Status ‘Dalam Bahaya’ Great Barrier Reef Ditentang Australia
22 Juni 2021
UNESCO berencana mengklasifikasi ulang status Warisan Dunia dari Great Barrier Reef setelah bertahun-tahun mengalami kerusakan. Namun, Australia mengklaim terumbu karang tersebut mendapat pengelolaan terbaik di dunia.
Iklan
Komite Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengusulkan pada Selasa (22/06) agar The Great Barrier Reef, dimasukkan dalam kategori "dalam bahaya” pada daftar Situs Warisan Dunia.
Komite pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan PBB yang berada di bawah naungan UNESCO itu mengatakan bahwa prospek jangka panjang dari ekosistem terumbu karang terbesar di dunia itu telah memburuk, sehingga dibutuhkan tindakan untuk melawan efek perubahan iklim.
Namun Menteri Lingkungan Australia Sussan Ley pun memprotes usulan tersebut dengan menekankan bahwa negaranya telah menghabiskan miliaran dolar dalam upayanya melindungi terumbu karang tersebut.
"Saya setuju bahwa perubahan iklim global adalah salah satu ancaman terbesar bagi terumbu karang ini. Tetapi dalam pandangan kami, memasukkan terumbu karang yang mendapat pengelolaan terbaik di dunia ini dalam daftar ‘dalam bahaya', adalah sebuah kesalahan,” ujarnya dalam sebuah pernyataan.
Ley mengatakan bahwa Australia akan menentang usulan UNESCO tersebut sebelum Komite Warisan Dunia bertemu di Cina pada bulan depan. Menurutnya, usulan tersebut adalah "kebalikan dari jaminan yang sebelumnya diberikan oleh pejabat PBB.”
Usulan UNESCO tuai reaksi beragam
Ley berargumen bahwa keputusan UNESCO itu akan mengirimkan "sinyal buruk” ke negara-negara lain yang upayanya kurang dari Australia dalam melindungi alam mereka.
Iklan
Namun menurut kalangan aktivis lingkungan, status baru terumbu karang ini justru membawa "malu” bagi pemerintah Australia yang mereka tuduh gagal bertindak untuk mencapai nol emisi.
"Rekomendasi dari UNESCO jelas dan tegas menunjukkan bahwa upaya Australia tidak cukup untuk melindungi aset alam terbesar kita, terutama terkait perubahan iklim,” kata kepala kelautan WWF Richard Leck.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison sebelumnya telah berjanji untuk mengurangi emisi "sesegera mungkin.” Namun, ia tidak memberikan tanggal pasti pemenuhan target tersebut. Ekonomi Australia diketahui sangat bergantung pada infrastruktur bertenaga bahan bakar fosil.
Great Barrier Reef Terlalu Hangat bagi Penyu Jantan
Akibat iklim yang tambah panas, penyu hijau di kawasan Great Barrier Reef memiliki sejumlah besar bayi betina, dan hanya sedikit bayi jantan. Ini bisa sebabkan punahnya spesies, jika terus berlanjut.
Foto: Imago/Imagebroker/N. Probst
Hanya penyu hijau betina?
Di koloni penyu hijau terbesar, mayoritas bayi yang lahir betina. Bayi jantan hanya satu persen dari seluruh telur yang menetas di Great Barrier Reef. Para peneliti kini mengkhawatirkan keselamatan spesies.
Foto: picture alliance/dpa/Prisma/R. Mohammed
Terlalu hangat buat yang jantan
Kalau penyu membuahkan telur, tidak jelas apakah nanti yang menetas penyu betina atau jantan. Itu ditentukan suhu lingkungan mereka. Semakin panas suhu pasir, kemungkinan tambah besar, bahwa yang menetas adalah bayi betina. Mulai suhu minimal 29.9° Celsius, tidak ada lagi penyu jantan yang menetas. Akibat pemanasan global, batas ini semakin sering dilampaui.
