Malaysia berniat menggandakan ekspor minyak sawit ke Cina untuk mengimbangi upaya Uni Eropa mengurangi konsumsi minyak nabati untuk bahan bakar. Larangan biodiesel di UE akan mulai berlaku pada tahun 2030.
Upaya tersebut membuahkan kesepakatan bisnis senilai USD 3,9 miliar antara Malaysia dan Cina yang ditandatangani bulan ini dalam KTT Expo Cina-ASEAN.
Termasuk di antaranya adalah perjanjian antara perusahaan pelat merah, Sime Darby Oils International dari Malaysia dan GuangXi Beibu Gulf International Port Group. Kedua perusahaan berniat membangun pusat distribusi minyak sawit di kota Qinzhou, Cina, menurut laporan media Jepang, Nikkei Asia.
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, mengatakan pihaknya ingin menggandakan nilai ekspor minyak sawit ke Cina menjadi 500 ribu ton per tahun dalam beberapa tahun ke depan.
"Ini adalah kali pertama Cina meminta penambahan besar. Biasanya, permintaan bergantung pada harga dan pertimbangan lain, tapi kali ini perjanjiannya menjamin kuota impor menuju Cina,” kata PM Malaysia itu selama Expo.
Memproduksi Minyak Sawit dengan Lebih Berkelanjutan
06:48
Proteksionisme Uni Eropa
"Jika niat UE merangsang perbaikan tata kelola sawit dengan membuat larangan bahan bakar nabati, upaya tersebut bisa mudah dijinakkan oleh Cina, kata Bridget Welsh dari lembaga penelitian Asia Research Institute di University of Nottingham, Inggris.
Alhasil, negara-negara Asia Tenggara tidak hanya semakin bergantung kepada Cina, tapi juga menutup akses pasar UE serta menciptakan kondisi yang justru memudahkan ekspor menuju Cina.
"Selain itu, reputasi Eropa akan ternoda oleh kebijakan yang didorong oleh keinginan melindungi produksi minyak nabatinya sendiri, di atas kerugian produsen Asia Tenggara,” tutur Welsh lagi, merujuk pada tuduhan betapa regulasi UE menguntungkan petani rapa dan bunga matahari di Eropa.
"Karena banyak perkebunan sawit di Indonesia yang dimiliki pengusaha Malaysia, pergeseran di Malaysia menuju pasar Cina juga akan berdampak di Indonesia", kata Kevin O'Rourke, analis di lembaga konsultan, Reformasi Information Services.
Sawit Indonesia yang Gegerkan Dunia
Larangan ekspor turunan minyak sawit membuat banyak negara gerah. Tiba-tiba disadari sawit Indonesia memainkan peranan vital dalam ketahanan pangan dunia. Bahan minyak goreng itu kini jadi gorengan politik global.
Foto: Yuli Seperi/Zumapress/picture alliance
Faktor Pemicu
Minyak goreng di dalam negeri tiba-tiba langka. Antrian panjang warga untuk membeli minyak goreng jadi pemandangan mengenaskan sekaligus ironi di negara penghasil “Crude Palm Oil” tebesar sedunia. Permainan mafia migor terbongkar, beberapa orang kini dijadikan tersangka. Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan tegas: Setop sementara ekspor produk turunan sawit.
Foto: Eko Siswono Toyudho/AA/picture alliance
Perkebunan Sawit Terluas Sedunia
Kelangkaan migor, ibarat sebuah tamparan keras untuk pemerintah Indonesia. Betapa tidak, Indonesia adalah produsen CPO global terbesar yang memiliki lahan perkebunan sawit paling luas sedunia sekitar 22,6 juta hektar (data 2021). Total produksi tahunan sawit Indonesia sekitar 36 juta ton. Disusul Malaysia dengan produksi separuh kapasitas Indonesia.
Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Komoditas Ekspor Unggulan
Dari rata-rata produksi tahunan global 77 juta ton minyak sawit, sekitar 59%-nya diproduksi di Indonesia. Saat dunia alami kelangkaan minyak nabati dan harga melambung naik akibat perang di Ukraina, pengusaha oportunis dibantu pejabat korup, mengekspor sebagian besar produksi minyak sawit ke luar negeri. Inilah yang diduga kuat memicu kekosongan pasokan minyak goreng di dalam negeri.
