Bagaimana Rusia Percepat Ekspansi NATO di Skandinavia
13 Mei 2022
Moskow mengancam bakal membalas jika Finlandia dan Swedia bergabung dengan NATO. Kedua negara dengan cepat menanggalkan prinsip non-blok demi mengamankan perbatasannya dari ancaman Rusia.
Iklan
Setelah Finlandia mengumumkan niat bergabung dengan NATO, Kamis (12/5), Rusia memperingatkan penempatan infrastruktur NATO di perbatasannya akan dibalas dengan "langkah teknis militer,” tulis Kementerian Luar Negeri di Moskow.
Karena sejak dikalahkan Uni Sovyet hampir 80 tahun lalu, Finlandia mengadopsi doktrin netralitas yang berlaku hingga kini. Adapun Swedia, yang diperkirakan bakal mengumumkan niat serupa dalam beberapa hari ke depan, sebelumnya tidak pernah menjalin aliansi militer selama lebih dari 200 tahun.
"Anda (Rusia) yang menyebabkan ini, lihat lah di cermin” kata Presiden Finlandia, Sauli Niinsto, Kamis kemarin.
Invasi Rusia terhadap Ukraina turut mengubah persepsi publik di kedua negara terkait keamanan di Eropa. Dukungan bagi keanggotaan NATO di Finlandia yang selama ini hanya sebesar 20-30 persen, kini melampaui angka 70 persen dalam jajak pendapat terakhir.
Rusia dan Ukraina: Kronik Perang yang Tidak Dideklarasikan
Akar konflik antara Rusia dan Ukraina sangat dalam. Semuanya diyakini bermuara pada keengganan Rusia untuk menerima kemerdekaan Ukraina.
Foto: Maxar Technologies via REUTERS
Berkaitan, tetapi tak sama
Ketegangan antara Rusia dan Ukraina memiliki sejarah sejak Abad Pertengahan. Kedua negara memiliki akar yang sama, pembentukan negara-negara Slavia Timur. Inilah sebabnya mengapa Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut kedua negara itu sebagai "satu orang". Namun, sebenarnya jalan kedua negara telah terbagi selama berabad-abad, sehingga memunculkan dua bahasa dan budaya — erat, tapi cukup berbeda.
Foto: AP /picture alliance
1990-an, Rusia melepaskan Ukraina
Ukraina, Rusia, dan Belarus menandatangani perjanjian yang secara efektif membubarkan Uni Soviet pada Desember 1991. Moskow sangat ingin mempertahankan pengaruhnya di kawasan itu dan melihat Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS) yang baru dibentuk sebagai alat untuk melakukannya. Sementara Rusia dan Belarus membentuk aliansi yang erat, Ukraina semakin berpaling ke Barat.
Foto: Sergei Kharpukhin/AP Photo/picture alliance
Sebuah perjanjian besar
Pada tahun 1997, Rusia dan Ukraina menandatangani Treaty on Friendship, Cooperation and Partnership, yang juga dikenal sebagai "Perjanjian Besar". Dengan perjanjian ini, Moskow mengakui perbatasan resmi Ukraina, termasuk semenanjung Krimea,kawasan hunian bagi mayoritas etnis-Rusia di Ukraina.
Krisis diplomatik besar pertama antara kedua belah pihak terjadi, saat Vladimir Putin jadi Presiden Rusia masa jabatan pertama. Pada musim gugur 2003, Rusia secara tak terduga mulai membangun bendungan di Selat Kerch dekat Pulau Tuzla Ukraina. Kiev melihat ini sebagai upaya Moskow untuk menetapkan ulang perbatasan nasional. Konflik diselesaikan usai kedua presiden bertemu.
Foto: Kremlin Pool Photo/Sputnik/AP Photo/picture alliance
Revolusi Oranye
Ketegangan meningkat selama pemilihan presiden 2004 di Ukraina, dengan Moskow menyuarakan dukungannya di belakang kandidat pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Namun, pemilihan itu dinilai curang. Akibatnya massa melakukan Revolusi Oranye atau demonstrasi besar-besaran selama 10 hari dan mendesak diadakannya pemilihan presiden ulang.
Foto: Sergey Dolzhenko/dpa/picture alliance
Dorongan bergabung dengan NATO
Pada tahun 2008, Presiden AS saat itu George W. Bush mendorong Ukraina dan Georgia untuk memulai proses bergabung dengan NATO, meskipun ada protes dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Jerman dan Prancis kemudian menggagalkan rencana Bush. Pada pertemuan puncak NATO di Bucharest, Rumania, akses dibahas, tetapi tidak ada tenggat waktu untuk memulai proses keanggotaan.
Foto: John Thys/AFP/Getty Images
Tekanan ekonomi dari Moskow
Pendekatan ke NATO tidak mulus, Ukraina melakukan upaya lain untuk meningkatkan hubungannya dengan Barat. Namun, musim panas 2013, beberapa bulan sebelum penandatanganan perjanjian asosiasi tersebut, Moskow memberikan tekanan ekonomi besar-besaran pada Kiev, yang memaksa pemerintah Presiden Yanukovych saat itu membekukan perjanjian. Aksi protes marak dan Yanukovych kabur ke Rusia.
Foto: DW
Aneksasi Krimea menandai titik balik
Saat kekuasaan di Kiev kosong, Kremlin mencaplok Krimea pada Maret 2014, menandai awal dari perang yang tidak dideklarasikan antara kedua belah pihak. Pada saat yang sama, pasukan paramiliter Rusia mulai memobilisasi pemberontakan di Donbas, Ukraina timur, dan melembagakan "Republik Rakyat" di Donetsk dan Luhansk. Setelah pilpres Mei 2014, Ukraina melancarkan serangan militer besar-besaran.
Gesekan di Donbass terus berlanjut. Pada awal 2015, separatis melakukan serangan sekali lagi. Kiev menuding pasukan Rusia terlibat, tetapi Moskow membantahnya. Pasukan Ukraina menderita kekalahan kedua, kali ini di dekat kota Debaltseve. Mediasi Barat menghasilkan Protokol Minsk, sebuah kesepakatan dasar bagi upaya perdamaian, yang tetap belum tercapai hingga sekarang.
Foto: Kisileva Svetlana/ABACA/picture alliance
Upaya terakhir di tahun 2019
KTT Normandia di Paris pada Desember 2019 adalah pertemuan langsung terakhir kalinya antara Rusia dan Ukraina. Presiden Vladimir Putin tidak tertarik untuk bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy. Rusia menyerukan pengakuan internasional atas Krimea sebagai bagian dari wilayahnya, menuntut diakhirinya tawaran keanggotaan NATO bagi Ukraina dan penghentian pengiriman senjata ke sana. (ha/as)
Foto: Jacques Witt/Maxppp/dpa/picture alliance
10 foto1 | 10
Ekspansi tercepat NATO
Jika deklarasi pemerintahan kedua negara didukung oleh masing-masing parlemen, proses penerimaan keanggotaan Finlandia dan Swedia diyakini akan berlangsung singkat.
Iklan
Pasalnya kedua negara dianggap sudah memenuhi kriteria keanggota NATO, yakni sistem demokrasi yang kokoh, kapablitas militer yang tinggi dan tidak sedang berperang dengan negara lain.
Terlebih, Finlandia dan Swedia selama ini sudah dikenal sebagai sekutu dekat NATO. Belum lama ini, Finlandia mengumumkan pembelian belasan jet tempur teranyar AS, F-35.
Untuk memuluskan proses, Pemerintah di Helsinki juga sudah mematok anggaran pertahanan menjadi sebesar dua persen dari PDB, sesuai target yang ditetapkan NATO. Langkah serupa diikuti Swedia yang menetapkan kenaikan berkala anggaran militer hingga 2028.
Namun begitu, proses penerimaan keanggotaan NATO bagi kedua negara tetap akan memakan waktu selama beberapa bulan.
Negara Pemasok Senjata ke Ukraina
Perang yang dilancarkan Rusia di Ukraina terus berkobar. PBB berusaha medorong dialog damai. Namun, sejumlah negara NATO mengirim lebih banyak senjata ke Ukraina. Senjata apa yang sudah dan akan disuplai ke Ukraina?
Foto: Thomas Imo/photothek/picture alliance
Amerika Serikat, Beragam Senjata
Pentagon memasok beragam persenjataan ke Ukraina senilai 2,5 miliar USD. Antara lain peluru kendali anti pesawat terbang Javelin buatan Inggris (foto). Selain itu, AS merencanakan pengiriman 300 kendaraan lapis baja dan sejumlah meriam artileri yang bisa dikendalikan lewat GPS lengkap dengan amunisinya. Juga Washington akan kirim 11 helikopter transport tipe MI-17 buatan Uni Sovyet.
