1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiJerman

Bagaimana Start-Up Pendidikan Berlin Menggapai Global?

Mathilda Jordanova-Duda
15 Juli 2025

Dengan aplikasi Knowunity, Benedict Kurz menyediakan tutor pembelajaran yang didukung AI untuk satu miliar pelajar di seluruh dunia. Bisakah jejak Benedikt diikuti calon pengusaha muda lainnya?

Pendiri Start-up Knowunity: Yannik Prigl, Gregor Weber, Benedict Kurz und Lucas Hild
Pendiri Start-up Knowunity: Yannik Prigl, Gregor Weber, Benedict Kurz und Lucas HildFoto: Knowunity

"Kami merasa belajar tidak personal dan membosankan akhirnya jadi menghabiskan banyak waktu di TikTok dan Instagram,” kata Benedict Kurz yang mendirikan Knowunity saat usianya 17 tahun di tahun 2019 lalu. Ia mendirikan perusahaan ini bersama dengan tiga alumni SMA-nya. 

Mereka ingin mengubah cara belajar dengan pendekatan kemitraan: siswa yang pandai menjelaskan materi kepada siswa lain. Siswa-siswa pandai disebut "Knowers” dan diberi profil influencer serta memiliki pengikut sendiri di platform tersebut.

Kuis, kartu catatan, dan ujian ‘tiruan' dirancang untuk membuat pembelajaran menjadi lebih menarik. Dengan beberapa model bahasa AI, Knowunity, mengembangkan "pendamping belajar”, mengakses jutaan konten dari para "Knower” serta merancangkan kurikulum dan latihan yang sesuai.

Aplikasi KnowunityFoto: Knowunity

"Aplikasi ini ditujukan untuk para siswa, bukan guru atau sekolah,” kata Kurz. Rekomendasi dari mulut ke mulut para penggunanya berperan penting mengembangkan perusahaan ini. Menurut perusahaan, setidaknya satu dari tiga anak sekolah di Jerman mulai dari kelas lima SD menggunakan Knowunity.

Secara keseluruhan, ada lebih dari 20 juta pengguna di 17 negara. Perusahaan rintisan yang berbasis di Berlin ini ingin berekspansi terutama ke Amerika Serikat dan Asia. Knowunity telah memiliki lebih dari 45 juta euro (855 miliar rupiah) untuk merealisasikan mimpi tersebut. Pandemi Corona dan kehadiran ChatGPT telah merevolusi sektor pendidikan dalam beberapa tahun terakhir.

Perusahaan start-up yang punya potensi besar

Banyak anak muda merasa frustrasi dengan prinsip "satu ukuran belajar untuk semua" yang kaku dalam sistem pendidikan. Setidaknya beberapa anak muda merintis perusahaan untuk mencari solusi sistem pendidikan yang lebih baik.

Menurut studi Institut für Mittelstandsforschung (IfM) Bonn dan jaringan penelitian Kewirausahaan, Inovasi, dan UKM Jerman, 40 persen anak usia 14 hingga 25 tahun tertarik untuk memulai bisnis. Namun hanya sebelas persen yang merealisasikannya.

Di Belanda dan Amerika Serikat, jumlahnya dua kali lebih banyak. Para peneliti melihat adanya potensi 1,6 juta perusahaan start-up atau rintisan dibentuk kelompok usia ini. Meski potensinya terbilang besar, beberapa hambatan seperti ketidakamanan finansial, kurangnya jaringan, kurangnya pengetahuan tentang kewirausahaan, dan terbatasnya akses ke modal menghalangi kaum muda merealisasikan perusahaan tersebut.

Sebuah penelitian dilakukan terhadap 300 anak muda yang tertarik untuk memulai bisnis menunjukkan bahwa jaminan keuangan dasar untuk memulai bisnis akan sangat membantu dalam merealisasikan perusahaan rintisan. Dukungan jaminan sosial dan pendapatan di tahun pertama punya peran signifikan. Mereka yang berusia 24 tahun menjadi lebih termotivasi dengan dukungan tersebut dibanding mereka yang berusia 18 tahun, dan perempuan lebih termotivasi daripada laki-laki.

Di sisi lain, bagi laki-laki, akses ke modal ventura lebih penting. Bagi para kaum pendatang, yang kurang memiliki koneksi, berharap pada program mentoring dan dapat membangun koneksi. Program dukungan dan pelatihan lebih lanjut khusus untuk perusahaan rintisan muda masih tertinggal. Para peneliti menyerukan agar para anak muda dengan kebutuhan yang berbeda-beda dapat turut berpartisipasi dalam perancangan program dukungan.

Membangun dari nol

Benedict Kurz sudah tahu sejak awal bahwa ia akan menjadi seorang pengusaha. Pada usia 13 tahun, dia sudah berdagang sepeda elektronik butaan Cina secara online, ia ‘melahap' banyak podcast kewirausahaan dan kisah-kisah tentang orang-orang seperti Mark Zuckerberg, yang telah membangun bisnis besar dari nol. Orang tuanya dan kakeknya yang menjalankan bisnis keluarga kecil - menjadi panutannya.

"Kewirausahaan tidak pernah menjadi topik di sekolah,” kata Kurz: "Teman-teman sekelas saya menganggap aspirasi karier saya agak lucu. Hanya satu sahabatnya yang memiliki antusiasme yang sama: hari ini ia juga memiliki perusahaan sendiri. 

Kolega Benedict di Knowunity tak lain adalah teman-teman SMA yang bertemu dalam acara kewirausahaan. Kini keempatnya memiliki peran yang berbeda dalam start-up tersebut.

Berbeda dengan Knowunity, sebagian besar perusahaan rintisan didirikan di lingkungan akademis. Menurut Asosiasi Startup Jerman, satu dari lima mahasiswa berharap untuk mendirikan perusahaan sendiri. Motivasinya: keinginan untuk mempelajari hal-hal baru, membuat pekerjaan yang relevan dengan studi atau ketertarikan pribadi sehingga rela menghabiskan waktu mengulik hal tersebut. Masih banyak potensi Start-up yang dapat digali. Setiap tahunnya sekitar 18.000 perusahaan rintisan gagak terwujud.

Mayoritas orang yang ingin mendirikan bisnis mereka sendiri, juga mereka yang ingin bekerja tradisional sebagai karyawan tentu senang belajar lebih banyak tentang kewirausahaan di sekolah dan universitas. Konten wirausaha juga jarang ditemukan di aplikasi Knowunity. "Kami mengorientasikan diri kami pada kurikulum sekolah," Kurz mengakui dan menyarankan agar topik kewirausahaan dapat disajikan secara positif dalam sistem pendidikan. Tidak harus selalu Zuckerberg, ada juga pengusaha-pengusaha hebat di wilayah ini. "Anda harus membawa lebih banyak dari mereka ke sekolah-sekolah sebagai 'pengajar tamu'."

Tidak terbatas di kota besar

Bos perusahaan berusia 23 tahun ini duduk di dewan Asosiasi Startup Jerman. Ia juga menganjurkan jaminan sosial di masa-masa awal. "Tidak semua orang cukup beruntung untuk mendapatkan dukungan keluarga. Banyak yang berada di bawah tekanan untuk mendapatkan uang dengan segera". 

Dia percaya bahwa universitas bertugas untuk memfasilitasi transfer pengetahuan ilmiah ke industri dan berinvestasi dalam pendirian perusahaan. Yang tidak kalah pentingnya, pusat-pusat regional diperlukan untuk meluaskan budaya start-up. "Di luar di Berlin atau Munich, belum jadi topik yang diperhatikan."

Benedict Kurz hampir tidak ada waktu luang selama lima tahun, meninggalkan karir sebagai olahragawan, ia memilih bertanggung jawab terhadap karyawan dan investornya. Baginya menciptakan sesuatu yang baru, membuat keputusan sendiri, dan bekerja sama dengan orang-orang yang menyenangkan adalah hal yang ‘keren'. Ia akan merasa senang dan termotivasi saat melihat seseorang di kereta menggunakan aplikasinya.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Sorta Caroline
Editor: Hendra Pasuhuk