Isu Kerusakan Lingkungan
Sawit bukan hanya berkah. Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di Indonesia, juga berdampak negatif pada kelestarian alam. Biasanya industri melakukan tebang habis dan pembakaran hutan. Organisasi pelindung lingkungan kerap mengangkat topik ini di forum dunia. Juga sejumlah negara ikut menggoreng isu ini, untuk menekan Indonesia dan Malaysia terkait isu lingkungan dari perkebunan sawit.
Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images
Dari Makanan, Biodiesel hingga Sabun
Minyak sawit punya kegunaan luas dan sangat beragam. Memang sebagian besarnya diolah menjadi minyak goreng. Namun minyak nabati yang harganya paling murah ini, oleh sejumlah industri raksasa di Eropa, juga digunakan sebagai campuran biodiesel, makanan, kosmetik hingga keperluan sehari-hari di rumah tangga seperti sabun atau sampo.
Foto: AP
Berkontribusi Pada Ketahanan Pangan Global
Setelah dihantam kelangkaan pasokan gandum, merosotnya suplai minyak nabati di pasar dunia dan melonjaknya harga, membuat banyak negara menjerit kebingungan. Terlepas dari efek negatif industri sawit bagi lingkungan, ternyata manfaatnya bagi ketahanan pangan global juga tidak bisa diremehkan. IMF mencemaskan kelangkaan ini akan memicu krisis pangan di negara-negara miskin di dunia.
Peran minyak sawit yang harganya murah dan kapasitas produksinya tinggi, saat ini sulit tergantikan oleh minyak nabati lainnya. Setiap hektar kebun sawit, bisa memproduksi 3,3 ton minyak per tahun. Sementara bunga matahari dan rapa hanya 0,7 ton minyak per ha/tahun. Harga minyak sawit saat ini terus naik, dan menembus rata-rata 1.300 USD/ton.
Foto: dpa
Kelangkaan Migor Juga Landa Eropa
Kenaikan harga minyak nabati global, tidak hanya dirasakan di Indonesia, juga di Eropa rak minyak goreng di sejumlah supermarket mulai kosong. Di Jerman pemicunya adalah "panic buying" dipicu perang Ukraina dan perilaku tidak logis warga. Namun di beberapa negara memang ada kekurangan pasokan dan menetapkan pembatasan, satu orang hanya boleh membeli satu botol minyak goreng. (as/vlz
Foto: MiS/IMAGO
8 foto1 | 8
Produksi minyak sawit di Malaysia turun 2,3 persen pada paruh pertama 2023, menurut laporan pemerintah. Keluhan serupa disuarakan perusahaan negara, FGV Holdings, yang mengaku kehilangan separuh pemasukannya pada periode yang sama.
Frederick Kliem, peneliti dan dosen di Rajaratnam School of International Studies di Singapura, meyakini, Uni Eropa tidak akan dipengaruhi oleh prospek adanya pengalihan komoditas sawit ke Cina.
Iklan
Negosiasi alot lintas benua
Sejauh ini, UE sudah mengirimkan berbagai delegasi ke Malaysia dan Indonesia untuk meredakan kisruh seputar larangan bahan bakar sawit. Brussels berdalih, kebijakan itu adalah upaya meningkatkan standar lingkungan di seluruh dunia, sebagai bagian dari kebijakan luar negeri UE.
UE bersikeras tidak menjatuhkan larangan umum dan mencatatkan nilai impor sawit sebesar empat juta ton antara Juli 2022 hingga Juni 2023. Jumlah tersebut lebih rendah seperlima dari angka impor tahun lalu.
Safeguarding the rainforests
28:36
This browser does not support the video element.
"Uni Eropa masih merupakan konsumen besar minyak sawit di dunia,” kata Bernd Lange, Direktur Komite Perdagangan Internasional di Parlemen Eropa. "Menimbang pasar UE yang besar dan kelas menengahnya yang aktif, saya memperkirakan pasar ini akan tetap menarik bagi eksportir.”
"Baik UE dan Malaysia saling berbagi visi yang sama. Dialog kami dengan perwakilan Malaysia dan Indonesia sudah sangat mendalam.”
"Kini, tugas kami adalah mensinergikan strategi dan secara bersama menanggulangi tantangan dan membuka peluang bagi kolaborasi. Kita harus menjalaninya bersama-sama dengan negara produsen,” tutur Lange.