1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PEN: Kebebasan Berekspresi Alami Kemunduran di Seluruh Dunia

15 November 2023

Asosiasi penulis internasional, PEN, mengklaim sebanyak 68 jurnalis dan penulis tewas atau terancam dibunuh tahun 2022. Secara umum, PEN menilai kebebasan pers dan berekspresi mengalami kemunduran di seluruh dunia.

Demo demi kebebasan pers di Berlin
Aksi protes menuntut pembebasan jurnalis yang dipenjara di Berlin, 2017.Foto: Maurizio Gambarini/dpa/picture alliance

Penulis, jurnalis, dan penerbit di seluruh dunia menjadi sasaran rezim otoriter. Mereka harus membayar independensi dengan kemerdekaannya.

Nasib itu dialami Iryna Danylovych yang dibui Rusia di Semenanjung Krimea di Ukraina, begitu pula Go Sherab Gyatso di Tibet, Cina, serta Soulaiman Raissouni di Maroko dan María Cristina Garrido Rodríguez di Kuba. Nasib keempat jurnalis tersebut dianggap "sangat terancam,” tulis 140 cabang asosiasi penulis PEN International di seluruh dunia dalam sebuah pernyataan bersama.

"Selama salah satu dari mereka tidak bebas, tidak ada seorang pun yang bebas,” kata Najem Wali, perwakilan Penulis di Penjara dari Pusat PEN Jerman di Darmstadt.

PEN berharap, pemasungan terhadap para penulis akan menyita perhatian dunia internasional. "Mereka melawan, memperjuangkan keadilan dan masyarakat yang bebas,” kata Wali kepada DW. "Karena alasan ini, banyak orang yang dianiaya, diancam, diserang, dipenjara, diasingkan dan seringkali dibunuh.”

Contohnya adalah penulis Inggris-Amerika kelahiran India, Salman Rushdie. Penulis "Ayat Setan” nyaris tidak selamat dari upaya pembunuhan di panggung terbuka pada Agustus 2022. Dia baru-baru ini dianugerahi Hadiah Perdamaian Perdagangan Buku Jerman di Frankfurt am Main.

Sejak 1980an, PEN Internasional memperingati penulis yang teraniaya setiap tanggal 15 November. (ki-ka), Maria Cristina Garrido Rodriguez, Go Sherab Gyatso, Iriyna Danylovych dan Soulaiman Raissouni Foto: PEN International

Kebebasan berekspresi datangkan bui

Iryna Danylovich rajin mengungkap pelanggaran dalam sistem kesehatan di wilayah pendudukan Krimea. Pada tanggal 29 April 2022, dia diculik secara paksa, setelah aparat keamanan Rusia menggeledah rumahnya dan menyita telepon serta peralatan elektronik lain.

Baru dua minggu kemudian, pengacaranya berhasil melacaknya hingga ke pusat penahanan di Simferopol. Dia didakwa memiliki bahan peledak, terdaftar sebagai "agen asing" dan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara. Danylovich melakukan mogok makan pada bulan Maret untuk memprotes buruknya perawatan medis di penjara. Menurut keluarganya, kondisi kesehatannya tergolong serius.

Hal yang sama juga terjadi pada penulis asal Tibet, Go Sherab Gyatso. PEN melaporkan kesehatannya mengkhawatirkan karena "kurangnya perawatan medis". Sosok yang biasa dipanggil Gosher itu menjalani hukuman penjara 10 tahun. Menurut PEN, dia divonis bersalah pada akhir tahun 2021 dalam sebuah sidang tertutup.

Dalam tulisannya, dia acap mengulas agama Buddha dan budaya Tibet. Nasibnya berubah ketika Gosher mulai mengkritik pemerintah Cina karena membatasi akses anak-anak Tibet terhadap pendidikan dalam bahasa ibu mereka.

Kebebasan berekspresi terancam di seluruh dunia

"Mekanisme untuk memenjarakan penulis yang tidak diskuai…” kata Najem Wali, "sama saja di seluruh dunia.” Rejim otoriter memusuhi kebebasan berpendapat karena kebebasan berekspresi membantu merawat trauma dan ingatan. Hal ini bisa memicu protes.

"Diktator memerintah dengan harapan, bahwa rakyat tidak melihat atau mendengar apa pun dan sebabnya mereka tetap diam.” tutur Wali, yang mengalami secara langsung ketika ditangkap di Irak pada tahun 1980an dan berakhir di penjara angker di bawah rejim Saddam Hussein. Sejak Mei 2022, Wali menjadi Perwakilan Penulis di Penjara dan Wakil Presiden PEN Center Jerman.

Menurut catatan PEN International, setidaknya 68 penulis dan jurnalis dibunuh atau diancam di seluruh dunia, "terutama di Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Asia-Pasifik, dan Timur Tengah,” tulis mereka dalam laporan tahunannya pada tahun 2022 silam.

Menurut Wali, kebebasan berekspresi saat ini paling terancam di Meksiko, jika diukur dari jumlah jurnalis dan penulis yang dibunuh. Gambaran serupa didapat dari Cina, Rusia, Turki, Suriah, Zimbabwe, dan El Salvador.

Sejak tahun 1980, setiap tanggal 15 November PEN memperingati nasib para penulis, jurnalis atau penerbit yang teraniaya. Hari peringatan ini pertama kali digagas oleh Komite Penulis Internasional di Penjara di PEN International sebagai respons  karena "semakin banyak negara yang berupaya membungkam penulis melalui penindasan."   rzn/hp

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang akan kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Kirimkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.

 

 

Stefan Dege Editor dan penulis di departemen DW Culture
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait