Asosiasi penulis internasional, PEN, mengklaim sebanyak 68 jurnalis dan penulis tewas atau terancam dibunuh tahun 2022. Secara umum, PEN menilai kebebasan pers dan berekspresi mengalami kemunduran di seluruh dunia.
Iklan
Penulis, jurnalis, dan penerbit di seluruh dunia menjadi sasaran rezim otoriter. Mereka harus membayar independensi dengan kemerdekaannya.
Nasib itu dialami Iryna Danylovych yang dibui Rusia di Semenanjung Krimea di Ukraina, begitu pula Go Sherab Gyatso di Tibet, Cina, serta Soulaiman Raissouni di Maroko dan María Cristina Garrido Rodríguez di Kuba. Nasib keempat jurnalis tersebut dianggap "sangat terancam,” tulis 140 cabang asosiasi penulis PEN International di seluruh dunia dalam sebuah pernyataan bersama.
"Selama salah satu dari mereka tidak bebas, tidak ada seorang pun yang bebas,” kata Najem Wali, perwakilan Penulis di Penjara dari Pusat PEN Jerman di Darmstadt.
PEN berharap, pemasungan terhadap para penulis akan menyita perhatian dunia internasional. "Mereka melawan, memperjuangkan keadilan dan masyarakat yang bebas,” kata Wali kepada DW. "Karena alasan ini, banyak orang yang dianiaya, diancam, diserang, dipenjara, diasingkan dan seringkali dibunuh.”
Contohnya adalah penulis Inggris-Amerika kelahiran India, Salman Rushdie. Penulis "Ayat Setan” nyaris tidak selamat dari upaya pembunuhan di panggung terbuka pada Agustus 2022. Dia baru-baru ini dianugerahi Hadiah Perdamaian Perdagangan Buku Jerman di Frankfurt am Main.
Kebebasan berekspresi datangkan bui
Iryna Danylovich rajin mengungkap pelanggaran dalam sistem kesehatan di wilayah pendudukan Krimea. Pada tanggal 29 April 2022, dia diculik secara paksa, setelah aparat keamanan Rusia menggeledah rumahnya dan menyita telepon serta peralatan elektronik lain.
Iklan
Baru dua minggu kemudian, pengacaranya berhasil melacaknya hingga ke pusat penahanan di Simferopol. Dia didakwa memiliki bahan peledak, terdaftar sebagai "agen asing" dan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara. Danylovich melakukan mogok makan pada bulan Maret untuk memprotes buruknya perawatan medis di penjara. Menurut keluarganya, kondisi kesehatannya tergolong serius.
Hal yang sama juga terjadi pada penulis asal Tibet, Go Sherab Gyatso. PEN melaporkan kesehatannya mengkhawatirkan karena "kurangnya perawatan medis". Sosok yang biasa dipanggil Gosher itu menjalani hukuman penjara 10 tahun. Menurut PEN, dia divonis bersalah pada akhir tahun 2021 dalam sebuah sidang tertutup.
Dalam tulisannya, dia acap mengulas agama Buddha dan budaya Tibet. Nasibnya berubah ketika Gosher mulai mengkritik pemerintah Cina karena membatasi akses anak-anak Tibet terhadap pendidikan dalam bahasa ibu mereka.
Kekerasan terhadap Jurnalis di Jantung Eropa
Eropa dikejutkan dengan serangan penembakan terhadap Peter R. de Vries, seorang jurnalis Belanda. Meski Uni Eropa punya reputasi bagus dalam kebebasan pers, namun terkadang para jurnalis jadi korban serangan kekerasan.
Foto: Getty Images/AFP/Stringer
Amsterdam syok berat
Peter R. de Vries, wartawan kriminal terkemuka ditembak orang tidak dikenal saat meninggalkan studio televisi Selasa, 6 Juli 2021 malam di pusat kota Amsterdam, Belanda. Beberapa indikasi menunjukan sindikat kriminal terorganisir menjadi otak penyerangan tersebut. Dua orang tersangka diamankan beberapa jam setelah penembakan.
Foto: Evert Elzinga/ANP/picture alliance
Wartawan kriminal terkemuka di Belanda
De Vries telah meliput kejahatan terorganisir di Belanda selama bertahun-tahun. Sebelum aksi penembakan, dia jadi penasihat pribadi seorang saksi mahkota yang akan bersaksi terhadap seorang pimpinan organisasi kriminal besar. Saudara dan pengacara saksi mahkota tersebut telah dibunuh beberapa tahun lalu. Saat ini De Vries masih berjuang antara hidup dan mati di sebuah rumah sakit.
Foto: ANP/imago images
Harapan dan ketakutan
“Kejadian seperti ini tidak boleh terjadi di jantung Eropa!” Begitu reaksi dari masyarakat Belanda atas kejadian penembakan Selasa malam tersebut. Sejumlah orang terlihat di TKP meninggalkan bunga dan ucapan belasungkawa. Sayangnya, de Vries bukanlah jurnalis pertama yang menjadi korban pembunuhan berencana di benua Eropa.
Foto: Koen Van Weel/dpa/picture alliance
Negara tempat demokrasi dilahirkan
Jurnalis Yunani, Giorgos Karaivaz dibunuh di selatan kota Athena pada 9 April 2021. Dua orang bermasker yang mengendarai sepeda motor menembak wartawan kriminal senior ini sebanyak 10 kali. Sebagai wartawan berpengalaman, Karaivaz telah meliput sejumlah kasus korupsi yang melibatkan otoritas Yunani dan sindikat kriminal terorganisir.
Daphne Caruana Galizia (53), seorang jurnalis investigasi yang meliput kasus korupsi dalam bidang politik dan bisnis di Malta, tewas setelah mobilnya diledakkan menggunakan bom yang dipicu dari jarak jauh 16 Oktober 2017. Pelakunya divonis 15 tahun penjara setelah mengakui perbuatannya. Namun, dalang kejahatan, seorang pebisnis terkenal masih diadili untuk pembunuhan itu.
Foto: picture-alliance/dpa/L. Klimkeit
Dibunuh di kediaman pribadi
Jurnalis investigasi Slovakia, Jan Kuciak dan tunangannya, Martina Kusnirova ditembak pembunuh bayaran 21 Februari 2018. Jurnalis berusia 28 tahun ini memfokuskan liputannya pada sindikat kriminal terorganisir, pengemplang pajak dan korupsi di kalangan politisi dan penguasa Slovakia. Pembunuhannya mengejutkan Eropa dan berujung dengan pengunduran diri Perdana Menteri Slovakia, Robert Fico.
Foto: Mikula Martin/dpa/picture alliance
Bebaskan media!
Lukasz Masiak, jurnalis Polandia, dipukuli hingga tewas di pusat boling, 2015 silam. Masiak meliput kasus korupsi, bisnis narkoba dan penangkapan sewenang-wenang. Pemerintah Polandia dikritik karena makin membatasi kebebasan pers. Warga Polandia memprotes aturan baru pemerintah di Warsawa untuk terus membatasi kebebasan pers.
Foto: Attila Husejnow/SOPA Images/ZUMAPRESS.com/picture alliance
Saya adalah Charlie
12 orang dibunuh dalam serangan teror di kantor majalah satire Prancis Charlie Hebdo, tahun 2015. Ratusan ribu orang di seluruh dunia berdemonstrasi untuk kebebasan berbicara dan pers menggunakan tagar “Saya adalah Charlie”. Pada November, jurnalis musik Guillaume Barreau-Decherf dibunuh saat serangan teroris di teater Bataclan, Paris yang tewaskan ratusan penonton.
Foto: picture-alliance/dpa
Jurnalis Turki diserang di Berlin
Jurnalis Turki di Jerman, Erk Acarer, pengkritik Presiden Recep Tayyip Erdogan, diserang oleh tiga orang tak dikenal di kediamannya pada 7 Juli 2021. Dalam Bahasa Turki, Acarer menceritakannya di Twitter: “Saya diserang menggunakan pisau dan dipukuli di rumah saya di Berlin.“ Tiga orang pelaku juga mengancam akan datang kembali kalau dia tidak berhenti melakukan reportase.
Foto: twitter/eacarer
Wartawan dengan pembatasan?
Bukan hanya kasus yang membahayakan nyawa wartawan yang ditakuti. Namun, sering wartawan yang dihambat saat bertugas, seperti oleh pengunjuk rasa yang murka, polisi atau pihak berwenang. Pada foto terlihat polisi antihuru-hara Prancis menghadang seorang pekerja pers saat demonstrasi menentang peraturan keamanan yang baru.
Foto: Siegfried Modola/Getty Images
10 foto1 | 10
Kebebasan berekspresi terancam di seluruh dunia
"Mekanisme untuk memenjarakan penulis yang tidak diskuai…” kata Najem Wali, "sama saja di seluruh dunia.” Rejim otoriter memusuhi kebebasan berpendapat karena kebebasan berekspresi membantu merawat trauma dan ingatan. Hal ini bisa memicu protes.
"Diktator memerintah dengan harapan, bahwa rakyat tidak melihat atau mendengar apa pun dan sebabnya mereka tetap diam.” tutur Wali, yang mengalami secara langsung ketika ditangkap di Irak pada tahun 1980an dan berakhir di penjara angker di bawah rejim Saddam Hussein. Sejak Mei 2022, Wali menjadi Perwakilan Penulis di Penjara dan Wakil Presiden PEN Center Jerman.
Menurut catatan PEN International, setidaknya 68 penulis dan jurnalis dibunuh atau diancam di seluruh dunia, "terutama di Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Asia-Pasifik, dan Timur Tengah,” tulis mereka dalam laporan tahunannya pada tahun 2022 silam.
Menurut Wali, kebebasan berekspresi saat ini paling terancam di Meksiko, jika diukur dari jumlah jurnalis dan penulis yang dibunuh. Gambaran serupa didapat dari Cina, Rusia, Turki, Suriah, Zimbabwe, dan El Salvador.
Sejak tahun 1980, setiap tanggal 15 November PEN memperingati nasib para penulis, jurnalis atau penerbit yang teraniaya. Hari peringatan ini pertama kali digagas oleh Komite Penulis Internasional di Penjara di PEN International sebagai respons karena "semakin banyak negara yang berupaya membungkam penulis melalui penindasan." rzn/hp
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang akan kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Kirimkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.