Badan Ilmiah Perubahan Iklim IPCC Desak Tindakan Konkrit
Ruby Russel
8 Oktober 2018
Badan Internasional tentang Perubahan Iklim IPCC mengatakan, dunia masih bisa bertahan di bawah 1,5 derajat pemanasan. Sedangkan pemanasan 2 derajat punya implikasi serius.
Iklan
Badan PBB Panel Internasional tentang Perubahan Iklim IPCC merilis laporan terbarunya dan menggambarkan skenario kondisi Bumi jika suhu naik 1,5 derajat Celcius (1,5 ºC) dan 2 derajat Celcius (2 ºC). IPCC mendesak kalangan politisi untuk menjaga agar suhu global tidak meningkat lebih tinggi.
Perjanjian Paris 2015 tentang perubahan iklim berkomitmen menjaga pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius, sekalipun para ilmuwan mengusulkan batas 1,5 ºC. Menurut laporan IPCC yang dirilis Senin pagi (8/10), perbedaan setengah derajat Celcius itu berpotensi mencegah ratusan juta orang dari kemiskinan.
Pada pemanasan global 1,5 C, kawasan es abadi Arktik setiap 100 tahun akan mengalami musim panas sehingga semua es dapat meleleh. Pada pemanasan 2 ºC, resiko itu meningkat menjadi satu kali setiap sepuluh tahun.
Di bawah skenario 2 ºC, kenaikan permukaan laut diperkirakan 10 cm lebih tinggi daripada di bawah skenario 1,5 ºC. Perubahan iklim yang disebabkan manusia telah mengakibatkan pemanasan global sekitar 1 derajat Celcius. IPCC menekankan bahwa konsekuensi pemanasan global itu terlihat khususnya dalam bentuk cuaca ekstrem.
Belum lagi konsekuensinya untuk lingkungan hidup. Selama beberapa tahun terakhir, pemanasan global telah menghancurkan ekosistem terkaya di samudera, dengan peristiwa pemutihan di seluruh daerah tropis. Pada 1,5 ºC, laporan IPCC mengatakan dunia akan kehilangan antara 70 hingga 90 persen terumbu karangnya. Pada pemanasan 2 ºC terumbu karang hampir musnah - setidaknya 99 persen akan menghilang.
Saatnya beradaptasi
"Bahkan pada 1,5 ºC pemanasan global, orang-orang termiskin di Bumi Selatan akan sangat terpengaruh. Kenaikan permukaan laut dan matinya terumbu karang memiliki dampak besar pada ketahanan pangan," kata Sabine Minninger dari organisasi bantuan Jerman "Brot für die Welt" kepada DW.
Minninger telah melihat langsung dampak perubahan iklim di beberapa tempat yang paling rentan, termasuk di negara-negara kepulauan seperti Fiji dan Tuvalu, di mana masyarakat terpaksa mengambil tindakan drastis - memperkuat garis pantai, mengubah cara bercocok tanam dan bahkan merelokasi seluruh desa.
Laporan IPCC menekankan bahwa sementara pemanasan global sebesar 1,5 ºC akan tetap menimbulkan resiko besar, terutama bagi penduduk termiskin dunia, mereka masih memiliki kesempatan beradaptasi yang jauh lebih baik daripada di bawah pemanasan 2 ºC.
"Perbedaan setengah derajat ini akan membuat perbedaan besar, apakah orang dapat mempertahankan rumah mereka atau tidak. Apakah mereka kehilangan mata pencaharian, hak tanah mereka, rumah mereka, identitas mereka, budaya mereka - atau tidak," kata Minninger.
Seruan untuk bertindak
Saat ini, dengan komitmen yang dibuat oleh negara-negara di bawah Perjanjian Paris, suhu global bisa meningkat sampai 3 derajat Celcius.
Laporan itu mengatakan, untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat, perlu ada pemotong emisi global sampai 45 persen pada tahun 2030 (dibandingkan dengan tingkat emisi 2010), dan emisi harus ditekan ke nol pada tahun 2050.
Para ilmuwan IPCC mendesak para penanggung jawab kebijakan untuk melakukan lebih banyak hal dalam perlindungan iklim untuk mencapai batas 1,5 ºC. "Membatasi pemanasan global menjadi 1,5 ºC akan membutuhkan perubahan yang cepat, luas dan belum pernah terjadi sebelumnya di semua aspek masyarakat," kata IPCC.