Foto: Imago/Nature Picture Library/Zankl
Betina atau jantan? Sulit Diterka
Menentukan jenis kelamin penyu tidak mudah. Orang hanya bisa tahu pasti, jika penyu sudah sepenuhnya dewasa, dan untuk itu perlu 20 tahun. Kemungkinan oleh sebab itulah, jumlah betina yang jauh lebih banyak daripada jantan baru terungkap sekarang. Salah satu petunjuk kelamin: penyu jantan punya ekor dan cakar lebih panjang.
Foto: Imago/imagebroker
Jumlah mengkhawatirkan
Kini, peneliti dari AS dan Australia mengembangkan metode untuk menentukan jenis kelamin penyu hijau lewat DNA dan tes darah, ketika penyu masih muda. Yang tidak mereka duga sebelumnya adalah, sekarangpun, 90% penyu hijau di Great Barrier Reef adalah penyu betina.
Foto: Getty Images/M. Kolben
Hubungan seksual jarang terjadi
Jumlah penyu jantan yang jauh lebih sedikit hanya salah satu tantangan bagi kelestarian spesies ini. Masalah lainnya, penyu jantan hanya matang secara seksual pada usia 15. Dan mereka rata-rata hanya berhubungan seksual sekali dalam tiga tahun. Dilihat dari segi evolusi, jumlah betina yang lebih besar bukan hal aneh. Tapi penyu jantan tetap harus eksis.
Foto: Imago/StockTrek Images
200 bayi penyu di satu sarang
Penyu betina selalu kembali ke pantai untuk bertelur. Di pantai Raine Island, yang jadi tempat bertelur terbesar penyu hijau di Pasifik, bisa ditemukan sampai 18.000 binatang di musim bertelur. Setelah telur cukup dihangatkan pasir dan matahari, bayi menetas. Mereka kemudian kembali ke lautan, dan hanya kembali sekali saat akan bertelur.
Foto: Imago/Zuma Press
Surplus jumlah betina di seluruh dunia?
Peneliti menduga, jumlah penyu jantan di seluruh dunia jauh lebih sedikit daripada jumlah betina. Oleh sebab itu, mereka meneliti dampak menghangatnya suhu bungi terhadap spesies ini, di sepanjang pantai Hawaii dan pulau Saipan di Pasifik barat. Bagaimana hasilnya nanti?
Foto: Imago/ZUMA Press
Suhu tinggi yang berbahaya
Hasil penelitian tim pakar dari Australia juga kabar buruk bagi spesies hewan lainnya. Reptil lain, seperti buaya atau kadal, menunjukkan terkena imbas pemanasan global. Tapi efeknya berlawanan. Semakin tinggi suhu, semakin banyak bayi buaya jantan yang menetas. Penulis: Helene Märzhäuser (ml/ap)
Foto: Imago/OceanPhoto
8 foto1 | 8
Nilai ekonomi dari sebuah keajaiban alam
Memiliki panjang 2.300 kilo meter, Great Barrier Reef, adalah ekosistem terumbu karang terbesar di dunia. Ekosistem unik tersebut berhasil menarik banyak wisatawan setiap tahunnya. Di masa normal, nilainya untuk industri pariwisata diperkirakan mencapai $4,8 miliar per tahun (setara dengan Rp 69,2 triliun). Dan ribuan pekerjaan juga bergantung pada keberadaan terumbu karang tersebut.
Badan pemerintah Australia yang mengelola Great Barrier Reef (GBRMPA) sebelumnya menurunkan prospek jangka panjang dari kelangsungan hidup terumbu karang ini menjadi "sangat buruk”.
Hal itu dilakukan setelah kenaikan suhu ekstrem menyebabkan karang kehilangan ganggang yang sejatinya memberikan warna pada karang pada tahun 2016 dan 2017. Peristiwa pemutihan atau yang dikenal dengan bleaching itu terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya.