyoman bercerita, memang awalnya bagi orang Jerman sulit untuk memainkan gamelan. Mereka terutama sulit mengkoordinasikan tangan. Apalagi musik yang dimainkan, yaitu musik khas Bali, bukan musik yang sering didengar di Jerman.
Foto: DW/M. Linardy
Kesabaran perlu
Tapi seperti banyak hal lainnya, dengan kesabaran dari guru dan ketekunan murid, orang-orang yang benar-benar berminat akhirnya bisa main gamelan.
Foto: DW/M. Linardy
Memperkenalkan dan menyebar kebudayaan Indonesia
Hingga sekarang, sanggar Bali Puspa sudah berkali-kali ikut dalam berbagai acara di berbagai kota di Jerman, dan di beberapa negara tetangga Jerman. Rencana berikutnya juga sudah ada. Mereka akan mengadakan Malam Indonesia di Köln. Penulis: Marjory Linardy (ap)