Kisruh 22 Mei Ingatkan Minoritas Tionghoa Pada Tragedi 98
23 Mei 2019
Ketika pemerintah mencari reaksi yang pantas atas kerusuhan 22 Mei, minoritas Tionghoa mendapati diri terseret kembali ke sejarah kelam tragedi 1998. Sejumlah negara peringati warganya agar berhati-hati di Indonesia.
Iklan
Bongkahan batu masih berserakan di kawasan Sarinah, Jakarta, pada Kamis (23/5) pagi usai bentrokan berdarah seputar hasil penghitungan suara. Enam orang dinyatakan meninggal dunia, sementara 271 mengalami luka-luka, di antaranya 16 luka berat.
Polisi mengendus adanya provokator bayaran dan menangkap lebih dari 250 orang yang diduga bertanggungjawab menyulut kekerasan. Uang tunai bernilai jutaan Rupiah, begitu klaim kepolisian, berhasil diamankan bersama sejumlah tersangka.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto bahkan mengaku sudah mengantongi nama-nama dalang yang terlibat. Pemerintah yang sejak awal meniupkan isu makar terkait penggalangan aksi demonstrasi di depan gedung Bawaslu itu bersiap memukul balik lewat jalur hukum.
Kementerian Komunikasi dan Informatika bahkan membatasi akses sejumlah kanal media sosial, antara lain Whatsapp dan Instagram, lantaran mengkhawatirkan gelombang hoaks dan kabar palsu.
Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Ketika aksi protes mulai berubah anarkistis, pesan bersikan gambar polisi bertopeng yang dituding sebagai aparat impor dari Cina menyebar cepat di media sosial. "Polisi Cina biadab tembaki jamaah di masjid," begitu bunyi sebuah video Youtube yang ramai diunggah.
Namun ketika Polri menanggapi hoaks tersebut dengan santai, warga keturunan etnis Tionghoa malah berdebar-debar.
"Hari ini adalah peringatan bagi komunitas Cina-Indonesia bahwa kita masih dilihat sebagai 'orang lain', yang membawa ancaman. Banyak yang belum bisa melihat kami melebihi ciri-ciri fisik kami, yakni mata sipit dan kulit kuning," tulis seorang netizen di Twitter.
Kepada The Jakarta Post, sejumlah warga etnis Tionghoa di Jakarta juga mengeluhkan betapa rasa takut dijadikan sasaran serangan amuk massa serupa 1998 kembali menguat pada malam 22 Mei silam. "Setiap kali ada kerusuhan, warga etnis Tionghoa yang selalu dijadikan target. Ini seperti mmpi buruk," kisah seorang warga kepada harian berbahasa Inggris tersebut.
Kepada South China Morning Post, pegiat HAM dari Human Rights Watch Andreas Harsono, menuturkan betapa elit politik dan militer yang aktif di kedua kubu menyimpan reputasi memanfaatkan sentimen anti Cina untuk memobilisasi massa.
"Mereka melakukannya di Jawa pada 1998 dan mereka berusaha melakukannya lagi sekarang," tuturnya.
Akibat kisruh di Jakarta sejumlah negara kini menerbitkan peringatan perjalanan ke Indonesia, antara lain Malaysia, Australia, Singapura, Inggris, Jerman, Kanada, Amerika Serikat dan Cina. Semua mewanti-wanti warganya agar menjauhi kerumunan massa menyusul ketegangan politik dan sosial.
"Berhati-hati lah jika di Indonesia," tulis harian The Star Online asal Malaysia dalam sebuah artikel layanan masyarakat buat wisatawan. "Kedutaan Malaysia telah melaporkan tentang kemungkinan adanya demonstrasi massal lanjutan dalamn waktu dekat," tulis Kementerian Luar Negeri di Kuala Lumpur dalam situsnya.
Peringatan untuk berhati-hati ketika berpelesir ke Indonesia juga bisa ditemukan di media-media Australia, Inggris dan Singapura.
