Ingin Cegah AIDS, Depok Gunakan Pendekatan Homofobia
21 Februari 2018
Pemerintah kota Depok berniat "membina" komunitas LGBT agar tidak lagi berperilaku seksual menyimpang dan memberikan penyuluhan bagaimana orangtua mencegah munculnya tendensi LGBT pada anak-anak sejak dini.
Iklan
Ada banyak cara mencegah penularan HIV/AIDS. Namun buat Ketua Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Kota Depok Wulandari Eka Sari, penyakit mematikan itu hanya bisa dicegah dengan memberangus perilaku seksual 'menyimpang' ala kaum LGBT.
"Kasus perzinahan dan LGBT merupakan bagian dari permasalahan di balik puncak gunung es tersebut," ucapnya seperti dikutip Kompas, Selasa (22/2). Pernyataan Wulandari disampaikan ketika Komisi Penanggulangan AIDS di Depok memublikasikan data pengidap AIDS yang berjumlah 988 orang pada 2017, sementara 353 di antaranya berasal dari komunitas Gay, Transgender dan Lesbian.
Seakan gayung bersambut, pemerintah kota Depok membentuk tim khusus untuk "membina" komunitas LGBT. "Kami sudah buat tim terpadu penanganan LGBT. Kami berkolaborasi dengan kepolisian dan ormas untuk melakukan pembinaan terhadap LGBT," kata Walikota Depok Muhammad Idris kepada Kompas, Senin (19/2) silam.
Idris tidak merinci bagaimana konsep pembinaan yang disiapkan pemerintah kota Depok. Namun jika menyimak rekam jejak kota yang oleh Setara Institute digolongkan salah satu paling intoleran tersebut, rencana Muhammad Idris bisa berarti petaka buat kaum minoritas seksual.
Kutukan menimpa Kasensero di Uganda ketika wabah AIDS pertama di dunia merebak di desa itu. Hingga kini sepertiga penduduk masih mengidap AIDS. Desa inipun menjadi pusat penelitian AIDS di dunia
Foto: DW/S. Schlindwein
Kutukan Desa Nelayan Kasensero
Kasensero adalah desa kecil dan miskin di tepi danau Viktoria, Uganda Barat. Ia berada di dekat perbatasan Tanzania. 1982 silam desa ini menuai sorotan dunia. Cuma dalam beberapa hari ratusan penduduk meninggal dunia setelah mengidap penyakit misterius. Kasus yang melibatkan virus HIV sebenarnya sudah muncul di AS, Tanzania dan Kongo. Namun belum pernah sebelumnya AIDS mewabah.
Foto: DW/S. Schlindwein
Penyakit Misterius Renggut Ratusan Nyawa
Kasensero 1982: Thomas Migeero adalah korban pertama. Awalnya ia kehilangan nafsu makan, lalu rambutnya rontok. Bobot tubuhnya pun menyusut drastis, kenang saudaranya Eddy. "Sesuatu merusaknya dari dalam." Ayah Migeero menolak menyentuh peti matinya saat penguburan. Penduduk percaya Thomas Migeero dikutuk. Sementara Eddie Migeero yang kini bekerja untuk LSM AIDS tahu saudaranya tewas karena AIDS
Foto: DW/S. Schlindwein
Kasensero setelah AIDS
Ketika AIDS mulai mewabah dan merenggut nyawa ratusan orang cuma dalam beberapa pekan, penduduk berbondong-bondong melarikan diri. Puluhan keluarga meninggalkan lahan pertanian dan hewan ternak begitu saja. Hingga kini Kasensero terkesan seperti desa mati. Cuma penduduk miskin yang masih bertahan.
Foto: DW/S. Schlindwein
Maut dari Perbatasan dan Prostitusi
Kemungkinan besar virus HIV merambah Kasensero melalui East-African-Highway. Umumnya supir truk menginap di perbatasan Kasensero, mabuk dan memesan jasa prostitusi, seperti perempuan berbusana merah yang tidak ingin disebut namanya ini. Para lelaki itu membayar empat kali lipat agar diperbolehkan tidak mengenakan kondom. Wanita 30 tahun ini tidak peduli. Ia pun mengidap HIV AIDS.
Foto: DW/S. Schlindwein
Keseharian dalam Bayangan AIDS
Joshua Katumba positif mengidap AIDS. Pemuda 23 tahun ini setiap hari mempertaruhkan nyawanya buat mencari duit. Kebanyakan ia habiskan untuk alkohol. Katumba belum pernah bersekolah. Ia tidak bisa membaca atau menulis. Katumba, seperti sepertiga penduduk Kasensero, tidak memiliki prespektif juga lantaran AIDS - jumlah terbanyak di seluruh dunia.
Foto: DW/S. Schlindwein
Obat-obatan Gratis, Rumah Sakit Kewalahan
Presiden Yoweri Museveni adalah presiden pertama Afrika yang mengakui AIDS sebagai penyakit. Sejak saat itu Uganda menjadi contoh penanggulangan AIDS. Peneliti berdatangan ke Rakai. Duit bantuan dikucurkan. Di rumah sakit daerah mengantri penderita AIDS untuk mendapat obat-obatan gratis.
Foto: DW/S. Schlindwein
Kehidupan Normal Berkat Obat Antiretroviral
Judith Nakato sejak lima tahun menderita AIDS. Menurutnya, ia terjangkit penyakit mematikan tersebut ketika diperkosa dan kemudian hamil. Setelah melahirkan ia mendapat kepastian dari tim dokter. Beruntung Nakato tidak mewariskan AIDS kepada anaknya. Setiap hari ia meminum obat antiretroviral.
Foto: DW/S. Schlindwein
Obat-obatan Gratis di Uganda
Dulu Judith Nakato bahkan tidak mampu berdiri. Namun sejak mengkonsumsi obat-obatan antiretroviral, ia bisa kembali bekerja. Obat yang disebut ARV itu meredam virus AIDS did alam tubuh pengidapnya. Dibayar oleh Dana AIDS Global, obat-obatan tersebut dibagikan secara gratis di Uganda, kendati sering mengalami kelangkaan. Nakato misalnya harus berjalan ratusan kilometer untuk mendapat obat ARV.
Foto: DW/S. Schlindwein
Contoh Penanggulangan AIDS?
Uganda dianggap sebagai negara panutan dalam hal penanggulangan AIDS. Miliaran US Dollar disumbangkan untuk negeri tersebut. Awalnya Uganda berhasil mengurangi penyebaran AIDS hingga 70 persen. 1990-an pengidap AIDS di Uganda turun menjadi 6,4 persen tahun 2005. Namun sejak sepuluh tahun silam penyebaran AIDS kembali marak. 2013 jumlahnya mencapai 7,3 persen.
Foto: DW/S. Schlindwein
Kasensero, Laboraturium Terbuka buat Pakar Virologi
Selama bertahun-tahun Kasensero menjadi Mekkah buat pakar Virologi dari seluruh dunia. Pada setiap penduduk mereka melakukan studi jangka panjang. Penelitian semacam itu pertama kali digelar 1996. Sejak saat itu Kasensero menjadi laboraturium percobaan untuk penelitian AIDS di seluruh dunia. Hasil studi terbaru: risiko infeksi AIDS pada pria yang disunat 70 persen lebih rendah.
Foto: DW/S. Schlindwein
Obat-obatan Melangka, Pasien Meregang Nyawa
Tubuh Olive Hasal mengering hingga tulang. Ibu 50 tahun ini bernafas ala kadarnya. Kulit di sekitar matanya menghitam. Satu buah tablet dibungkusnya rapih di dalam kain, "ini adalah yang terakhir," katanya. Hasal menyaksikan suami dan kedua anaknya meninggal dunia karena AIDS. Jika tidak ada yang mengambilkan obat dari kota terdekat berjarak 140 kilometer, hidup Hasal tinggal menghitung hari.
Foto: DW/S. Schlindwein
11 foto1 | 11
Padahal penelitian yang dilakukan Centers for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat 2014 silam membuktikan diskriminasi dan persekusi terhadap komunitas LGBT semakin memperparah angka penyebaran penyakit HIV/AIDS.
Karena khawatir didiskriminasi, kehilangan pekerjaan atau terusir dari kampung sendiri, kebanyakan menolak mengikuti program penanggulangan AIDS yang disediakan pemerintah lantaran takut diketahui publik.
Sebuah acara penyuluhan buat mencegah penyakit menular seksual yang digelar komunitas LGBT di Kemang, Jakarta Selatan, 2015 silam misalnya terpaksa dibubarkan setelah mendapat ancaman dari kepolisian dan organisasi kemasyarakatan lantaran pertemuan tersebut diisukan bersifat mesum.
Diskriminasi di pasar tenaga kerja dan lingkungan sosial juga memaksa sebagian anggota LGBT bekerja sebagai penjaja layanan seksual yang menempatkan mereka dalam risiko berganda terinveksi virus HIV/AIDS.
Aktivis LGBT Hartoyo menilai sikap homofobia terhadap komunitas LGBT justru memperparah situasi. “Nanti dampaknya upaya penanggulangan AIDS juga susah. Diskusi-diskusi jadi tertutup, tidak boleh dipublikasi,” ujarnya seperti dikutip Benarnews.
Namun buat pemerintah kota Depok memerangi AIDS harus diawali dengan mencegah munculnya perilaku LGBT. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Depok bahkan melakukan sosialisasi tentang bagaimana orangtua bisa mengubah pola asuh untuk mencegah timbulnya perilaku seksual menyimpang pada anak-anak.
HIV: 10 Fakta Virus Mematikan
HIV/AIDS mungkin tidak lagi terdengar mengerikan seperti 20 tahun lalu, namun setiap tahun ada sejuta orang lebih yang terinfeksi. Fakta apa saja yang perlu diketahui mengenai penyakit mematikan ini?
Foto: Fotolia/Sebastian Duda
Kehidupan Sehari-hari
Lebih dari 35 juta warga dunia positif HIV - sepertiga diantaranya hidup di Afrika Sub-Sahara. Di Afrika Selatan, negara yang paling parah terjangkit HIV, satu dari enam orang mengidap HIV. HIV bisa dibilang keseharian hidup di Afrika Selatan, sampai-sampai acara anak-anak 'Sesame Street' versi Afrika Selatan memiliki boneka kuning yang positif HIV, Kami.
Foto: picture-alliance/dpa
Lelaki Lebih Berbahaya
Pada hubungan seks antar heteroseksual, HIV lebih mudah ditularkan dari lelaki ke perempuan ketimbang perempuan ke laki-laki. Namun apabila seorang lelaki sudah disunat, risiko penularan ke perempuan berkurang hingga 60 persen.
Foto: imago/CHROMORANGE
Penyakit Seumur Hidup
HIV dan AIDS tidak dapat disembuhkan, meski dapat dikontrol. Obat-obatan antiretroviral mencegah virus berlipat ganda di dalam tubuh penderita. Terapi antiretroviral mencakup tiga atau lebih obat yang harus diminum pasien selama hidupnya. Perawatan semacam ini dapat mengurangi laju kematian dari HIV sebesar 80 persen.
Foto: picture alliance/dpa
Mengurangi Harapan Hidup
Penyebaran HIV setelah tahun 1990 menyebabkan tingkat harapan hidup di banyak negara turun secara dramatis - kebanyakan di Afrika. Lalu pengenalan obat-obatan antiretroviral kembali menaikkan harapan hidup: di Afrika Selatan, contohnya, rata-rata tingkat harapan hidup naik dari 54 tahun pada 2005 menjadi 60 pada tahun 2011.
Foto: AFP/Getty Images
Pengobatan Terbatas
Karena perusahaan farmasi memegang paten yang mencegah produksi obat versi generik, obat-obatan HIV tergolong mahal - sebuah terapi biayanya ribuan Dolar per bulan. Ini pun menghambat pengobatan pada skala besar di negara-negara Afrika, dan trennya berlanjut: Badan Kesehatan Dunia WHO memperkirakan 19 juta pengidap HIV tidak mempunyai akses terhadap obat-obatan.
Foto: AP
Masih Tahap Uji Coba
Tidak ada vaksin yang 100 persen efektif melawan HIV, dan baru ada sedikit studi klinik untuk vaksinasi pada manusia. Satu vaksin yang diujicoba di Thailand hingga tahun 2009 tampak mengurangi risiko terinfeksi HIV hingga 31 persen.
Foto: AP
Terlalu Beragam
Satu faktor yang menyulitkan pengembangan vaksin adalah begitu cepatnya HIV bermutasi, termasuk di dalam tubuh pasien. Ada terlalu banyak variasi patogen HIV - meski hanya dua variasi yang menjadi penyebab utama melemahnya sistem kekebalan tubuh dan mengakibatkan sakit.
Foto: picture-alliance/dpa
Masa Inkubasi Lama
Butuh enam minggu bagi seseorang yang terjangkit untuk mengembangkan antibodi, dan tes HIV tidak efektif pada periode ini. Mereka yang terinfeksi juga mengalami yang disebut infeksi HIV awal, yang gejalanya mirip flu. Beberapa pekan setelah terinfeksi, sistem imunitas untuk pertama kalinya mulai bereaksi terhadap virus.
Foto: picture-alliance/dpa
Rentan Penyakit Lain
Campuran mematikan: HIV dan tuberkulosis. Orang yang positif HIV mengidap risiko 20 kali lebih besar untuk terjangkit bakteri penyebab tuberkulosis. Di Afrika, tuberkulosis adalah penyebab kematian nomor satu di antara penderita HIV.
Foto: Alexander Joe/AFP/Getty Images
Ramuan Tersendiri
Kebijakan Afrika Selatan untuk menangani HIV mengejutkan dunia untuk waktu yang cukup lama. Tahun 2008, menteri kesehatan di bawah pemerintahan Presiden Thabo Mbeki menganjurkan bawang putih, ubi bit merah dan minyak zaitun untuk mengobati infeksi. Obat-obatan antiretroviral ditolak. Untungnya masa-masa itu sudah berlalu.