Jurang ketimpangan antara kaum kaya dan papa di seluruh dunia semakin lebar. Penggunaan teknologi baru seperti drone atau media sosial untuk mendokumentasikan ketimpangan tersebut justru bisa menjadi solusi.
Iklan
"Masalahnya sudah lama. Hanya teknologinya saja yang baru," kata Jhonny Miller. Sang fotografer menunjukkan gambar vila mewah di pinggiran kawasan kumuh berpenduduk padat yang ia rekam dengan kamera drone. Dalam proyek "Unequal Scenes," ia mengabadikan ketimpangan sosial di Mexico City di Meksiko, Cape Town di Afrika Selatan dan Mumbai di India dari udara.
Miller mengisahkan pertemuannya dengan perwakilan pemerintahan provinsi Cape Town. Saat ia menunjukkan hasil jepretannya itu, "seorang pegawai menangis". Dia berterimakasih karena saya membantu menyuarakan penderitaan masyarakat lokal," tutur pria asal AS tersebut.
Untuk Apa Orang Gunakan Media Sosial?
Anda punya akun Facebook, Instagram, atau Twitter? Apa yang terutama Anda lakukan di media sosial? Institut peneliti pasar di Australia mengadakan riset bertema: untuk apa media sosial paling sering digunakan orang.
Foto: picture alliance/AP Photo/L.Sladky
Nomor 5: Memutus Hubungan
Dari 800 orang yang menjawab pertanyaan, 39% mengatakan, akan memutuskan hubungan secara "online". Memutus hubungan bukan hanya hubungan dengan pacar melainkan juga dengan "teman" di Facebook, yang akibat satu dan lain hal tidak disukai lagi.
Foto: Screenshot Facebook
Nomor 4: Membagi Foto Makanan
40% dari 800 orang yang ikut studi mengatakan kerap merasa ingin membuat foto makanan yang akan dimakan, dan menempatkannya di akun sosial media.
Foto: Astrid&Gastón
Nomor 3: Menempatkan Selfie
Membuat selfi rupanya disukai baik tua maupun muda, dan orang biasa maupun selebriti. Selain dinikmati sebagai foto biasa, foto-foto juga "di-share" di media sosial. Riset menunjukkan 45% menggunakan media sosial untuk membagikan foto dirinya sendiri.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Hase
Nomor 2: Membagi "Posting" Orang Lain
Aktivitas ini menduduki posisi kedua dalam rangkaian hal yang paling sering dilakukan orang di media sosial. Yang dibagi bisa foto-foto dari teman atau media. Tetapi juga artikel berita, dan video. Pada dasarnya orang membagi apa yang ingin ditunjukkan kepada "teman" di media sosial. 46% peserta riset menganggap ini alasan utama untuk menggunakan media sosial.
Nomor 1: Menonton Video
61% orang gunakan riset untuk melihat video yang dibuat pengguna media sosial lainnya. Misalnya video kesibukan anjing peliharaan, atau juga parodi musik. Foto: "Despacito" yang dinyanyikan Luis Fonsi dan Daddy Yankee. Menurut Universal Music Latin Entertainment Juli 2017 video resmi lagu ini ditonton 4,6 milyar kali setelah dirilis. Parodi lagu ini banyak tersebar di media sosial. Penulis: ml/hp
Foto: picture alliance/AP Photo/L.Sladky
5 foto1 | 5
Namun jika pemerintah provinsi Cape Town berterimakasih, pemerintah di negara lain malah sebaliknya, merasa terancam oleh karya Miller. "Gambar drone bisa membuat anda merasa tidak nyaman," katanya. Menurut dia kebijakan di banyak negara Afrika yang membatasi penggunaan drone lantaran mengkhawatirkan ketegangan sosial " justru semakin membetoni ketimpangan kemakmuran."
Teknologi baru sebagai terobosan
Jika teknologi baru digunakan secara efektif oleh penduduk yang termarjinalkan, ia bisa menciptakan keajaiban dan mematahkan lingkaran ketimpangan. Hal ini diyakini oleh wartawan Afrika Selatan Yusuf Omar. Dia turut mengembangkan situs Hashtagourstories.com yang menjadi platform bagi jurnalisme warganet di seluruh dunia.
Selama beberapa bulan terakhir Omar berkeliling ke 40 negara untuk melatih warga bercerita menggunakan ponselnya. Termasuk di antaranya sekelompok pemulung asal India yang kini mulai aktif menggunakan Instagram Stories. "Para pemulung mempopulerkan tagar #GSTwaste untuk menceritakan kesehariannya dan bagaimana pajak pertambahan nilai di India mempersulit kehidupan mereka."
Inilah Provinsi Sarang Kemiskinan di Indonesia
Hampir separuh penduduk miskin Indonesia hidup di pulau Jawa. Data jumlah penduduk miskin yang dirilis Badan Pusat Statistik tidak cuma mengungkap ketimpangan demografi, tapi juga masalah pengagguran yang berakar.
Foto: DW/R. Nugraha
1. Jawa Timur
Dengan sekitar 4.775.000 kaum berpenghasian rendah, provinsi Jawa Timur berada di urutan teratas daerah yang memiiki penduduk miskin terbanyak di Indonesia. Lebih dari 3,2 juta di antaranya berada di perdesaan. Sementara 1,5 juta tersebar di kota-kota besar. Batas penghasilan bulanan untuk sebuah keluarga miskin di Jawa Timur berkisar di angka 318.000 Rupiah.
Foto: Getty Images/AFP/J. Kriswanto
2. Jawa Tengah
Meski lebih dari 20 ribu penduduk terangkat dari garis kemiskinan sejak awal tahun, Jawa Tengah tetap memiliki jumlah penduduk miskin terbesar kedua di Indonesia, yakni 4.505.780 juta. Batas pendapatan untuk kategori miskin di provinsi ini berkisar 310 ribu Rupiah per bulan.
Foto: picture-alliance/Nur Photo/P. Utana
3. Jawa Barat
Tidak berbeda jauh dengan Jawa Tengah, Jawa Barat mencatat 4,48 juta penduduk miskin tahun 2016. Namun tidak seperti provinsi lain di pulau Jawa, kebanyakan kaum miskin Jawa Barat hidup di perkotaan, jumlahnya mencapai 2,7 juta penduduk. Untuk dikategorikan miskin, seseorang harus berpenghasilan maksimal 319 ribu per bulan.
Foto: Imago/Xinhua
4. Sumatera Utara
Data jumlah penduduk miskin yang dilansir Badan Pusat Statistik mengungkap ketimpangan demografi antara pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia. Sumatera Utara yang berada di peringkat empat dalam daftar provinsi berpenduduk miskin terbanyak, mencatat 1,5 juta penduduk yang berpenghasilan maksimal 352 ribu per bulan.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
5. Sumatera Selatan
Sebagian besar kaum miskin di Sumatera Selatan hidup di wilayah perdesaan. BPS mencatat, terdapat sekitar 1,12 juta penduduk yang cuma berpenghasilan 380 ribu Rupiah per bulan.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
6. Lampung
Sekitar 80% penduduk miskin Lampung yang berjumlah 1,1 juta hidup di wilayah perdesaan. Mereka dikategorikan miskin karena cuma berpenghasian maksimal 380 ribu per bulan. Bandingkan dengan Upah Minimum Regional sebesar 1,7 juta yang ditetapkan pemerintah provinsi.
Foto: Robertus Pudyanto/Getty Images
7. Nusa Tenggara Timur
Sebanyak 1,16 juta penduduk di Nusa Tenggara Timur saat ini digolongkan sebagai kaum miskin. Mereka yang hampir seluruhnya berada di perdesaan cuma berpenghasilan 290 ribu Rupiah per bulan. Masalah terbesar NTT adalah angka pengangguran yang tinggi, sebagaimana lazimnya provinsi di timur Indonesia. UMR untuk NTT dipatok di kisaran 1,6 juta Rupiah/bulan.
Foto: Imago/Zuma Press
8. Papua
Papua adalah provinsi terluas di Indonesia dengan jumlah penduduk tidak lebih banyak ketimbang Surabaya. Namun dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 898 ribu orang, hampir sepertiga penduduk Papua hidup dengan pendapatan di bawah 390 ribu Rupiah per bulan. Padahal pemerintah provinsi telah menetapkan UMR sebesar 2,4 juta Rupiah
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
9. Sulawesi Selatan
Sebanyak lebih dari 864 ribu penduduk Sulawesi Selatan hidup di bawah garis kemiskinan, dengan upah bulanan yang tidak mencapai 254 ribu Rupiah. Ironisnya wilayah di timur itu tercatat sebagai salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia.
Foto: DW/H. Pasuhuk
10. Aceh
Aceh sering dianggap provinsi berprestasi rendah, kendati bermandikan Rupiah berupa dana otonomi khusus dan pendapatan asli daerah yang nyaris mencapai 2 trilun Rupiah, provinsi paling barat Indonesia ini masih mencatat 859 ribu penduduk miskin. Selain itu Aceh juga tercantum sebagai provinsi ketujuh paling miskin di Indonesia versi Badan Pusat Statistik.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Simanjuntak
10 foto1 | 10
Sejak pemerintah mengenakan pajak terhadap sampah daur ulang, harga plastik daur ulang merosot drastis. Akibatnya penghasilan sekitar dua juta warga India yang bekerja untuk industri daur ulang tiba-tiba menyusut dan tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan.
Namun berkat Instagram Stories para pemulung, "media-media India mulai mengangkat kisah mereka, organisasi masyarakat dan LSM menekan pemerintah. Akhirnya pemerintah mengurangi pajak atas plastik daur ulang," kata Omar.
Dia meyakini teknologi baru memberikan ruang bersuara bagi masyarakat. Menurutnya hal terbaik dari media sosial adalah sifatnya yang menawarkan kesetaraan persaingan di seluruh dunia. "Kalau anda punya kisah yang kuat, tidak ada yang bisa menghalangi anda membuat cerita itu menjadi viral," ujarnya.
Setiap jurnalis kini memiliki kesempatan serupa dengan warga biasa untuk didengar di media sosial. "Revolusi seluler dalam produk jurnalistik yang ingin memberdayakan masyarakat marjinal sudah dimulai, terlepas dari apakah jurnalis atau politisi suka atau tidak."
Tidak hanya cara penyajian, konten yang dibuat pun berbeda. "Generasi Youtube sudah kenyang mendapat asupan berita buruk atau bad news." Media tradisional menurutnya terlalu fokus mengisahkan "cerita negatif misalnya tentang konflik Israel dan Palestina. Isu itu sudah terlalu banyak dibahas. Pengguna ingin sudut pandang lain yang lebih positif."
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!