Australia, Selandia Baru Bersiap Hadapi Varian Ganas H5N1
9 Oktober 2024Oseania adalah wilayah terakhir di dunia yang masih bebas dari flu burung H5N1 varian Clade 2.3.4.4b, yang telah membunuh ratusan juta burung dan puluhan ribu mamalia sejak muncul di Asia, Eropa, dan Afrika tahun 2020.
Meskipun wilayah ini agak terlindungi secara geografis – letaknya jauh dari jalur migrasi burung besar seperti angsa yang menyebarkan infeksi – virus ini makin mendekat, karena telah mencapai Indonesia pada tahun 2022 dan Antartika pada tahun lalu.
Para ilmuwan dan pejabat mengatakan ada risiko yang lebih tinggi, khususnya di Australia, Oseania akan kedatangan burung-burung pantai yang lebih kecil yang bermigrasi selama bulan-bulan musim semi di Belahan Bumi Selatan dari September sampai November.
"Ini jelas merupakan ancaman terhadap ekosistem negara kita,” kata Fiona Fraser, Komisaris Spesies Terancam di Kementerian Lingkungan Hidup Australia.
"Banyak spesies kita tidak ditemukan di tempat lain di dunia,” katanya. "Spesies yang rentan mungkin menghadapi kemunduran populasi dalam jangka panjang dan peningkatan risiko kepunahan.”
Varian H5N1 sudah sampai ke Vietnam
Para pejabat khawatir akan adanya kematian massal akibat flu burung. Di Amerika Serikat (AS) saja, lebih dari 100 juta ayam dan kalkun telah mati atau dimusnahkan akibat virus H5N1 ini, menyebabkan kerugian ekonomi sampai USD3 miliar pada akhir tahun lalu, menurut Dewan Hubungan Luar Negeri, sebuah lembaga di lembaga tangki pemikir di AS.
Di Vietnam, puluhan harimau di kebun binatang mati setelah tertular flu burung awal bulan ini. Media pemerintah VNExpress mengutip seorang penjaga kebun binatang yang mengatakan hewan-hewan itu diberi makan ayam mentah yang dibeli dari peternakan di dekatnya. Mayat-mayat harimau kemudian dibakar dan dikuburkan di lokasi.
Selandia Baru mungkin tidak terhindar dari virus ini dalam jangka panjang, kata Mary van Andel, kepala dokter hewan di Kementerian Industri Primer Selandia Baru. "Isolasi geografis telah melindungi kita dari HPAI (flu burung dengan patogenisitas tinggi) di masa lalu, namun kita tidak bisa mengandalkan itu selamanya,” katanya.
Australia dan Selandia Baru telah mengintensifkan persiapan. Australia membentuk satuan tugas di seluruh departemen pemerintah dan menguji kesiapannya pada bulan Agustus dan September dengan serangkaian latihan yang menyimulasikan wabah H5N1 pada satwa liar.
Menuju "masa perang” melawan H5N1
Selandia Baru telah melakukan uji coba vaksin pada lima burung asli yang terancam punah dan mengatakan vaksin tersebut dapat diluncurkan ke lebih banyak spesies.
"Kami sangat paranoid pada kelima spesies tersebut, karena risiko hilangnya populasi perkembangbiakan mereka artinya kita bisa kehilangan spesies tersebut,” kata Kate McInnes, penasihat sains di Departemen Konservasi Selandia Baru.
Australia juga menyiapkan opsi untuk memvaksinasi burung liar terancam yang dipelihara di penangkaran, kata para pejabat. Kedua skema vaksinasi tersebut merupakan satu-satunya skema vaksinasi untuk hewan non-ternak di dunia.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Peternakan meningkatkan langkah-langkah biosekuriti termasuk membatasi kontak antara unggas dan burung liar, memantau pergerakan karyawan, mensterilkan air dan peralatan serta memasang sistem otomatis yang mendeteksi burung liar dan mengusir mereka, kata pejabat industri dari kedua negara.
Selandia Baru belum pernah menghadapi flu burung dengan patogenisitas tinggi. Asosiasi industri unggasnya telah mengadakan perjalanan ke Australia dan Inggris untuk belajar dari peternakan di sana.
"Kami (selama ini) berada di masa damai,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Unggas Selandia Baru Michael Brooks. "Terus terang, sekarang kami berpotensi menuju masa perang.”
"Kami telah belajar banyak dari cara penyakit ini menyebar ke seluruh dunia. Kami telah meningkatkan kesiapsiagaan kami sebaik mungkin," kata Brant Smith, pejabat di Kementerian Pertanian Australia yang mengawasi respons negara itu. "Tetapi setiap benua telah menyaksikan peristiwa kematian satwa liar dalam jumlah besar. Kemungkinan besar kita juga akan melihat hal serupa terjadi di sini.”
hp/yf (Reuters, AP)