1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SejarahJerman

Bagaimana Nazi Memanfaatkan Olahraga demi Propaganda?

Andreas Sten-Ziemons
6 Mei 2025

Kenapa Nazi Jerman yang notabene mengagungkan kekuatan fisik ras Arya justru mencurigai dan sempat menolak gerakan Olimpiade? Dan kenapa sikap tersebut berubah drastis jelang Olimpiade Berlin 1936?

Adolf Hitler dalam Olimpiade Berlin 1936
Adolf Hitler dalam Olimpiade Berlin 1936Foto: arkivi/picture alliance

Bagaimana Nazi memandang "Pendidikan Jasmani" dan Olimpiade?

Bagi kaum Nasional Sosialis atau Nazi Jerman, "pendidikan jasmani" atau Leibeserziehung memegang peranan krusial, bukan sekadar "olahraga" dalam pemahaman modern. Tujuan utama mereka adalah memupuk kesehatan dan performa fisik demi perekonomian yang produktif dan, yang terpenting, kesiapan tempur. Akibatnya, olahraga individual terpinggirkan, fokusnya adalah pada kolektif, massa, "tubuh bangsa" di mana setiap individu Jerman harus berkontribusi secara optimal. Sesuai ideologi Nazi, penekanan selalu pada kekuatan dan daya tahan.

"Yang lemah harus dihancurkan," demikian kutipan yang dikaitkan dengan Adolf Hitler. "Di sekolah-sekolah ordo akan tumbuh generasi muda yang akan membuat dunia gentar. Pemuda yang penuh kekuatan, mendominasi, tak kenal takut, kejam yang saya inginkan. (...) Saya akan melatih mereka dalam semua latihan fisik."

Latihan fisik ini menjadi kewajiban di berbagai organisasi massa Nazi seperti Deutsches Jungvolk (DJ), Hitlerjugend (HJ), Bund deutscher Mädel (BdM), dan Kraft durch Freude (KdF). Keanggotaan di klub olahraga juga dianjurkan.

Di Hitlerjugend dan dalam pelajaran olahraga di sekolah, latihan fisik bagi para pemuda terutama bertujuan untuk menanamkan perilaku ala militer dan menyaring individu yang kelak berpotensi menduduki posisi kepemimpinan di tubuh Wehrmacht.

Sebaliknya, Nazi memandang skeptis olahraga kompetitif yang bersifat internasional – terutama pada fase awal gerakan, yakni selama Republik Weimar.

"Turnamen olahraga adalah soal internasionalitas, gerakan Olimpiade, kebersamaan, pemahaman antar bangsa," jelas sejarawan Ansgar Molzberger dari Deutsche Sporthochschule Köln kepada DW. "Hal Itu ditolak secara ideologis."

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Mengapa Nazi tetap menggelar Olimpiade 1936?

Komite Olimpiade Internasional (IOC) telah menunjuk Berlin era Republik Weimar sebagai tuan rumah Olimpiade 1936 pada tahun 1931. Nazi sendiri menentang keras gerakan Olimpiade, dan mereka tidak menyembunyikan pandangan tersebut.

Commemorating the victims and documenting Nazi crimes

09:09

This browser does not support the video element.

Ide kosmopolitanisme Olimpiade tidak sesuai dengan pandangan dunia Nazi. Kompetisi olahraga dengan anggota "bangsa musuh" dari Perang Dunia I bertentangan dengan kehormatan Jerman, dan regulasi IOC yang memperlakukan orang Yahudi dan "Negro" setara dengan ras lain ditolak atas dasar rasial.

Namun, para penguasa Nazi, terutama Hitler, dengan cepat menyadari peluang yang ditawarkan Olimpiade untuk menampilkan Jerman sebagai negeri yang cinta damai dan terbuka.

"Mereka melakukan perubahan arah yang signifikan," kata sejarawan Molzberger. "Sama seperti mereka menolak keras gerakan Olimpiade dengan idealisme pemahaman antar bangsa dan internasionalitasnya hingga akhir era Weimar, mereka kini tampil sebagai pendukung besar gerakan Olimpiade."

Selain itu, mereka menggunakan Olimpiade untuk mendemonstrasikan kekuatan – baik dalam hal organisasi yang baik maupun keberhasilan olahraga.

Cabang olahraga apa yang disukai Nazi?

"Satu cabang olahraga yang dapat ditekankan secara eksplisit dalam konteks sekolah adalah tinju, yang diwajibkan oleh Nazi untuk anak laki-laki yang lebih tua," kata Molzberger. "Semua orang harus belajar bertinju dalam pelajaran olahraga di sekolah."

Olahraga tim seperti sepak bola dan bola tangan tetap ada, meski dijalankan dengan gagasan perjuangan. "Titik beratnya ada pada daya tahan, berani melakukan sesuatu bersama-sama," kata Molzberger. "Itu harus selalu ditekankan melalui olahraga tim."

Bagaimana dengan olahraga perempuan?

Aktivitas olahraga untuk perempuan juga sangat dipengaruhi oleh ideologi. Perempuan terutama dibatasi pada peran mereka sebagai ibu rumah tangga. Untuk dapat memenuhi peran ini dengan baik, mereka juga harus melatih tubuh mereka, meningkatkan kesehatan dan kebugaran, serta memperkuat disiplin diri.

Oleh karena itu, Bund Deutscher Mädel (BDM), di mana gadis-gadis berusia sepuluh hingga delapan belas tahun diorganisir, juga menerapkan latihan jasmani yang tidak hanya melatih fisik para gadis, tetapi juga mendidik secara ideologis dan mempersiapkan mereka untuk menunaikan peran di dalam masyarakat.

Unjuk Rasa Neo-Nazi di Berlin, Demonstran Anti-Fasis Kritik Perlakuan Polisi

01:17

This browser does not support the video element.

Apakah orang Yahudi masih diizinkan berolahraga?

Tak lama setelah pengambilalihan kekuasaan, pada 7 April 1933, sebuah undang-undang disahkan yang menyatakan bahwa pegawai negeri dan karyawan publik harus berdarah Arya, jika tidak, mereka tidak lagi diizinkan bekerja di dinas negara.

"Paragraf Arya" ini secara bertahap diperluas untuk menyingkirkan orang Yahudi dari kehidupan profesional dan sosial: Dari klinik dokter, mahasiswa, stasiun radio, pers, teater dan klub-klub sosial.

Paragraf tersebut pada dasarnya juga berlaku untuk klub olahraga, tetapi pelaksanaan awalnya tidak ditegakkan secara konsisten mengingat penyelenggaraan Olimpiade. Mereka tidak ingin menimbulkan berita negatif menjelang Olimpiade Berlin 1936 dan memberikan alasan untuk kemungkinan aksi pembatalan atau boikot. Meskipun demikian, kritik dan seruan boikot justru semakin intensif setelah Undang-Undang Ras Nuremberg disahkan pada tahun 1935, yang kemudian menjadi dasar hukum untuk penganiayaan dan pemusnahan orang Yahudi.

Meskipun demikian, banyak klub dan federasi olahraga di Jerman berinisiatif menerapkan Paragraf Arya sebagai bentuk kepatuhan ideologi. Misalnya, Deutsche Turnerschaft, yang saat itu merupakan federasi olahraga terbesar di Jerman dengan 1,5 juta anggota, mengeluarkan anggota  Yahudi hanya sehari setelah pengesahan undang-undang tersebut.

Federasi lain, seperti federasi renang, dayung, atau ski, mengikuti contoh tersebut. Pengecualian ada pada federasi sepak bola Deutscher Fußball-Bund (DFB) yang tetap mengizinkan orang Yahudi bermain. Namun, mereka tidak lagi diizinkan memegang posisi kepemimpinan di klub sepak bola. Contoh terkenal adalah Kurt Landauer, yang selama era Weimar menjabat sebagai presiden FC Bayern München selama bertahun-tahun dan harus mengundurkan diri pada tahun 1933.

Sebagai akibat dari pengucilan ini, klub olahraga khusus Yahudi mengalami perkembangan pesat dengan peningkatan besar dalam jumlah anggota antara tahun 1933 dan 1936. Namun, setelah Olimpiade 1936 berakhir, situasi warga Yahudi di Jerman semakin memburuk.

"Setelah Olimpiade, topeng sandiwara pun ditanggalkan," kata sejarawan Ansgar Molzberger. "Dengan dimulainya penganiayaan terhadap orang Yahudi yang sebenarnya pada tahun 1938, olahraga Yahudi juga dihancurkan secara sistematis."

 

Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Yuniman Farid

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait