Pertanyaan tentang asal-usul, menarik seorang anak Indonesia menggeluti disiplin ilmu pengetahuan paling tua dan semakin langka di dunia. Tri L. Astraatmadja kini menjadi astronom di Carnegie, Amerika.
Iklan
Ada masa ketika Tri L. Astraatmadja menggeluti dua “panggilan“ sekaligus: belajar Astronomi dan aktif dalam gerakan mahasiswa di awal transisi demokrasi, tak lama setelah Orde Baru tumbang. Ia adalah salah satu pimpinan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) organisasi mahasiswa berhaluan Kiri. Demonstrasi dan rapat-rapat di Jakarta membuat ia telat menyelesaikan gelar sarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kini, Tri tercatat sebagai satu diantara sangat sedikit orang Indonesia yang menekuni Astronomi. Ia meraih gelar Doktor di kampus bergengsi Leiden Institute of Physics di Belanda yang dikenal punya reputasi cemerlang dalam cabang ilmu paling tua di dunia tersebut.
Ketika Berganti Keyakinan
Mereka pindah agama karena kehendak mereka sendiri. Namun hal ini kerap menuai ketidakpahaman atau bahkan penolakan dari keluarga dan lingkungannya. Demikian pula yang dialami mereka di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Sebuah langkah besar
Ketika David Stang keluar Gereja Katolik, pada awalnya keluarganya syok. Dulu, waktu remaja, ia bahkan menjadi putra altar di gerejanya. Ia pun rajin membaca Alkitab. Ia merasa tidak cocok. Ia bercerita: "Saya dapat memahami, pastur tidak dapat menceritakan kepada saya tentang pasangan, misalnya."
Foto: DW/K. Dahmann
Tumbuh di hati
Dari kekecewaannya terhadap gereja Katolik, David Stang mulai melakukan pencarian makna pada agama-agama lain. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang pengacara Jerman, yang masuk agama Islam. "Dia membuat saya apa mengenal Islam dan nilai-nilai yang terkait dengan itu," kata pria itu. "Dan di sana saya menemukan makna bagi diri saya lagi.“
Foto: DW/K. Dahmann
Sebuah proses yang panjang
Bagi David Stang, masuk agama Islam berarti proses pembelajaran lagi: "Awalnya, saya pikir jika masuk Islam, maka Anda harus menjauhi alkohol, makan babi dan memakai janggut. Tapi pengacara yang memperkenalkannya dengan Islam menunjukkan kepadanya bahwa yang terpenting adalah perasaan betapa menyenangkan untuk menjadi seorang Muslim. Sisanya tinggal mengikuti."
Foto: DW/K. Dahmann
Kompromi iman
Sebagai kaum profesional, sehari-hari David Stang mengalami kemacetan antara Hannover dan kota kelahirannya Bonn. Lima kali sehari untuk berdoa tidak selalu memungkinkan baginya, maka ia kemudian memperpanjang doa di pagi dan sore hari. Untuk alasan profesional janggutanya pun ia pangkas. Yang penting, katanya, "mengintegrasikan iman ke dalam kehidupan."
Foto: DW/K. Dahmann
Penolakan Islam radikal
Terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan kaum Salafi di Bonn pada tahun 2012, atau teroris radikal, ia menjauhkan diri: "Jika agama itu membenarkan apa yang dilakukan teroris, misalnya memasang bom di sekitar leher, saya tak ingin berurusan dengan hal semacam itu.“
Foto: picture-alliance/dpa
Meninggalkan gereja
Ute Lass tumbuh dalam keluarga Katolik, tapi menurutnya gereja membatasinya. Ia bermimpi belajar teologi: “Tapi sebagai seorang teolog, saya tidak bisa berperan banyak dalam Katholik . Ia kemudian pindah gereja.
Foto: DW/K. Dahmann
Rumah baru
Lewat suaminya, yang dibaptis sebagai Protestan, Ute cepat menemukan kontak ke gereja Protestan. Anaknya diikutsertakan dalam kelompok bermain , diapun mencari kontak untuk ikut dalam paduan suara gereja. Namun butuh waktu lima tahun sampai dia memutuskan untuk membuat "langkah besar". Pendeta Annegret Cohen (kiri) dan Nina Gutmann (tengah) menemaninya dalam pertarungan batin ini.
Foto: DW/K. Dahmann
Sikap toleran
Keluarga dan teman-teman bereaksi positif. "Mereka mengatakan , ini jauh lebih cocok! " Bagaimana dengan tempat kerjanya, organisasi bantuan Katholik Caritas? Ute Lass mendapat lampu hijau. Mereka mengatakan, adalah penting bahwa Anda tetap dibaptis sebagai seorang Kristen dan ke gereja.
Foto: picture-alliance/dpa
Disambut
Di gereja Protestan, Ute Lass disambut dengan tangan terbuka. Dengan sukacita ia menangani hal seperti misalnya bazaar gereja. Apakah ia kadang merindukan kehidupannya sebagai umat Katholik?Jawabnya: “Saya memiliki iman yang kuat terhadap Bunda Maria, yang perannya tak seperti di gereja Protestan," katanya. “Tapi untuk beberapa hal, saya tetap seperti itu.“
Foto: DW/K. Dahmann
Memfasilitasi masuknya anggota
Selama bertahun-tahun, gereja-gereja Kristen melaporkan bahwa jumlah jemaatnya menurun: Semakin banyak orang keluar gereja, entah karena alasan agama atau hanya untuk menghindari gereja. Dalam rangka memfasilitasi masuknya anggota baru, gereja-gereja di Jerman menyambut baik, seperti di Fides, Bonn dimana pastur Thomas Bernard (kanan) bekerja.
Foto: DW/K. Dahmann
Akibat skandal?
Gereja Katolik dalam beberapa tahun terakhir mengalami berkurangnya jumlah umat. Banyak orang percaya, ini terjadi setelah sejumlah kasus pelecehan seksual dalam biara. "Skandal yang substansial," Thomas Bernard mengakui. "Kami telah demikian kehilangan daya tariknya." Meskipun berita di media menghancurkan nama gereja, dia yakin: "Iman dapat memberikan dukungan."
Foto: DW/K. Dahmann
Membuka pintu iman
Salah satu alasan mengapa orang bergabung dengan Gereja Katolik saat ini, menurut Thomas Bernard adalah liturgi. "Banyak orang mengagumi perayaan ibadah," katanya. Reformasi di tubuh gereja seperti ynag dilakukan paus yang baru, diharapkan menyebabkan banyak orang yang telah keluar dari Katholik, kembali menemukan gereja.
Foto: DW/K. Dahmann
Permohonan untuk kebebasan beragama
Orang-orang yang telah mengubah agama mereka, pernah ditampilkan dalam sebuah pameran di Munchen. Pameran ini menunjukkan permohonan untuk kebebasan hak asasi manusia, termasuk kebebasan memilih agama.
Foto: Jüdisches Museum München 2013
Bayipun ‘pindah agama‘
Gambar ini menunjukkan nasib putri Jennifer dan Ricky Grossman: Bayi tidak diakui sebagai Yahudi , karena ibunya bukan Yahudi. Oleh karena itu ibunya harus masuk Yahudi dulu, karena itulah syarat untuk bisa diterima sebagai anggota penuh dari komunitas Yahudi.
Foto: Jüdisches Museum München 2013
14 foto1 | 14
Tri melanjutkan program post doktoral di Max-Planck-Institut für Astronomie (MPIA) di Heidelberg, Jerman, yang merupakan salah satu lembaga terpenting dalam bidang Astronomi di Eropa. Di tempat ini, ia terlibat dalam proyek Gaia, sebuah misi ruang angkasa yang menyelidiki satu milyar bintang di langit. Kini ia mengaplikasikan ilmunya di Department of Terrestrial Magnetism Carnegie Institution of Washington.
“Sejak dulu saya tertarik untuk mengetahui bagaimana hal-hal bekerja,” kata Tri membuka percakapan dengan Deutsche Welle.
DW: Kenapa anda tertarik Astronomi?
Tri L. Astraatmadja: Ketika kecil selama 16 minggu saya melihat pertunjukan di planetarium Taman Ismail Marzuki (TIM). Saya juga menonton “Cosmos” dari Carl Sagan. Sejak itu saya melihat bahwa Astronomi tidak hanya melihat ke luar sana tapi juga melihat ke dalam diri, jadi astronomi adalah bagian dari tradisi kemanusiaan untuk mencari asal usul. Ilmu Astronomi pada dasarnya adalah arkeologi, ilmu sejarah, karena kita mengamati cahaya dari obyek-obyek yang sangat jauh. Nah karena cahaya membutuhkan waktu untuk mencapai kita, maka informasi yang kita peroleh adalah informasi dari masa lampau.
Melihat Alam Semesta dalam Tiga Dimensi
Sejak tahun lalu astronom mulai mengoperasikan piranti teranyar pada Very Large Telescope di Chile, yakni Multi Unit Spectroscopic Explorer alias MUSE. Piranti ini mampu menciptakan citra langit dengan kualitas 3D
Foto: ESO/G. Lombardi
Mendekatkan Langit
Di jantung gurun Atacama, Chile, pada ketinggian 2600 meter, berdiri teleskop terbesar di muka bumi. VLT terdiri atas empat teleskop raksasa yang cerminnya bisa dioperasikan secara bersamaan. Teleskop ini dianggap sebagai yang terbaik di dunia. Para astronom dari seluruh dunia meraih sukses besar dalam riset alam semesta menggunakan VLT.
Foto: ESO
Instrumen Baru
Sejak tahun lalu astronom mulai mengoperasikan piranti canggih yang dipasang di teleskop VLT. Piranti bernama Multi Unit Spectroscopic Explorer alias MUSE mampu membuat citra langit dalam tiga dimensi. Tugasnya adalah mencari galaksi yang masih menyimpan informasi seputar fase awal pembentukannya.
Foto: R. Gendler
Tabrakan Kosmis
Citra ini menampilkan tabrakan kosmis, yang terlihat pada gerakan gas dari galaksi ESO 137-001 terlempar keluar dan menabrak kelompok galaksi lain dengan kecepatan tinggi. Hasilnya adalah jawaban atas teka-teki lama, yakni kenapa kelompok galaksi tidak lagi melahirkan bintang baru.
Foto: ESO/M. Fumagalli
Menerangi Galaksi
Citra ini adalah gambar tiga dimensi dari sebuah galaksi. MUSE menghubungkan citra langit dengan metode spektroskopi yang menganalisa spektrum dan intensitas warna yang dipancarkan. Dengan cara itu astronom dapat mempelajari benda langit berdasarkan panjang gelombang cahayanya.
Foto: ESO/MUSE consortium/R. Bacon/L. Calçad
Warna Warni Galaksi
Citra yang terlihat seperti sebuah karya seni pop-art ini sejatinya adalah gambar sebuah galaksi yang dibuat oleh MUSE. Setiap warna mengisahkan pergerakan bintang. Warna merah melambangkan kawasan langit, di mana bintang yang berada di di dalamnya bergerak menjauhi Bima Sakti. Sementara biru menampilkan obyek langit yang mendekat. Hijau dan kuning berada di antaranya.
Foto: Eric Emsellem/ESO
Era Baru Pengamatan Langit
Citra latar yang dibuat dari berbagai foto ini menampilkan wilayah Hubble Deep Field South yang diambil oleh teleskop antariksa Hubble. Dengan metode observasi baru lewat MUSE, astronom mampu menemukan galaksi terjauh yang tidak terlihat oleh Hubble. Dua penemuan terbaru dilingkari dalam gambar ini.
Foto: ESO/MUSE Consortium/R. Bacon
Pemandangan Langit Menakjubkan
Tidak ada yang menghalangi para astronom ketika menatap langi di gurun Atacama. Kawasan ini sejak lama dikenal tidak pernah ditutupi awan. Tanpa gangguan optis, di tempat ini seseorang bisa dengan mudah mengenali rasi bintang dan galaksi Bima Sakti dengan mata telanjang.
Foto: ESO/Y. Beletsky (LCO)
7 foto1 | 7
Astronomi membuat kita bisa melihat sejarah tentang bagaimana galaksi tercipta dan kondisi semesta di masa lalu. Jadi seperti menggali sebuah reruntuhan dan mencoba untuk mengetahui apa yang dulu terjadi. Sekarang Astronomi sudah bisa mengamati radiasi yang dipancarkan beberapa ratus ribu tahun setelah big bang (dentuman besar-red.) atau pada periode awal munculnya alam semesta.
DW:Apa isi disertasi anda?
Tri L. Astraatmadja: Tentang usaha mencari partikel energi tinggi dari ruang angkasa yakni sinar gamma. Ini semacam radiasi tinggi yang dipancarkan oleh ledakan bintang. Jadi ketika bintang kehabisan bahan bakarnya, dia bisa meledak menjadi Supernova dan melontarkan sebagian besar materi ke segala arah, termasuk radiasi. Nah radiasi ini yang ingin saya tangkap dengan menggunakan alat yang baru dibuat ketika saya memulai disertasi yaitu Teleskop Neutrino. Jadi penelitian saya adalah bagaimana menggunakan teleskop itu untuk mendeteksi sinar gamma.
Negara-negara Tak Bertuhan
Dua pertiga penduduk Bumi mengaku beragama, tapi sisanya tidak bertuhan. Negara mana yang paling banyak menampung kaum ateis? Uniknya Asia justru berada di urutan terdepan
Foto: picture-alliance/ David Wimsett/UPPA/Photoshot
#1. Cina
Tradisi Cina tidak mengenal istilah agama dalam prinsipnya yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, melainkan ajaran nenek moyang yang terwujud dalam bentuk Taoisme atau Khonghucu. Sebab itu tidak heran jika dalam jajak pendapat lembaga penelitian Gallup, sekitar 61% penduduk Cina mengaku tidak bertuhan. Sementara 29% mengaku tidak taat beragama.
Foto: picture-alliance/dpa
#2. Hong Kong
Sebagian besar penduduk Hongkong menganut kepercayaan tradisional Tionghoa. Sementara lainnya memeluk agama Kristen, Protestan, Taoisme atau Buddha. Namun menurut jajak pendapat Gallup, sekitar 34% penduduk bekas jajahan Inggris itu mengaku tidak percaya kepada Tuhan.
Foto: Getty Images/AFP/P. Lopez
#3. Jepang
Serupa Cina, sebagian besar penduduk Jepang menganut kepercayaan etnis Shinto alias agama para dewa. Dalam hakekatnya Shintoisme tidak mengenal prinsip ketuhanan seperti agama samawi. Sebab itu pula banyak penganut Shinto yang mengaku tidak bertuhan. Gallup menemukan sekitar 31% penduduk Jepang mengklaim dirinya sebagai Atheis.
Foto: Reuters
#4. Republik Ceko
Sekitar 30% penduduk Republik Ceko mengaku tidak bertuhan. Sementara jumlah terbesar memilih tidak menjawab perihal agama yang dianut. Faktanya, agama sulit berjejak di negeri di jantung Eropa tersebut. Penganut Katholik dan Protestan misalnya cuma berkisar 12 persen dari total populasi.
Foto: picture-alliance/dpa/Xamax
#5. Spanyol
Katholik mewakili porsi terbesar dari penduduk Spanyol yang beragama. Sementara sisanya tersebar antara Protestan atau Islam. Uniknya kendati beragama, sebagian besar penduduk Spanyol mengaku tidak taat menjalani ritual keagamaan. Sementara 20% mengaku atheis atau agnostik.
Foto: Biel Alino/AFP/GettyImages
5 foto1 | 5
Temuan itu memberi perspektif baru: pandangan pure knowledge untuk memahami proses-proses apa yang terjadi dalam sebuah ledakan bintang, bagaimana sinar gamma diproduksi. Ini penting misalnya untuk memahami bagaimana fisika dalam level paling fundamental bekerja, untuk mengetahui hukum-hukum dasar yang menggarisbawahi cara kerja alam semesta.
DW:Apa proyek yang sedang anda kerjakan di Max-Planck?
Tri L. Astraatmadja: Saya mendesain software dengan menggunakan metode statistik, lebih tepatnya machine learning untuk mengetahui temperatur, gravitasi dan kandungan kimia dari sekitar satu milyar bintang, berdasarkan cahaya yang kita ukur dari bintang tersebut melalui satelit yang akan diluncurkan November tahun ini.
Sekitar empat abad silam, Galileo Galilei diadili karena berpendapat bahwa bumi berotasi dan mengelilingi matahari. Pengadilan Inkuisisi yang digelar Gereja Katolik memvonis Galileo bid'ah karena pandangan ilmiahnya yang bertentangan dengan kitab suci. Ia dikenai tahanan rumah, diwajibkan membaca “tujuh tobat mazmur“ setiap minggu selama tiga tahun, buku karangannya secara tidak resmi juga dilarang beredar.
Hari ini, dunia mengenal Galileo sebagai bapak Astronomi modern sekaligus martir ilmu pengetahuan, karena keberaniannya menyatakan “kebenaran ilmiah” meski bertentangan dengan pendapat Gereja Katolik yang saat itu sangat berkuasa dan sering menindas pandangan yang berbeda.
Galileo Mengubah Pandangan Dunia
Galileo Galilei adalah salah satu ilmuwan paling penting dalam sejarah. Pengamatan astronominya merevolusi gambaran alam semesta. Alat bantu utamanya: teleskop.
Foto: Getty Images
Titik-Titik Yang Menari
Titik-titik kecil di langit memutarbalik sepenuhnya pandangan Galileo Galilei atas dunia. Di malam hari tanggal 7 Januari 1610 ia menemukan titik-titik itu, di dekat planet Yupiter. Ia mengira, itu bintang-bintang yang tidak bergerak. Sehari setelahnya ia kembali menemukan titik-titik itu, tetapi posisinya berubah.
Foto: cc-sa-by-Andrew Jones
Bulan Penemuan Galilei
Galileo menemukan bulan-bulan yang mengitari Yupiter, yaitu Io, Eropa, Ganymede dan Callisto. Sekarang kita tahu, satelit-satelit itu bergerak mengitari planet. Di jaman Galilei, itu tidak mungkin diterima. Satu-satunya pendapat yang berlaku adalah, segala sesuatu yang bergerak dan beredar di tata surya, mengitari Bumi.
Foto: NASA/JPL/DLR
Bumi atau Matahari? Matahari!
Galileo sadar, apa yang ia lihat, bulan-bulan itu beredar mengelilingi Yupiter. Oleh sebab itu baginya jelas, Bumi bukan pusat tata surya. Sekarang kita tahu, semua planet di tata surya kita bergerak mengitari matahari. Di masa hidupnya, jika Galileo tidak menarik kembali tesisnya, ia bisa dihukum mati gereja Katolik.
Foto: Fotolia/tmass
Teknik Berguna
Teleskop modern untuk amati ruang angkasa sekarang tampak seperti ini. Dengannya orang bisa lihat benda langit yang jauhnya jutaan tahun cahaya dari Bumi. Orang juga bisa memperoleh gambar sangat tajam dari berbagai bimasakti, bintang dan planet. Galilei bisa dibilang ciptakan ilmu mengamati langit. Ia optimalkan teropong, sehingga ia jadi orang pertama yang bisa amati berbagai fenomena langit.
Foto: IQOQI Vienna
Bima Sakti
Galileo Galilei memecahkan teka-teki struktur di langit, yang tampak berwarna putih dan keruh, yang juga bisa dilihat dengan mata telanjang di malam hari. Dengan bantuan teleskopnya ia bisa melihat, bahwa struktur itu terdiri dari banyak bintang. Sekarang kita tahu, bima sakti adalah galaksi dengan milyaran bintang, dan Bumi hanya salah-satunya.
Foto: NASA
Bulan Yang Penuh Lubang
Selain itu, dengan teleskopnya Galileo Galilei menemukan, bahwa bulan penuh dengan lubang. Dengan banyak lembah, kawah dan gunung. Di samping itu, bulan diterangi Bumi. Sekarang kita tahu hampir segala sesuatu tentang satelit yang mengitari Bumi dalam jarak 384.000 km tersebut. Kita bahkan berencana mendirikan pemukiman dan menanam sayuran di sana. Walaupun masih di masa depan.
Foto: cc-sa-by-Pioneer Venus Orbiter
Pasang dan Surut
Dulu Galilei juga sudah menduga, bahwa pasang dan surut berkaitan dengan berputarnya Bumi pada porosnya dan gerakannya mengitari matahari. Tetapi baru pakar fisika Isaac Newton (1643-1727) yang bisa membuktikan, bahwa di samping kekuatan sentrifugal, juga daya tarik massa bulan dan matahari menyebabkan terjadinya pasang dan surut.
Foto: Fotolia/Joshua Rainey
Venus Bocorkan Rahasia
Penemuan Galileo Galilei tentang Venus juga memperkuat keraguannya akan pandangan geosentris, yang menyatakan Bumi adalah pusat tata surya. Galilei mengamati, bahwa planet Venus juga tampak melewati fase-fase, seperti halnya bulan. Kadang Venus tampak seperti sabit, dan kadang bundar. Galilei menarik kesimpulan, planet tetangga Bumi itu bergerak, dan mengitari matahari.
Foto: Leiftryn - Fotolia.com
8 foto1 | 8
Kasus Galileo adalah simbol yang menandai “ketegangan” antara Sains dengan Iman. Sebuah tema debat yang belakangan kembali menjadi kontroversi, terutama di tengah periode kebangkitan Agama.
“Dalam Sains, kebenaran sebuah jawaban dinilai berdasarkan fakta-fakta observasi. Teori yang baik harus didukung oleh pengamatan,“ kata Tri ketika ditanya pendapatnya tentang Tuhan.
DW: Apakah bergulat dengan Astronomi, mempengaruhi Iman anda?
Tri L. Astraatmadja: Saya sekarang tidak percaya Tuhan. Agama formal adalah bagian dari usaha manusia untuk mengorganisir dirinya dan juga untuk menempatkan dirinya di alam semesta. Itu juga bagian dari jawaban manusia tentang dari mana saya berasal, ke mana kita akan pergi dan di mana posisi saya di alam semesta. Agama adalah upaya mencari jawaban itu. That's fine, tapi itu bukan kebenaran tunggal.
DW:Apakah logika Sains memang bisa menggerogoti Iman?
Tri L. Astraatmadja: Saya pikir tergantung pribadi masing-masing. Ada banyak kolega saya yang percaya pada metode ilmiah tapi masih percaya pada Tuhan atau Agama. Mungkin itu yang disebut “God of the gaps,” karena masih ada ruang-ruang kosong yang belum dijawab ilmu pengetahuan, dan karenanya diisi dengan Tuhan. Cuma timbul pertanyaan, kalau sudah tidak ada kekosongan, nanti Tuhan akan ditaruh di mana?
DW:Apa lagi yang berubah dari kesadaran anda setelah mempelajari Astronomi?
Tri L. Astraatmadja: Astronomi mengingatkan saya bahwa semua umat manusia di bumi ini adalah satu, yaitu bagian dari kemanusiaan, dan kita semua berada di kerikil yang sama mengitari matahari.
Tri L. Astraatmadja, 1999-2006 kuliah jurusan Astronomi ITB. 2006-2008 kuliah master di Leiden Observatory. 2008-2012 PhD di Leiden Institute of Physics Belanda. 2012 Post Doctoral di Max-Planck-Institut für Astronomie, Heidelberg, Jerman. Kini bekerja untuk Department of Terrestrial Magnetism Carnegie Institution of Washington.
Misi Melacak Misteri Planet
Planet dan benda langit tetangga Bumi di tata surya masih menyimpan berbagai misteri evolusinya. NASA meluncurkan sejumlah misi untuk menguak rahasia kosmik itu. Hingga 2030 akan diluncurkan serangkaian wahana peneliti.
Foto: picture-alliance
Ladee Lacak Debu Bulan
Wahana peneliti robot Lunar Atmosphere and Dust Environment (Ladee) diluncurkan September 2013 dan mengorbit bulan selama 160 hari. Terakhir dijatuhkan ke permukaan bulan. Targetnya mengumpulkan informasi lebih lengkap atmosfir bulan, untuk membantu para ilmuwan lebih mengerti kondisi planet lain.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Maven Teliti Evolusi Mars
Wahana peneliti Mars Atmosphere and Volatile Evolution (Maven) diluncurkan akhir 2013 ke planet Mars. Setelah menempuh perjalanan selama 10 bulan, wahana ini akan meneliti sejarah iklim planet merah itu di masa lalu. Selama setahun wahana peneliti akan menganalisa atmosfir bagian atas atau ionosfir, serta interaksi Mars dengan matahari dan badai matahari.
Foto: picture-alliance/dpa/Lockheed Martin
New Horizons Meriset Pluto
Wahana penelitian New Horizons diluncurkan tahun 2006 silam ke planet Pluto serta sabuk es dan batuan Kuiper Belt yang misterius, yang jaraknya dari Bumi lebih dari 4,5 milyar kilometer. Direncanakan, bulan Juli 2015 wahana penelitian ini sudah mencapai planet kecil beku serta sabuk asteroid jauh di pinggiran tata surya tersebut.
Foto: dpa - Report
Juno Ungkap Misteri Yupiter
Wahana penelitian Juno diluncurkan untuk penelitian planet Yupiter tahun 2011 silam. Dengan kecepatan rata-rata 30 kilometer per detik, Juno akan tiba di planet terbesar dalam tata surya itu tahun 2016. Selama setahun lamanya, wahana penelitian akan mengorbit planet berbentuk gas raksasa tersebut. Tujuannya, mengungkap misteri sejarah dan struktur Yupiter.
Foto: picture alliance / dpa/NASA
InSight Mengebor Mars
Misi penelitian ke planet Mars ini akan mendaratkan wahana robot InSight (Interior exploration using Seismic Investigations, Geodesy and Heat Transport) ke permukaan planet merah itu pada 2016. Robot pendarat akan melakukan pengeboran lapisan di bawah permukaan Mars. Tujuannya untuk semakin memahami evolusi planet berkomposisi batuan tersebut.
Foto: NASA/dapd
SolarProbe Plus ke Atmosfir Luar Matahari
Misi penelitian ini tergolong spektakuler, karena akan meneliti kawasan terjauh yang dikunjungi sebuah wahana ruang angkasa, yakni kawasan paling luar atmosfir matahari. Hendak diteliti, mengapa korona bisa panas hingga 5 juta derajat, padahal suhu permukaan Matahari hanya 5.500 derajat. Juga bagaimana partikel mempercepat badai matahari.
Foto: picture alliance/dpa
James Webb Telescope Intai Big Bang
Generasi penerus teleskop ruang angkasa Hubble ini direncanakan beroperasi 2018. Ukuran cermin teleskop infra merahnya dua kali Hubble dan bisa menangkap cahaya enam kali lipat lebih peka. Teleskop ruang angkasa yang diberi nama mantan direktur NASA ini akan melacak masab lalu alam semesta, di era gelap sesaat setelah dentuman besar atau Big Bang. Ketika itu bintang dan galaksi belum terbentuk.
Foto: NASA
Osiris Rex Ambil Sampel Asteroid
Wahana penelitian Osiris Rex (Origin Spectral Interpretation Resource Indentification Security Regolith Explorer) diluncurkan 2018 untuk meneliti sebuah asteroid primitiv bernama 1999 RQ36. Osiris Rex akan mengambil sampel dari permukaan asteroid berdiameter sekitar 600 meter itu dan membawanya balik ke bumi. Direncanakan wahana ini kembali mendarat di Bumi tahun 2023.
Foto: picture-alliance/dpa
Misi Berawak ke Mars
Target paling ambisius yang akan diluncurkan 2025 adalah misi berawak ke planet Mars. Ini gambaran artis mengenai pesawat ruang angkasa yang akan menerbangkan turis ke Mars. Sejauh ini telah dilakukan simulasi ilmiah, bagaimana perjalanan dan hidup di planet ekstrem tersebut. Simulasi diikuti sejumlah astronot dan ilmuwan, yang selama 105 hari dikurung dalam sebuah kapsul buatan.