Kisruh Berdarah Protes Hasil Pilpres
Eskalasi kekerasan memuncak 21 Mei malam dan menyisakan sejumlah korban tewas. Presiden Joko Widodo mengatakan tidak akan menolerir para perusuh dan memerintahkan penangkapan atas mereka yang terlibat pelanggaran hukum.
Foto: AFP/B. Ismoyo
Eskalasi Berawal Dari Lemparan Batu
Sedikitnya enam orang meninggal dunia dan ratusan luka-luka saat massa pendukung Prabowo Subianto bentrok dengan aparat keamanan saat memrotes hasil penghitungan suara di depan gedung Bawaslu, Jakarta. Kisruh diklaim berawal ketika pendemo melempar batu ke arah barisan kepolisian.
Foto: AFP/B. Ismoyo
Api di Jalan Raya
Para pendemo mengamuk saat hendak dibubarkan polisi. Sebagian lalu merusak asrama Brigade Mobil Kepolisian dan membakar sejumlah kendaraan. Polisi menangkap sejumlah orang yang diduga sebagai provokator kerusuhan. Kabarnya sebuah mobil ambulans milik partai Gerindra juga ikut diamankan setelah kedapatan membawa batu untuk demonstran.
Foto: AFP/D. Krisnadhi
Arus Balik di Media Sosial
Sebelum aksi protes, Prabowo Subianto sempat meminta massa pendukungnya agar tetap berlaku damai dan tenang. Namun himbauan itu tidak digubris sebagian pendemo. Akibatnya tagar #TangkapPrabowo menggema di Twitter dengan lebih dari 220 ribu cuitan. Netizen juga menyoroti pidato Amien Rais yang menyamakan aksi polisi layaknya PKI dengan menyerukan penangkapan tokoh Partai Amanat Nasiona (PAN) itu.
Foto: AFP/B. Ismoyo
Mempermasalahkan Angka, Menggoyang Negara
Massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) menuntut agar penghitungan suara diulang lantaran mencurigai kecurangan sistematis. Prabowo Subianto sendiri berniat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Namun gugatan sebelumnya ke Bawaslu ditolak lantaran BPN hanya mengirimkan tautan berita online sebagai barang bukti.
Foto: Reuters/W. Kurniawan
Manuver SBY dari Singapura
Koalisi Prabowo-Sandiaga Uno mulai mengalami keretakan. Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono yang sebelumnya mendukung capres 02 berbalik badan mengakui hasil penghitungan suara dan memberikan ucapan selamat atas kemenangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Ucapan serupa sebelumnya sudah dilayangkan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan kepada Joko Widodo.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Tudingan Miring Kepolisian
Polisi mengklaim demonstrasi di Jakarta bukan aksi spontan, melainkan telah direncanakan. Sejumlah demonstran diklaim mengaku mendapat bayaran untuk ikut bergabung dalam aksi protes. Pemerintah sebelumnya berusaha meredam demonstrasi dengan menebar isu makar kepada kubu oposisi.
Foto: DW/R.A. Putra
Pukulan Balik Pemerintah
Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, mengaku pemerintah memblokir akses media sosial demi menghadang penyebaran kabar palsu. Hal ini dipicu oleh maraknya fitnah kepada kepolisian yang diposisikan berhadapan dengan "umat Islam." Wiranto juga mengklaim telah mengantongi daftar berisikan nama-nama terduga provokator kerusuhan.
Foto: DW/R.A. Putra
Manuver Hukum Jelang Pelantikan
BPN Prabowo-Sandiaga memiliki waktu hingga 11 Juni untuk mengajukan gugatan terkait hasil penghitungan suara kepada Mahkamah Konstitusi. Seusai jadwal yang telah ditetapkan KPU, proses hukum tersebut akan berakhir pada 24 Juni saat pembacaan keputusan. Sementara presiden dan wakil presiden terpilih akan dilantik pada bulan Oktober 2019. (rzn/rap/hp: dari berbagai sumber)