Asing di Negara Sendiri
14 September 2012Mahasiswa jurusan Musik Vincent Bababoutilabo adalah putra hasil pernikahan campuran warga Jerman dan warga Kongo. Ia lahir dan besar di Berlin. Vincent adalah warga negara Jerman. Namun, ia lebih sering merasa dirinya sebagai warga asing. "Saya lahir disini. Saya sebenarnya bukan warga asing", tegas Vincent.
Kalau bertanya sesuatu, ia sering mendapat jawaban dalam bahasa Jerman yang dipermudah, seakan ia sudah pasti tidak akan mengerti bahasa Jerman. Atau sering Vincent mendapat pujian atas bahasa Jermannya yang bagus. Ia juga kerap ditanya negara asalnya. Ini hal-hal yang membuatnya kesal. Menurutnya, warga Jerman masih mendefinisikan diri mereka berdasarkan penampilan. Kulit putih, rambut pirang, dan semacamnya.
Bangga akan identitas campur
Vincent Bababoutilabo butuh waktu lama mencari identitas sesungguhnya. Ia tidak menemukannya di Jerman maupun Afrika. Kemudian ia mengalami satu hal penting: seorang teman berkulit hitam menjajarkan lengannya dengan Vincent. Ia mengatakan, Vincent tidak benar-benar berkulit hitam.
Sejak itu, ia memutuskan tidak akan membiarkan orang lain yang menentukan siapa ia sebenarnya. Ia tidak harus menentukan apakah ia hitam atau putih, melainkan keduanya. "Ada dua sisi dalam diri saya. Saya bangga karenanya. Saya tidak harus memilih satu sisi saja."
Bagi Ndella Ba, keturunan Jerman-Senegal, pencarian identitasnya tidak membutuhkan waktu lama. Mahasiswa jurusan Studi Afrika ini lahir dan besar di kota Köln. Sejak kecil ia terikat dengan kedua sisi budaya.
Hampir setiap tahun ia dan keluarganya berlibur ke Senegal. Ia bahkan sempat bersekolah setahun di Dakar, ibukota Senegal. Sampai sekarang, ia hampir tiap malam memasak makanan Senegal. "Saya menemukan cara menyeimbangkan kedua budaya saya", ujar Ba.
Warga Jerman kekurangan informasi
Namun, dalam keseharian ia juga sering mengalami, tidak dianggap sebagai warga Jerman, karena warna kulitnya yang gelap, Ndella Ba berpendapat, ini bukan pengucilan yang dilakukan secara sengaja, melainkan akibat ketidaktahuan.
Ia tidak tersinggung dan senang jika bisa menjelaskan bahwa ia tidaklah berkulit hitam, maupun berkulit putih. Ia juga tidak perlu dipuji karena kemampuan berbahasa Jermannya. "Saya santai menghadapinya. Saya juga tidak bermasalah bilang ke mereka, bahwa saya orang Jerman, jadi tentu saja aksen saya sempurna."
Ba tetap berharap, penjelasannya akan membuahkan hasil. Dan suatu saat nanti, di Jerman adalah hal yang normal, bahwa ada orang Jerman yang kebetulan berkulit hitam.