Laporan ini juga merinci perubahan yang diperlukan dalam produksi energi, penggunaan lahan, bangunan, transportasi, industri, dan kota, serta cara manusia dalam memproduksi dan mengonsumsi makanan. (hp/ts)
10 Kota Dengan Jejak Karbon Tertinggi Di Dunia
Kota-kota menyumbangkan sebagian besar emisi karbon global. 100 pusat perkotaan membentuk 18 persen emisi di seluruh dunia. Inilah 10 kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
10. Riyadh, Arab Saudi
Kota terbesar di Arab Saudi ini adalah juga kota paling tercemar, terutama karena aktivitas industrinya. Para peneliti menemukan bahwa kota berpenduduk padat menyumbang sebagian besar emisi total di sebuah negara. Area kota besar menghabiskan lebih dari 70 persen total energi dunia - yang berarti bahwa kota-kota metropolitan punya pengaruh besar mengubah situasi iklim global.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Schreiber
9. Tokyo, Jepang
Hanya sekitar 2 persen mobil baru yang dijual di Tokyo ramah lingkungan. Daerah perkotaan Tokyo-Yokohama, dengan populasi urban terbesar dunia, memancarkan CO2 dalam jumlah besar setiap tahun - 62 juta ton untuk Tokyo saja. Tetapi Deklarasi Tokyo baru-baru ini memberi harapan: 22 metropolitan telah berkomitmen untuk mengatasi polusi udara dan mempromosikan kendaraan nol-emisi.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Tödt
8. Chicago, Amerika Serikat
Inilah kota ketiga terpadat di AS, dan memiliki jejak karbon terbesar ketiga. Polusi di wilayah metropolitan Chicago meningkat secara signifikan antara 2014 dan 2016, menurut sebuah studi dari American Lung Association. Chicago juga digolongkan sebagai kota terkotor ketiga di AS. Lalu kota manakah yang kedua lainnya?
Foto: picture-alliance/AA/B. S. Sasmaz
7. Singapura
Banyak industri di Singapura masih terbelakang, menurut besarnya emisi emisi CO2. Sektor manufaktur akan mencapai 60 persen dari seluruh emisi kota ini pada tahun 2020. Tetapi pemerintah Singapura telah menyadari bahwa inilah saatnya untuk bertindak, dan menyatakan 2018 sebagai tahun aksi iklim. Singapura juga mengumumkan pajak karbon atas fasilitas-fasilitas yang sangat polutif.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
6. Shanghai, Cina
Tidak mengherankan kalau Shanghai masuk peringkat 10 besar, karena kota ini termasuk kota terpadat dunia. Kemacetan telah menyebabkan masalah lingkungan yang serius, termasuk polusi udara dan air. Seperti di banyak kota Cina lainnya, pembangkit listrik dan lalu lintas adalah penyebab utama emisi karbonnya.
Foto: picture-alliance/Imaginechina/Z. Yang
5. Los Angeles, Amerika Serikat
Kualitas udara di kota ini digolongkan sebagai yang terburuk di AS. Tapi Negara Bagian California telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 40 persen pada 2030. Terutama dengan menggunakan energi bersih dan mendukung mobil listrik atau hibrida. Gubernur California Jerry Brown telah mengambil peran utama dalam perang melawan perubahan iklim.
Foto: picture-alliance/Bildagentur-online/Rossi
4. Hong Kong, Cina
Wilayah otonomi khusus Cina ini berpenduduk padat. Ribuan kendaraan setiap hari memenuhi jalan. Selain itu, pembangkit listrik tenaga batu bara dan industri memuntahkan asap dan mencemari udara. Menurut Departemen Perlindungan Lingkungan, sektor pengiriman kargo juga bertanggung jawab sampai 50 persen dari emisi karbon Hongkong.
Foto: picture alliance/dpa/L. Xiaoyang
3. New York, Amerika Serikat
Kota terpadat di AS ini menempati ranking ketiga dalam peringkat kota dengan jejak karbon tertinggi dunia. Tapi Los Angeles bekerja keras untuk mengurangi emisinya. Pada bulan Januari, pemerintah kota menggugat lima perusahaan minyak terbesar dunia - BP, Chevron, ConocoPhillips, ExxonMobil, dan Royal Dutch Shell - karena kontribusi mereka terhadap perubahan iklim dan dampaknya terhadap kota.
Foto: picture-alliance/Sergi Reboredo
2. Guangzhou, Cina
Di kota terpadat ketiga di Cina ini, pabrik dan kendaraan terus menerus mengeluarkan emisi berbahaya. Smog menjadi pemandangan sehari-hari. Tapi Guangzhou telah berkomitmen untuk mengganti seluruh armada bus dan taksi berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik murni sampai tahun 2020. Langkah itu diambil setelah kampanye besar-besaran oleh kelompok-kelompok lingkungan seperti Greenpeace.
Foto: CC/Karl Fjellstorm, itdp-china
1. Seoul, Korea Selatan
Seoul adalah kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi di dunia. Polusi udara jadi masalah lingkungan dan kesehatan terbesar: Lebih 30.000 ton polutan berbahaya dikeluarkan ke udara hanya dari 10 pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam beberapa tahun terakhir, kota ini telah menghentikan operasi pembangkit listrik ini untuk mengatasi masalah tersebut. (hp/vlz)