Perbudakan: Church of England Perlu Investasi 10 Kali Lipat
6 Maret 2024
Kelompok penasihat mendesak Church of England investasikan dana sepuluh kali lipat untuk atasi dampak perbudakan. Gereja siapkan dana tersebut setelah akui pihaknya telah berinvestasi dalam perdagangan budak Afrika.
Iklan
Sebuah kelompok pengawas independen pada hari Senin (04/03) mengatakan bahwa Church of England harus menggandakan dana untuk memperbaiki hubungan sejarahnya terkait perbudakan.
Para ahli memberikan saran kepada gereja dan menyerukan agar dana tersebut digandakan sepuluh kali lipat, mencapai 1 miliar poundsterling (sekitar Rp20 triliun).
Church of England adalah pemimpin komunitas gereja-gereja anglikan global, dengan total sekitar 85 juta anggota di seluruh dunia.
Dana yang dijanjikan oleh Gereja Inggris untuk atasi masalah perbudakan
Komisioner Gereja, sebuah badan yang mengelola dana dan aset Church of England, mengatakan pihaknya pada Januari 2023 secara penuh mendukung komunitas yang terkena dampak perbudakan itu, dengan menginvestasikan 100 juta poundsterling (sekitar Rp1,9 triliun) untuk periode sembilan tahun.
Iklan
Para pemimpin gereja membuat janji tersebut setelah menyadari bahwa gereja telah didanai dengan investasi di perusahaan South Sea, sebuah perusahaan abad ke-18 yang terlibat dalam perdagangan budak lintas Atlantik.
Pada hari Senin (04/03), para ahli yang membentuk Kelompok Pengawas independen menyimpulkan bahwa dana 100 juta poundsterling "tidaklah cukup" untuk "keadilan, reparasi, dan pemulihan nyata", serta menyerukan agar anggaran itu justru digandakan menjadi 1 miliar poundsterling (sekitar Rp20 triliun). Kelompok independen ini juga menyerukan agar waktu investasi dapat lebih dipercepat.
Kelompok ini mengatakan bahwa dana tersebut dapat digunakan untuk berinvestasi dalam bisnis yang dipimpin oleh ras kulit berwarna dan memberikan dana tersebut untuk mengatasi masalah-masalah di masyarakat yang terkena dampak perbudakan.
Pada tahun 1833, Kerajaan Inggris telah menghapuskan perbudakan dan memberikan kompensasi kepada pemilik budak di Hindia Barat Inggris senilai 20 miliar poundsterling (sekitar Rp400 triliun).
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Gereja: Dana saat ini 'sudah sesuai'
Komisaris Gereja mengatakan bahwa jumlah dana yang telah dijanjikan adalah "komitmen pendanaan yang sesuai", seraya mengisyaratkan adanya "ambisi" untuk menambahkan anggaran tersebut.
"Harapan kami adalah bahwa pihak-pihak lain akan bergabung dengan kami dan berinvestasi bersama kami dan melalui investasi bersama, sehingga dana investasi akan terus berkembang dari hasil investasi," kata Gareth Mostyn, kepala eksekutif dan sekretaris Komisaris Gereja.
"Kami berharap dana ini akan berkembang menjadi satu miliar atau lebih dan menciptakan warisan positif yang berkelanjutan," tambahnya.
Para pejabat Gereja mengatakan pihaknya akan mendukung lembaga-lembaga lainnya untuk berusaha memperbaiki hubungan mereka terhadap perbudakan.
"Kami menyadari bahwa Church of England tertanam kuat di dalam inti lembaga-lembaga negara ini," kata Uskup Croydon Rosemarie Mallett.
"Kami menyadari bahwa tanggung jawab yang telah kami ambil dengan sengaja ini adalah melakukan apa yang dapat kami lakukan, dan saya berharap bahwa dengan melakukan apa yang dapat kami lakukan ini, orang lain akan melihat kami sebagai sebuah contoh," ungkapnya lebih lanjut.
Tahun lalu, Raja Charles III juga telah mengumumkan dukungannya terhadap penelitian tentang hubungan sejarah kerajaan Inggris dengan perbudakan.
kp/hp (AFP, Reuters, AP)
Inilah Negara Sarang Perbudakan
Jutaan manusia ada dalam perbudakan modern dunia. Sebagian negara bahkan ikut memetik keuntungan dari praktik keji tersebut. Indonesia masuk dalam daftar sepuluh besar Indeks Perbudakan Global edisi 2018.
Foto: picture-alliance/e70/ZUMA Press
1. India
Sekitar 270 juta penduduk India masih hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Indeks Perbudakan Global, negeri raksasa di Asia Selatan itu saat ini masih mencatat jumlah pekerja paksa sebanyak 18.354.700 orang. Sebagian besar bekerja di sektor informal. Sementara sisanya berprofesi prostitusi atau pengemis.
Foto: picture alliance/Photoshot
2. Cina
Maraknya migrasi internal kaum buruh menjadikan Cina lahan empuk buat perdagangan manusia. Pemerintah di Beijing sendiri mengakui hingga 1,5 juta bocah dipaksa mengemis, kebanyakan diculik. Saat ini lebih dari 70 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Indeks Perbudakan Global, Cina masih memiliki sekitar 3.864.000 budak.
Foto: Reuters
3. Pakistan
Sebanyak 3.186.000 penduduk Pakistan bekerja sebagai budak di pabrik-pabrik dan lokalisasi. Angka perbudakan tertinggi tercatat di dua provinsi, Sindh dan Punjab. Sejumlah kasus bahkan mengindikasikan orangtua di sejumlah wilayah di Pakistan terbiasa menjual putrinya untuk dijadikan pembantu rumah tangga, pelacur, nikah paksa atau sebagai bayaran untuk menyelesaikan perseteruan dengan suku lain.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/GettyImages
4. Korea Utara
Berbeda dengan negara lain, sebanyak 2.640.000 budak di Korea Utara bukan bekerja di sektor swasta, melainkan untuk pemerintah. Eksploitasi buruh oleh pemerintah Pyongyang sudah lama menjadi masalah. Saat ini sebanyak 50.000 buruh Korut dikirim ke luar negeri oleh pemerintah untuk bekerja dengan upah minim. Program tersebut mendatangkan lebih dari 2 miliar Dollar AS ke kas negara.
Foto: picture alliance/AP Photo/D. Guttenfelder
5. Nigeria
Tidak sedikit perempuan Nigeria yang dijual ke Eropa untuk bekerja sebagai prostitusi. Namun sebagian besar buruh paksa mendarat di sektor informal di dalam negeri. Tercatat sebanyak 1.386.000 penduduk Nigeria bekerja di bawah paksaan.
Foto: UNICEF/NYHQ2010-1152/Asselin
6. Iran
Sebanyak 1.289.000 populasi di Iran terjebak perbudakan. Perdagangan perempuan dan gadis muda dari Iran untuk perbudakan modern, khususnya ke negara-negara Arab di Teluk Persia, adalah praktik umum di sana. Misogini dan korupsi yang merajalela menjadi faktor utama pendorong kenaikan angka perbudakan di Iran.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Taherkenareh
7. Indonesia
Menurut catatan Walk Free Foundation, kebanyakan buruh paksa di Indonesia bekerja di sektor perikanan dan konstruksi. Paksaan juga dialami tenaga kerja Indonesia di luar negeri seperti di Arab Saudi atau Malaysia. Secara umum Indonesia berada di urutan kesepuluh dalam daftar negara sarang perbudakan dengan jumlah 1.220.000 buruh paksa.
Foto: Getty Images
8. Republik Demokratik Kongo
Serupa dengan negara-negara Afrika Sub Sahara lain, Republik Demokratik Kongo mencatat angka tertinggi dalam kasus perbudakan anak. Sebagian besar bekerja di sektor informal, prostitusi atau bahkan dijadikan tentara. Jumlah budak di RD Kongo mencapai 1.045.000 orang.
Foto: AFP/Getty Images
9. Rusia
Pasar tenaga kerja Rusia yang mengalami booming sejak beberapa tahun silam banyak menyerap tenaga kerja dari berbagai negara bekas Uni Sovyet seperti Ukraina, Uzbekistan, Azerbaijan atau bahkan Korea Utara. Saat ini sebanyak 794.000 buruh paksa bekerja di Rusia. Celakanya langkah pemerintah yang kerap mendiskriminasi buruh dari etnis minoritas justru membantu industri perbudakan.
Foto: picture-alliance/dpa
10. Filipina
Berdasarkan Indeks Perbudakan Global, dikatakan bahwa Filipina memiliki prevalensi perbudakan modern tertinggi ke-12 dengan 784.000 populasinya berkerja dalam perbudakan. Pada tahun 2018, Departemen Kehakiman Filipina menerima sebanyak 600.000 gambar dan video anak-anak Filipina yang menjadi korban perbudakan seks hingga dilecehkan. (rn/kp/hp)