Bagaimana Israel Memperjuangkan Visa Indonesia dan Gagal
31 Mei 2018
Larangan kunjungan ke Israel buat warga negara Indonesia memperpanjang paceklik diplomasi antara kedua negara. Padahal sejak 2016 Jakarta dan Tel Aviv terlibat dalam perundingan rahasia seputar visa wisata dan bisnis.
Iklan
Pada akhirnya Israel tidak punya pilihan selain membalas larangan masuk bagi warga negaranya ke Indonesia dengan mengambil langkah serupa, klaim Kementerian Luar Negeri di Tel Aviv. Mulai 9 Juni jemaah Umrah asal Indonesia tidak lagi bisa berkunjung ke Baitul Maqdis atau tempat-tempat bersejarah lain di Israel.
"Kami berupaya mengubah kebijakan Indonesia, tapi langkah yang kami lakukan gagal, hal itu mendorong kami melakukan tindakan balasan," kata Jurubicara Kementerian Luar Negeri Emmanuel Nahshon seperti dilansir Middle East Monitor, Kamis (31/5).
Ia merujuk pada larangan masuk bagi warga negara Israel yang diterbitkan Indonesia pasca pembantaian puluhan demonstran Palestina pertengahan Mei lalu.
Keputusan tersebut sekaligus mengakhiri petualangan diplomasi antara kedua negara. Sejak 2016 Israel dan Indonesia terlibat dalam perundingan rahasia "untuk meningkatkan hubungan diplomatik" dengan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, kata Wakil Menteri Luar Negeri Tzipi Hotolevy kala itu kepada harian Haaretz. "Direktur Departemen Asia juga sudah berkunjung ke ibukota Jakarta," imbuhnya.
Seberapa penting perundingan diplomatik dengan Indonesia buat Israel terlihat dari undangan kepada media-media di Indonesia untuk bertatap muka dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Tujuh Dekade Israel: Perayaan yang Kontroversial
"Israel kaya akan berbagai budaya. Bersamaan dengan itu, negara ini dilanda masalah sosial dan politik," kata Corinna Kern. Lihat peringatan 70 tahun Israel melalui lensa fotografer yang bekerja di Tel Aviv ini.
Foto: DW/C. Kern
Perayaan besar: Mandi dalam gelembung sabun
Ketika menginjak usia 70 tahun, semua warga Israel bersama-sama merayakannya. Perayaan berlangsung, seperti di sini di Rabin Square, Tel Aviv, akan mencapai puncaknya di pesta pantai besar-besaran. 14 Mei 1948, David Ben-Gurion, perdana menteri pertama Israel, mengumumkan kemerdekaan Israel di Tel Aviv.
Foto: DW/C. Kern
Kembang api menandai perayaan di seluruh negeri
Sesuai dengan kalender Ibrani, perayaan Hari Kemerdekaan Israel tahun 2018 dimulai pada tanggal 18 April. Perayaan ulang tahun itu, bagaimanapun, telah dibayangi oleh ketegangan di perbatasan utara Israel, dan kekerasan baru serta protes di Gaza.
Foto: DW/C. Kern
Status kultus: 'Bapak Israel'
Di Tel Aviv, perdana menteri pertama Israel, David Ben-Gurion, selalu "membayangi." Patung ini menunjukkan dia melakukan aksi berdiri di atas tangan. Di lokasi dengan pose yang sama ketika dia difoto oleh fotografer Paul Goldman pada tahun 1957.
Foto: DW/C. Kern
Tel Aviv: Sebuah metropolis modern
Tel Aviv adalah kota Ibrani modern pertama. Garis langitnya kontras dengan rumah-rumah tua di Neve Tzedek. Pada tahun 1887, jauh sebelum deklarasi kemerdekaan Israel, kawasan itu adalah lingkungan Yahudi pertama yang dibangun di luar kota tua Jaffa.
Foto: DW/C. Kern
Neve Tzedek: Di mana hipster bertemu
70 tahun setelah pendirian Israel, Neve Tzedek adalah salah satu tempat paling keren di kota - lingkungan yang trendi berpadu dengan budaya Yahudi lama. Sementara kaum muda Israel dan turis berduyun-duyun ke bar, kafe, dan toko, sisi historis Israel selalu hadir.
Foto: DW/C. Kern
Waktupun berubah: Generasi pertama
Zion Howav dua tahun lebih tua dari usia Israel. Dia telah tinggal di Neve Tzedek sejak dia muda. "Lima puluh hingga 60 tahun yang lalu Anda tidak akan melihat orang-orang di jalanan pada hari Jumat sore, mereka semua akan pergi ke sinagoga," kata pria berusia 72 tahun itu.
Foto: DW/C. Kern
Kebijakan pemukiman Israel
Sejak Israel menandai pendiriannya, perselisihan atas permukiman Tepi Barat selalu membayangi. Maaleh Adumim, yang dikelilingi oleh Gurun Yudea, adalah salah satu yang jadi masalah. Bagi hak politik Israel, inilah salah satu prestasi utama negara. Bagi kaum kiri, mereka sangat merusak reputasi internasional Israel.
Foto: DW/C. Kern
Bangga dengan prestasi negaranya
Neri Ureli, 60 tahun usianya, tinggal di Maaleh Adumim. "Israel adalah negara yang telah melakukan begitu banyak hal dalam 70 tahun. Saya bangga karena [itu mulanya] dari nol. Untuk membangun di gurun juga sesuatu yang bersifat ideologis, bukan dalam arti politik, namun mengambil tanah yang tidak memiliki apa pun di atasnya dan menciptakan sesuatu dari ketiadaan."
Foto: DW/C. Kern
Seni ideologis Maaleh Adumim
Theodor Herzl, sering disebut sebagai "bapak spiritual Negara Yahudi," menghiasi dinding ini di Maaleh Adumim. Kota, rumah bagi 40.000 orang ini, adalah salah satu permukiman Israel terdekat ke Yerusalem di Tepi Barat yang diduduki. Tahun lalu, pemerintah mengumumkan rencana untuk memperluas kota.
Foto: DW/C. Kern
Kota dalam perselisihan
Sejak pemerintah Israel mengintensifkan kebijakan permukimannya, Maaleh Adumim telah menjadi titik konflik antara Palestina dan Israel. Ada rencana untuk menjadikannya salah satu pemukiman pertama yang secara resmi dianeksasi Israel, sehingga menyebabkan seluruh proses perdamaian Timur Tengah terancam. (Penulis Corinna Kern, ap/ml)
Foto: DW/C. Kern
10 foto1 | 10
"Waktunya sudah tiba untuk membangun hubungan resmi antara Indonesia dan Israel," ujarnya seperti dikutip dalam situs Kementerian Luar Negeri. "Alasan yang menghalangi hal ini sudah tidak lagi relevan dan saya harap kunjungan anda sekalian bisa membantu," katanya kepada para redaktur senior yang hadir.
Ironisnya media pula yang kemudian membocorkan hasil perundingan kedua negara. Awal Mei silam Haaretz melaporkan pemerintah Indonesia sudah menyetujui visa kunjungan wisata buat warga Israel. Laporan tersebut lalu diangkat media-media di tanah air. Kementerian Luar Negeri di Jakarta pun buru-buru mengeluarkan bantahan.
Namun bukan kebocoran jalannya perundingan yang mengakhiri pembicaraan, melainkan insiden di perbatasan Gaza yang menewaskan lebih dari 60 penduduk Palestina. Sebagai reaksi Indonesia menerbitkan larangan masuk bagi warga negara Israel yang kemudian dibalas oleh pemerintah di Tel Aviv.
Menanggapi hal tersebut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengaku akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. ""Prinsip adalah setiap negara memiliki kewenangan untuk memberikan visa untuk menolak visa, menunda visa. Itu adalah hak dari setiap negara," ujarnya seperti dikutip dari Detik.com.
Foto Kontras Duka dan Tawa Antara Gaza dan Israel
Ketika Israel merayakan 70 tahun kemerdekaan dan pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem, penduduk di Jalur Gaza menghadapi kematian di ujung laras senapan.
Foto: Reuters/M. Salem
Amarah Menjelang Nakba
Sebanyak 60 demonstran tewas saat mengikuti aksi protes terhadap pembukaan kedutaan besar Amerika Serikat di Yerusalem. Penduduk di Jalur Gaza menyantroni perbatasan untuk menolak kebijakan Presiden Donald Trump yang mengubur klaim Palestina atas Yerusalem. Pemindahan tersebut bertepatan dengan peringatan 70 tahun pendirian negara Israel yang sekaligus menandakan hari pengusiran buat Palestina
Foto: Reuters/I. Abu Mustafa
Goretan Trump di Yerusalem
Ketika korban pertama di Jalur Gaza mulai berjatuhan, penasehat senior Gedung Putih Ivanka Trump dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin meresmikan gedung baru kedutaan AS di Yerusalem. Acara yang dihadiri oleh pejabat tinggi Israel dan sejumlah negara lain itu berlangsung hangat dan meriah.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Termakan Jebakan Hamas?
Israel menuding organisasi teror Hamas sengaja menjebak warga untuk mendorong bentrokan yang menelan korban jiwa. Di antara korban tewas terdapat seorang bocah perempuan meregang nyawa usai terpapar gas air mata. Bentrokan di perbatasan menyisakan lebih dari 2.700 korban luka. Organisasi Palang Merah mengkhawatirkan kapasitas rumah sakit di Gaza tidak mencukupi.
Foto: Reuters/M. Salem
Pesta dan Elegi Seputar Yerusalem
Ketika warga Palestina meratapi Yerusalem, kelompok geng kendaraan bermotor di Israel merayakan pengakuan Amerika Serikat atas ibukotanya tersebut. Status Yerusalem yang sejak lama bermasalah diklaim sebagai ibukota abadi oleh penganut kedua agama. Bahkan Arab Saudi yang notabene sekutu AS di kawasan mengritik kebijakan Trump memindahkan kedutaan besar Amerika.
Foto: Reuters/A. Awad
Hari Paling Berdarah
Aksi demonstrasi pada hari Senin (14/5) di Gaza merupakan hari tunggal paling berdarah sejak perang Israel dan Hamas pada 2014 lalu. Dari 2.700 korban luka, lebih dari 1.300 terkena peluru dan 130 berada dalam kondisi kritis. Termasuk korban yang tewas adalah delapan anak di bawah umur, klaim Kementerian Kesehatan Palestina.
Foto: Reuters/I. Abu Mustafa
Bertabur Puji dan Sanjungan
Selama acara pembukaan kedutaan AS, perwakilan kedua negara saling melemparkan sanjungan dan pujian. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu misalnya menilai langkah presiden Trump sebagai sebuah "keberanian." Sementara menantu Trump, Jared Kushner, mengatakan suatu saat umat manusia akan membaca sejarah ini dan mengakui, "perdamaian diawali dengan keputusan Amerika menerima kebenaran."
Foto: Reuters/R. Zvulun
Menyambut Hari Kematian
Sejak aksi demonstrasi menyambut hari Nakba dimulai 30 Maret lalu, setidaknya 97 penduduk Palestina dinyatakan tewas, termasuk 12 anak-anak. Sementara angka korban luka bahkan melebihi jumlah korban pasca operasi militer Israel selama 51 hari di Gaza pada 2014, yakni 12.271 orang berbanding 11.231 orang. Situasi ini menyisakan ketegangan diplomasi antara Israel dan sejumlah negara lain.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com/A. Amra
Kisruh Diplomasi
Sebagai reaksi - Turki dan Afrika Selatan menarik duta besarnya dari Tel Aviv. Sementara Uni Eropa, Jerman, Perancis dan PBB menyesalkan penggunaan kekerasan oleh militer. Adapun pemerintah Irlandia memanggil duta besar Israel untuk dimintai keterangan. Dari semua negara hanya Amerika Serikat dan Australia yang mengutuk Hamas atas jatuhnya korban jiwa di Jalur Gaza. (rzn/vlz - rtr,ap,afp)