1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPrancis

Bagaimana Miliarder Prancis Jadi Inkubator Radikal Kanan

3 Juni 2025

Miliarder Prancis Pierre Stérin kedapatan aktif membiayai propaganda kelompok radikal kanan dan ultranasionalis. Repotnya, dia bukan satu-satunya miliarder konservatif yang giat mempengaruhi politik lewat media.

Vincent Bolloré
Miliarder logistik dan komunikasi Prancis Vincent Bolloré dalam sidang dengar pendapat terkait aktivitasnya mendukung propaganda sayap kanan melalui media miliknya.Foto: Thibault Camus/AP Photo/picture allianceASSOCIATED PRESS

Dewan Nasional Prancis baru-baru ini bersiap menyambut kehadiran miliarder Prancis Pierre Édouard Stérin—pendiri perusahaan Smartbox—dalam sidang dengar pendapat yang ramai diantisipasi.

Anggota legislatif Prancis berharap bisa mengungkap lebih banyak soal proyek "Périclès", inisiatif yang digagas Stérin. Dia sejauh ini telah mengucurkan hampir 30 juta euro ke berbagai organisasi yang gencar mempromosikan nilai-nilai konservatif dan ultrakanan.

Meja Pierre-Edouard Sterin yang kosong di parlemenFoto: Raphael Lafargue/abaca/picture alliance

Salah seorang anggota komisi bahkan menyebut inisiatif tersebut sebagai bagian dari "ekosistem demi merebut kekuasaan politik”.

Namun kursi yang disediakan di ruang sidang di parlemen kosong, Stérin mengabarkan bahwa dirinya hanya bersedia hadir lewat sambungan video, dengan dalih keamanan.

Ketua komisi dari koalisi pemerintah Ensemble!, Thomas Cazenave, sontak menyatakan kecewa. Dia menepis alasan tersebut dan menegaskan bahwa parlemen telah mengambil langkah pengamanan.

Cazenave menyebut sikap Stérin sebagai taktik mengulur waktu demi menghambat penyelidikan. "Dengan ketidakhadirannya, kami tidak bisa mengevaluasi apakah Périclès melanggar aturan pembiayaan politik yang berlaku di Prancis,” ujarnya.

Kekhawatiran itu bukan tanpa dasar. Stérin bukan satu-satunya konglomerat Prancis yang mencoba memengaruhi arah politik nasional agar bergeser lebih ke kanan. Banyak pihak sebabnya kini menuntut regulasi yang lebih ketat.

Périclès: Inkubator sayap kanan

Mangkirnya Stérin dilatari kehadiran direktur Périclès, Arnaud Rérolle, dalam sidang di parlemen sepekan sebelumnya. Dia menggambarkan Périclès sebagai inkubator ideologi konservatif untuk proyek-proyek metapolitik. "Situasi ekonomi, sosial, dan moral Prancis sedang kritis,” tutur Rérolle. Dari 600 proposal yang diterima, katanya, hanya kurang dari 15 persen yang didanai oleh Périclès.

Reclaim — the struggle for democracy on TikTok

28:34

This browser does not support the video element.

Beberapa yang mendapat sokongan antara lain majalah sayap kanan L'Incorrect dan "Observatorium Dekolonisasi", yang kerap mengkritik "gerakan woke” sebagai "musuh pencerahan”.

Meski demikian, Rérolle menolak membeberkan seluruh daftar penerima dana, dan bersikeras bahwa Périclès tidak mendanai kandidat pemilu—praktik yang secara hukum hanya boleh dilakukan oleh partai politik.

Namun pernyataannya itu tak sepenuhnya memuaskan. Pierre-Yves Cadalen, wakil ketua komisi dari partai sayap kiri La France Insoumise, mengungkap bahwa surat kabar L'Humanité pernah membocorkan dokumen internal Périclès. Isinya adalah rencana membantu partai sayap kanan Rassemblement National (RN) memenangkan 300 kota dalam pemilihan lokal 2026.

Dokumen tersebut juga menyebut target jangka panjang, yakni mengucurkan 150 juta euro selama 10 tahun untuk memerangi Islamisme, imigrasi, dan "ideologi gender," serta mempersiapkan kemenangan RN dalam pemilu presiden dan legislatif 2027. Kedua punggawa RN, Jordan Bardella dan Marine Le Pen, disebut dalam dokumen itu sebagai "mitra tepercaya”.

Rérolle mengakui keaslian dokumen tersebut, namun menyebutnya "sudah usang”.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Media dalam cengkraman konglomerat

Bagi Cadalen, campur tangan miliarder di dalam politik adalah "masalah besar bagi demokrasi”. Dia menyebut bahwa 80 persen surat kabar harian di Prancis dikuasai oleh hanya sebelas individu. Mereka juga menjangkau lebih dari separuh pemirsa televisi dan pendengar radio.

Salah satu tokoh yang mendapat sorotan tajam adalah Vincent Bolloré. Miliarder pemilik imperium logistik dan komunikasi itu, menurut Cadalen, secara aktif mempromosikan pandangan sayap kanan melalui media miliknya, yang celakanya acap diikuti media lain.

"Dulu, miliarder membeli media untuk kepentingan bisnis, seperti memenangkan tender pemerintah. Sekarang, mereka ingin menyebarkan ideologi,” ujar Abel François, profesor ekonomi politik dari Universitas Strasbourg. Bolloré membantah ikut mencampuri rapat redaksi. Namun permintaan wawancara dari DW baik ke Bolloré maupun Périclès tidak ditanggapi.

Le Pen, Bardella rebrand far right as mainstream party

05:01

This browser does not support the video element.

Ketakutan, ancaman, dan sensor diri

Konsentrasi media diyakini menimbulkan efek domino berupa maraknya sensor diri. "Banyak jurnalis sekarang enggan menulis kritis tentang para miliarder ini, takut merusak peluang karier di masa depan,” kata Amaury de Rochegonde, jurnalis ekonomi.

Bolloré dan Stérin bahkan disebut menjalin aliansi. "Keduanya ingin menyatukan kelompok sayap kanan, kaum konservatif tradisional dan RN,” ungkap de Rochegonde.

Alexis Lévrier, sejarawan media dari Universitas Reims, merasakan langsung tekanan ini. Setelah menyerukan pencabutan lisensi dua kanal berita milik Bolloré, dia dihujani ribuan pesan kebencian, termasuk ancaman pembunuhan. "Banyak peneliti dan seniman Prancis kini memilih diam. Padahal dulu mereka pendukung nilai-nilai humanis,” tuturnya.

Pengecualian sejarah?

Namun tidak semua pakar berpandangan sama. Hervé Joly, sejarawan dari lembaga riset nasional CNRS, menyebut Stérin dan Bolloré sebagai pengecualian. "Secara historis, dunia usaha Prancis tidak mendukung kaum ekstrem kanan, kecuali jika mereka berkuasa,” ujarnya. Menurutnya, banyak pebisnis kini justru bersikap mendukung kesetaraan dan solusi iklim.

Tapi Cadalen tak mau menunggu hingga kelompok ekstrem kanan duduk di tampuk kekuasaan. "Kami butuh undang-undang untuk mencegah monopoli media,” tegasnya. "Media seperti ini jadi kendaraan bagi kekuatan reaksioner yang ingin meruntuhkan negara hukum, seperti yang terjadi di Amerika Serikat.”

Di sana, Donald Trump disebut sering mengabaikan keputusan hukum yang tak sejalan, dengan dukungan dari media konservatif seperti Fox News. Bagi anggota Ensemble! Eléonore Caroit, undang-undang baru bukan solusi satu-satunya. "Kita bisa melawan proyek seperti Périclès dengan membongkarnya ke publik,” ujarnya. "Mungkin itu juga alasan kenapa Stérin tidak datang ke sidang.”

Kini, karena ketidakhadirannya, Stérin terancam hukuman dua tahun penjara dan denda sebesar 7.500 euro.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh: Rizki Nugraha
Editor: Hendra Pasuhuk

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait