1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Bagaimana Transportasi di Jakarta Cegah Pelecehan Seksual?

22 Oktober 2022

Berbagai cara dilakukan penyedia layanan transportasi untuk cegah pelecehan seksual, mulai dari pelatihan tatap muka hingga mengembangkan inovasi teknologi. Berikut cara Gojek dan MRT untuk ciptakan transportasi aman.

Gojek Sexual Harassment Indonesien
Foto: Gojek

Berbeda dengan anggapan pada umumnya, pelecehan umum di masa pandemi justru tidak berkurang.  Pada Februari 2022 lalu, Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) merilis hasil survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik selama Pandemi COVID-19 di Indonesia, dan terungkap empat dari lima perempuan pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik selama pandemi. 

"Kalau dari tahun 2018 itu, riset kita menyebutkan enam, hampir 70% dari perempuan itu pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik selama hidupnya. Tapi specifically di masa pandemi, empat dari lima. Yang sebetulnya itu jauh lebih besar daripada survei di 2018,” kata Anindya Restuviani mewakili tim KRPA. 

Anindya Restuviani, CO-Director Hollaback! Jakarta, gerakan ini sudah berganti nama menjadi DEMAND (Di Jalan Aman Tanpa Pelecehan)Foto: Andreas Pamungkas/DW

Menurut hasil studi dari perusahaan riset di Singapura, Value Champion, Indonesia juga berada di peringkat kedua negara yang paling tidak aman untuk perempuan di wilayah Asia Pasifik. Dan dari survei yang dilakukan KRPA saat pandemi COVID-19,  terungkap bahwa transportasi umum menduduki posisi ketiga sebagai lokasi terjadinya pelecehan seksual, setelah jalanan umum dan kawasan pemukiman.

Bagi Anindya Restuviani, atau akrab dipanggil Vivi, pelecehan seksual di transportasi umum juga menjadi bagian dari pengalamannya. Berangkat dari pelecehan yang dialaminya di bus umum, Vivi terdorong untuk membentuk platform berbagi cerita bagi para penyintas pelecehan seksual, Hollaback! Jakarta. Realitas yang awalnya dialami Vivi secara personal, ternyata banyak dihadapi perempuan di Indonesia. 

"Saat itu di tahun 2017-2018, itu hampir 50% itu kejadian itu di transportasi umum. Jadi kita melihat there is a big issue nih di transportasi umum. Yang akhirnya kita mencoba sebisa mungkin untuk mengadvokasikan ini ke layanan-layanan penyedia jasa transportasi,” ungkap Vivi kepada DW. 

Dari cerita-cerita yang terkumpul di website Hollaback! Jakarta pada tahun 2017-2018 terungkap bahwa sekitar 50 persen kejadian pelecehan seksual terjadi di transprotasi umumFoto: Taris Hizi Iman/DW

Berangkat dari survei ini, Hollaback! Jakarta pun saat itu melakukan pelatihan bersama salah satu moda transportasi yang banyak digunakan warga Jakarta yakni Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta dan juga layanan transportasi online, Gojek.    

Cara Gojek melibatkan teknologi untuk ciptakan rasa aman bagi perempuan

Sebelum bekerja sama dengan Hollaback! Jakarta, Gojek juga sudah terlebih dahulu melakukan kampanye yang dinamai #AmanBersamaGojek. Namun, menjamin layanan untuk penumpang perempuan menjadi fokus karena 55 persen perjalanan yang menggunakan layanan transportasi GoRide untuk roda dua dan GoCar untuk roda empat, ternyata adalah penumpang perempuan.

Dalam kampanye ini, Gojek mengembangkan tiga pilar, yakni edukasi, teknologi, dan proteksi. Untuk pilar edukasi, Gojek melibatkan Hollaback! Jakarta untuk melakukan pelatihan kepada mitra driver di beberapa kota operasional utama dan menjangkau ratusan pengemudi. Bagi pengemudi yang tidak mendapat pelatihan langsung, tersedia juga modul online yang dapat diakses setiap waktu. 

”Kita tahu kalau mitra driver ini kan senjata utamanya adalah aplikasi. Jadi kita coba berikan akses seluas mungkin, bukan hanya lewat tatap muka, tapi juga lewat aplikasi, yaitu kita hadirkan tips pintar," kata VP Corporate Affairs Gojek Teuku Parvinanda Handriawan.

Ada dua tips online, yang kurikulumnya disusun bersama Hollaback, berjudul 'Kenali dan Hindari Pelecehan Seksual' dan 'Cara Lapor Kasus Pelecehan Seksual'. 

Gojek juga mengembangkan pilar teknologi yang dinamai dengan ‘Gojek Shield‘. Fitur ini berfungsi untuk memastikan keamanan dari dan sebelum memulai perjalanan. "Untuk ‘Gojek Shield' itu sendiri, kami lengkapi dengan verifikasi muka. Jadi untuk bisa menggunakan aplikasi, mitra driver harus memverifikasi wajahnya dulu, untuk memastikan bahwa identitas yang ada di dalam aplikasi, sama persis dengan wajah yang terverifikasi pada saat itu," tutur VP Corporate Affairs Gojek menjelaskan. 

VP Corporate Affair Gojek Teuku Parvinanda saat kampanye untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menciptakan rasa aman bagi perempuan saat mengakses transportasi umumFoto: Gojek

Kemudian saat melakukan perjalanan, pengguna bisa memakai fitur penyamaran nomor telepon. Ketika pengguna berkomunikasi dengan driver Gojek, maka bukan nomor pengguna yang tertera langsung, melainkan nomor penumpang yang disamarkan. Selain itu, pengguna juga bisa memanfaatkan fasilitas untuk membagikan perjalanan kepada kerabat ataupun keluarga. Tujuannya agar mereka bisa mengetahui posisi keberadaan penggunaan Gojek saat itu. Jika berada dalam bahaya, tersedia fitur teknologi yang disebut tombol darurat. 

"Nah, untuk tombol darurat ini juga menjadi bagian yang kami koneksikan dengan tim unit darurat kami yang standby 24 jam. Nah dari situ, kami juga biasanya melakukan SOP-SOP lanjutan ya. Misalnya untuk korban yang sudah dinyatakan betul mengalami kejadian pelecehan seksual, kami biasanya memberikan bantuan pemulihan psikologi atau fisik. Kemudian juga melakukan pendampingan, apabila mereka ingin melaporkan kasus ini kepada kepolisian,” ungkap Parvinanda kepada DW.  

Atas inisiatif terpadu dalam menciptakan ruang publik yang aman, khususnya bagi kelompok perempuan, Gojek pernah meraih penghargaan utama pada kategori Community and Industry Engagement di UN Women Asia-Pacific 2020 Women’s Empowerment Principles Awards. 

Bagaimana cara MRT Jakarta buat moda transportasi bebas pelecehan?

Tak jauh berbeda dengan Gojek, MRT juga melibatkan Hollaback! Jakarta untuk melakukan pelatihan. Bedanya, MRT sudah sejak awal mempersiapkan fasilitas yang bisa menunjang transportasi umum yang aman, jauh sebelum mulai beroperasi pada 25 Maret 2019. Bersama Hollaback! Jakarta, MRT melatih sejumlah kepala stasiun dan penjaga gerbong MRT. 

"Jadi memang mereka punya concern ya bahwa memang ada kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kerentanan untuk merasa tidak aman di transportasi umum. Di sini konteksnya adalah teman-teman perempuan dan juga kelompok gender minoritas. Jadi kami memberikan pelatihan kepada station master dan juga ke beberapa teman-teman yang ada di front liner. Dan sepertinya teman-teman MRT sekarang sudah punya sistem tersendiri kalau misalnya ada aduan,” kata Restuviani, perempuan yang juga menjabat sebagai Program Director dari Lintas Feminis Jakarta tersebut. 

Sejak 2019, MRT juga memberlakukan sanksi terhadap pelaku pelecehan seksual yang ditemui di stasiun dan kereta MRT. Sanksi yang dijatuhkan berupa denda atau pelaporan kepada pihak berwajib untuk diproses secara hukum.

MRT Jakarta melatih kepala stasiun dan petugas, serta menerapkan sanksi bagi pelaku pelecehan seksualFoto: picture alliance/NurPhoto

Saksikan pelecehan seksual di transportasi umum? Lakukan ini! 

Namun, terlepas dari berbagai upaya untuk menciptakan transportasi publik yang aman, Vivi beranggapan bahwa tidak hanya penyedia jasa transportasi umum, masyarakat secara juga harus sadar dan tergerak untuk melakukan intervensi jika melihat pelecehan seksual di ruang publik, khususnya di transportasi publik.  

"Imagine if you are in that position and no body helps you, how would you feel? Kek gitu kan? Jadi aku rasa, di saat kita melihat, kita punya kekuatan,” kata perempuan yang pernah mengalami pelecehan di transportasi umum tersebut, sambil menambahkan, "Siapapun bisa menjadi pelaku, siapapun bisa menjadi korban. Tapi yang jelas, kamu juga bisa menjadi seseorang yang menolong kalau misalkan kamu melihat kekerasan terjadi di sekitar kamu."

Ada lima metode intervensi yang selalu diperkenalkan Hollaback! Jakarta saat pelatihan, yang bisa dilakukan oleh saksi. Metode tersebut dinamai 5'D bystander intervention yang mencakup:

1. Direct, yakni secara langsung menghadapi pelecehan.

2. Distraction, yakni mengecoh perhatian demi menggagalkan pelecehan.

3. Delegation artinya mengintervensi dengan meminta bantuan orang lain.

4. Delay atau menunda hingga situasi aman, dan kemudian berbicara kepada korban pelecehan.

4. Document, yakni merekam kejadian dan melaporkan hal tersebut dengan persetujuan korban. 

Meski sebagian besar fokus masih terpusat di Jakarta, tetapi upaya mengakhiri pelecehan seksual perlu menjadi perhatian di semua sektor transportasi di seluruh di Indonesia, dan juga dunia. "This is an issue, yang effecting kita semua, enggak hanya di Indonesia, bahkan mungkin di seluruh dunia, ini juga terjadi, jadi aku rasa ada baiknya untuk kita semua sama-sama aware bahwa we can do something better untuk menyelesaikan masalah ini sama-sama," kata Vivi. (ts/ha) 

Jika Anda mengalami pelecehan atau kekerasan seksual dan membutuhkan bantuan, silakan hubungi nomor telepon darurat Jakarta Siaga 112, nomor hotline Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) 081317617622. 

Bagi Anda yang berada di luar Jakarta, silakan mengunjungi website carilayanan.com. Platform ini adalah database yang mencakup sekitar 100 lembaga bantuan di berbagai provinsi di Indonesia, dan menyediakan tujuh kategori bantuan bagi isu-isu kekerasan berbasis gender.