AS juga mengirim sekitar 300 Drone Switchblade yang dipuji gampang dikendalikan dan tidak perlu stasiun peluncur canggih di darat. Dengan bobot hanya beberapa kilogram Switchblade bisa diangkut dengan ransel dan punya daya jelajah hingga 10 km. Drone sekali pakai ini bisa dikendalikan secara presisi untuk diledakkan menghancurkan target musuh.
Foto: AeroVironment/abaca/picture alliance
Jerman, Tank Gepard
Pemerintah Jerman sudah menyetujui pengiriman senjata berat, berupa tank anti serangan udara jenis Gepard. Dikembangkan tahun 1970-an, tank ini selama tiga dekade jadi tulang punggung sistem pertahanan anti serangan udara Jerman. Dilengkapi meriam kaliber 23mm yang mampu menembus lapis baja, dulu terutama dirancang untuk melumpuhkan helikopter tempur MI-24 buatan Rusia.
Foto: Carsten Rehder/dpa/picture alliance
Turki, Drone Bayraktar
Turki sudah memasok 20 drone tempur Bayraktar TB2 ke Ukraina. Penjualan drone ini pada tahun 2021 mulanya tidak ada kaitannya dengan perang yang dilancarkan Rusia. Tapi seiring perkembangan situasi di Ukraina, drone buatan Turki ini jadi salh satu senjata berat yang dikirim ke Ukraina dari salah satu anggota NATO.
Foto: Mykola Lararenko/AA/picture alliance
Republik Ceko, Tank T-72 M4
Republik Ceko menjadi negara pertama anggota NATO yang mengirim senjata berat ke Ukraina. Bulan Januari 2022 seiring penguatan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina, Praha mengirim amunisi dan granat anti panser. Setelah invasi Rusia, Republik Ceko mengirimkan tank tipeT-72 M4 buatan Uni Sovyet (foto) dan panser tipe MBP.
Foto: Jaroslav Ozana/CTK/dpa/picture alliance
Polandia, MIG-29
Polandia merencanakan pengiriman sejumlah pesawat tempur tipe MIG-29 buatan Rusia ke Ukraina lewat negara ketiga. Namun NATO menolak rencana ini, karena dengan itu berarti pakta pertahanan Atllantik Utara akan dianggap terlibat secara langsung dalam perang di Ukraina. Warsawa akhirny hanya mengirim senjata tempur dan amunisinya.
Foto: Cuneyt Karadag/AA/picture alliance
Negara NATO Lain, Akan Kirim Senjata Taktis
Anggota NATO lainnya seperti Inggris, Prancis, Belanda, Belgia dan Kanada sudah menjanjikan pengiriman bantuan persenjataan ke Ukraina. PM Inggris Boris Johnson sesumbar akan mengirim rudal anti armada laut, sementara PM Belanda Mark Rutte menjanjikan akan mengirim panser tempur. Namun sejauh ini belum ada yang melakukan pengiriman senjata (as/yf)
Foto: U.S. Army/Zuma/imago images
7 foto1 | 7
Pukulan bagi Rusia
Ekspansi NATO di Skandinavia menempatkan Rusia dalam posisi terkepung oleh NATO, dari Lingkar Arktik hingga Laut HItam. Ironisnya, perluasan itulah yang ingin dicegah Presiden Vladimir Putin dengan menginvasi Ukraina.
Moskow sejauh ini belum memberikan respons yang dramatis terhadap langkah Swedia dan Finlandia, kecuali betapa Rusia "akan terpaksa membalas dengan langkah teknis militer dan kebijakan serupa untuk meredam munculnya ancaman terhadap keamanan nasional,” tulis Kementerian Luar Negeri.
Rusia mengisyaratkan aksi militer akan diambil bergantung pada penumpukan infrastruktur NATO di dekat perbatasannya. Moskow berang bahwa pengiriman senjata NATO kepada Ukraina berhasil meminimalisir daya gebuk militernya.
"Risikonya akan selalu ada bahwa konflik ini berubah menjadi perang nuklir besar-besaran,” kata Dmitry Medvedev, Wakil Direktur Dewan Keamanan Nasional Rusia. "Skenario tersebut akan menjadi bencana bagi semua,” imbuhnya.