Asosiasi Sepak Bola Jerman dalam Bidikan Dinas Pajak
3 November 2015
Sehubungan dengan Piala Dunia 2016, pihak kejaksaan Jerman melakukan penyelidikan terhadap tiga pejabat Asosiasi Sepak Bola Jerman DFB. Fokus penyelidikan adalah “pembayaran“ uang sebesar 6,7 juta Euro kepada FIFA.
Iklan
Dalam skandal pembayaran untuk Piala Dunia 2006, kejaksaan Jerman menggelar penyelidikan terhadap Presiden DFB Wolfgang Niersbach dan pendahulunya Theo Zwanziger. Selasa, 803/11/15), kejaksaan menggerebek kediaman Niersbach, Zwanziger dan mantan Sekjen DFB Horst. R. Scmidt. Ketiganya merupakan anggota Komite Penyelenggara Piala Dunia, termasuk dalam Piala Dunia 2006. Kejaksaan menduga ketiga tokoh DFB ini melakukan penggelapan pajak “sangat berat“.
Selain itu, kejaksaan juga menggeladah markas Asosiasi Sepak Bola Jerman DFB di kota Frankfurt am Main. Kejaksaan berusaha mencari bukti tentang pengeluaran uang sebesar 6,7 juta Euro, yang dikatakan DFB harus dibayarkan pada Komite Kueangan FIFA menjelang Piala Duani 2006 yang digelar di Jerman. Pembayaran yang disetujui Niersbach ini diperkirakan untuk mengamankan bantuan dana sebesar 170 juta Euro. Baru-baru ini, Mantan Presiden DBF Zwanziger telah menygemukakan adana “kas gelap“, yang mana menimbulkan keraguan atas pernyataan Niersbach yang menyangkal adanya "kas gelap“.
Skandal FIFA di Era Blatter
Joseph Blatter jadi pemimpin Federasi Sepak Bola Internasional FIFA sejak 17 tahun terakhir. Penangkapan tujuh fungsionernya hanya satu dari banyak skandal FIFA sejak dipimpin Blatter. Lihat Skandal lainnya di sini!
Foto: Getty Images
1997: Havelange Presiden, Blatter Sekjen
Sebelum masa pimpinannya dimulai, Blatter sudah terlibat skandal yang diawali oleh pendahulunya, Joao Havelange dan mantan menantunya Ricardo Teixeira. Dua pria itu mengantungi jutaan Dolar sogokan dari pemasaran Piala Dunia. Blatter yang waktu itu jadi sekjen lolos dari tuntutan, walaupun kirim kembali 1,5 juta Swiss Franc ke Havelange dan jelas tahu masalah sogokan. Foto: Joao Havelange.
Foto: picture-alliance/dpa
1998:Blatter Jadi Presiden FIFA
Tahun 1998 menjelang Piala Dunia di Perancis, Blatter terpilih jadi presiden FIFA, dan mengalahkan saingannya, ketua UEFA Lennart Johansson. Sampai sekarang, tuduhan bahwa tiap anggota delegasi Afrika dapat sogokan 50.000 Dolar masih terdengar. Namun Blatter selalu menampik tuduhan. Foto: Timnas Perancis, juara Piala Dunia 1998.
Foto: AP
2006: "Komisi" bagi Wapres Jack Warner
Wapres FIFA Jack Warner ambil alih pemasaran tiket Piala Dunia di negara asalnya Trinidad dan Tobago. Bisnis keluarganya mengantungi komisi 900.000 Dolar. Tapi penyelidik FIFA hanya temukan bukti yang beratkan putra Warner. Ketika itu Warner anggota komite eksekutif FIFA. Ia lolos dan hanya dapat peringatan. Foto: Jack Warner
Foto: Getty Images/AFP/L. Acosta
2010: Keputusan Piala Dunia 2018 dan 2022
Keputusan Piala Dunia 2018 di Rusia dan 2022 di Qatar jadi kepala berita. Sebelum pengumuman, dua anggota komisi eksekutif diberhentikan karena korupsi. FIFA juga selidiki tuduhan terhadap Rusia dan Qatar. Kecurigaan masih ada hingga kini, walaupun penyidik tidak temukan bukti. Foto: Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani (kiri), Wakil PM Rusia Igor Shuvalov pegang Piala Dunia (02/12/2010).
Foto: AFP/Getty Images/F. Coffrini
2011: Mohammad bin Hammam Saingi Blatter
Mohammad bin Hammam dari Qatar maju saingi Blatter untuk jadi presiden FIFA. Menjelang pemilihan, Hammam dihadapkan dengan tuduhan korupsi dari Karibia. 35 suara dari Konfederasi Asosiasi Sepak Bola Amerika Utara, Tengah dan Karibia (CONCACAF) pengaruhnya besar. Blatter janji berikan sumbangan $1 juta bagi asosiai itu. Bin Hammam berusaha berikan $40,000. Rencananya terungkap. Foto: Hammam.
Foto: Saeed Khan/AFP/Getty Images
2014: Skandal Tiket Piala Dunia
Tahun 2014, sejumlah laporan dari Brazil mengungkap penyebaran ilegal tiket pertandingan turnamen Piala Dunia yang jadi wewenang presiden perhimpunan Sepak Bola Argentina, Julio Grondona. Sejak 2011 berlangsung penyidikan terhadap Grondona yang dituduh korupsi, tetapi vonis tidak pernah dijatuhkan. Grondona meninggal 30 Juli 2014. Foto: Julio Grondona.
Foto: Juan Mabromata/AFP/Getty Images
6 foto1 | 6
Laporan Pajak Palsu
Sekarang kejaksaan Jerman menuduuh Niersbach, Zwanziger dan Schmidt bertanggung jawab atas laporan pajak tahun 2006. Diikatakan, pajak perusahhan dan perdagangan serta pajak solidaritas dipotong dalam „jumlah yang signifikan“. Uang sebesar 6,7 juta yang dipermasalahkan sebetulnya diperuntukkan untuk biaya program budaya selama Piala Dunia 2006. Namun uang tersebut diklaim sebagai biaya pengeluaran bisnis. „Dan tersebut diperuntukkan untuk satu tujuan lain, sehingga tidak bisa dilaporkan sebagai biaya bisnis yang mendapat keringan pajak,“ diikatakan kejaksaan.
Sementara itu, sampai sekarang belum dilakukan penyelidiikan terhadap Franz Beckenbauer, tokoh utama skandal ini. Beckenbauer telah mengakui melakukan kesalahan. „Seharusnya saran Komitee Keuangan FIFA untuk mendapatkan bantuan dana dari FIFA ditolak,“ dikatakan Beckenbauer pekan lalu. Lebih jauh ia mengatakan, sebagai presiden Komitee Penyelenggara yang menjabat saat itu ia akan memikul „tanggungjawab“. Beckenbauer juga mengatakan telah menjawab semua pertanyaan yang diajukan pada sidang komite investigasi eksternal DFB.
Zwanziger juga menyatakan telah bertemu dengankomite investigasi eksternal DFB. Asosiasi Sepak Bola Jerman telah menunjuk satu perusahaan audit untuk menyelidiki pembayaran internal DFB. Penyelidikan internal dapat belangsung selama beberapa minggu. Demikian dikatakan DFB.
Cara Jerman Kontrol Korupsi dan Pemborosan Dana
1714 Friedrich Wilhelm I memerangi korupsi di Jerman dengan mendirikan badan pengawas keuangan negara. Di masa Hitler badan itu disalahgunakan. Sekarang namanya Bundesrechnungshof dan menjadi lembaga penting di Jerman.
Foto: picture alliance / dpa
Kemewahan dan Kebangkrutan
Friedrich Wilhelm I (1688-1740) mewarisi negara yang bangkrut dari ayahnya tahun 1713. Ayahnya yang penguasa Prusia membangun istana mewah, mengadakan pesta besar dan membiayainya dengan uang negara. Semuanya hanya untuk bisa bersaing dengan raja-raja lain di Eropa. Rakyatlah yang harus menanggung semuanya, dengan membayar pajak yang kian lama kian tinggi.
Foto: picture alliance / dpa
Belajar Sejak Dini
Friedrich Wilhelm I sudah mempersiapkan diri sejak lama untuk jabatan penguasa. Sejak umur 15 tahun ia ikut rapat wakil berbagai badan negara, dan perembukan tentang strategi perang. Sejak dini ia sadar, bahwa Prusia miskin. Di luar ibukota Berlin kelaparan, penyakit pes dan kehancuran karena perang merajalela.
Foto: public domain
Harus Berhemat
Friedrich Wilhelm I menjual segala sesuatu yang dianggapnya tidak perlu, yaitu perhiasan, alat makan dari perak, mebel, kuda. Prinsip utama: hemat, efisien, pengawasan keuangan. November 1714 ia menddirikan badan yang independen dan netral untuk mengontrol keuangan negara. Foto: dokumen pendirian badan tersebut.
Foto: Landesarchiv Nordrhein-Westfalen
"Petugas Negara Yang Utama"
Demikian anak Friedrich Wilhelm I menyebut dirinya. Ia lebih dikenal sebagai Friedrich der Große (Friedrich Yang Agung). Ia tidak menggunakan badan pengawas yang didirikan ayahnya. Ia mengontrol sendiri keuangan negara dan pergi ke pelosok negeri untuk mengadakan pemeriksaan. Dalam beberapa ratus tahun setelahnya, badan penawas keuangan kadang berperan signifikan kadang tidak.
Foto: picture-alliance/akg-images
Sempit, Gelap dan Tidak Sehat
Tempat kerja pemeriksa keuangan sangat sederhana. Ruang kerja kian lama kian sempit, karena data yang harus diperiksa semakin banyak. Tahun 1920-an sudah ada aliran listrik. Tapi pekerja badan ini tidak boleh menggunakannya. Jadi mereka menggunakan lampu gas. Alasannya: harus hemat.
Sistem gaji masa Prusia tidak kenal persamaan gaji. Sebagian besar pekerja badan pengawas terpaksa bekerja sampai meninggal dunia. Itu dianggap kewajiban bagi negara. Cuti musim panas adalah mode jaman modern. Pertengahan abad ke-19 hanya pekerja kehakiman dan pendidikan yang bisa mengambil cuti. Lagipula gaji pekerja badan pengawas terlalu kecil untuk membayar perjalanan wisata.
Foto: Sammlung Kreissparkasse Köln/DW/K. Jäger
Disalahgunakan NAZI dan Hitler
Di masa NAZI dan Hitler, badan pengawas keuangan kehilangan fungsi sepenuhnya. Ketika Perang Dunia II dimulai, badan itu jadi pemberi saran bagi administrasi di daerah-daerah pendudukan baru. Ketika memeriksa kamp konsentrasi Lodz di Polandia, para pemeriksa keuangan menetapkan para tahanan Yahudi harus memenuhi kebutuhan sendiri dengan kerja paksa.
Foto: picture-alliance/akg-images
Struktur Pekerja Yang Homogen
Ketika Jerman terpecah, di Jerman Timur terbentuk ABI dan SFR sebagai badan pengawas keuangan. Sementara di Jerman Barat namanya: Bundesrechnungshof. Di tahun 1950-an, pemeriksa keuangan pasti pria. Ia berpendidikan di bidang hukum atau ekonomi. Ia juga berpengalaman bertahun-tahun, dan mulai bekerja di badan itu pada usia menengah. Perempuan bekerja sebagai penulis atau pembersih kantor.
Foto: Bundesrechnungshof Bonn/DW/K. Jäger
Kritik dan Teguran
Bundesrechnungshof pernah menegur Angkatan Bersenjata, Bundeswehr, karena memproduksi sendiri krem, pil, pasta gigi dan balsam, dan tidak membeli produk yang lebih murah, yang ada di pasaran. Teguran terakhir: panser, helikopter dan senapan milik Bundeswehr sudah terlalu tua, rusak dan tidak bisa membidik tepat dalam pertempuran.
Foto: Bundesrechnungshof Bonn/DW/K. Jäger
Menyinggung Kementrian dan Membuat Jengkel Pembayar Pajak
Jalan-jalan di Jerman dinilai buruk, ibaratnya permukaan bulan, karena banyak yang rusak. Penutupan jalan karena konstruksi sering terjadi, jembatan juga sering rusak. Banyak hal dinilai mahal dan tak berguna. Laporan tahunan badan pengawas keuangan Bundesrechnungshof memaparkan kasus-kasus penggunaan dana yang salah. Itu menyinggung kementrian dan membuat jengkel pembayar pajak.
Foto: Bundesrechnungshof Bonn/DW/K. Jäger
Hadiah Kecil
Taat aturan dan ekonomis. Itulah peraturan utama pengawasan dana profesional. Pengontrol keuangan independen, netral dan obyektif. Bundesrechnungshof juga bekerjasama dengan badan serupa di negara-negara lain. Hadiah-hadiah kecil, yang terutama datang dari Asia dan Eropa Timur, disimpan di arsip badan tersebut.
Foto: Bundesrechnungshof Bonn/DW/K. Jäger
Badan Penting Negara
Bundesrechnungshof hanya bisa memeriksa sebagian kecil masalah keuangan. Sejak berdiri 1959, badan itu jadi bagian penting demokrasi di Jerman. Tetapi ia bukan kekuatan keempat di negara, di samping badan legislatif, yudikatif dan eksekutif. Hasil pemeriksaan keuangan mereka serahkan kepada parlemen, Bundestag. Laporan mereka merujuk pada kesalahan, tapi tidak selalu ada konsekuensi.