1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Ulama Wahabi Terbelah Soal Penawaran Saham Aramco

2 Desember 2019

Penawaran saham perdana milik perusahan minyak negara Aramco memicu perdebatan di kalangan ulama Arab Saudi seputar praktik Riba. Uniknya sebagian ulama yang tadinya menolak, kini malah giat mengkampanyekan investasi.

Saudi-Arabien | Symbolbild Aramco
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Pohl

Modernisasi Arab Saudi yang dipacu oleh Pangeran Muhammad bin Salman dengan mengikis doktrin Wahabisme kini ikut membayangi proses penawaran saham perdana (IPO) milik perusahaan minyak negara, Aramco.

Raksasa minyak asal Teluk itu berniat menjual 1,5% sahamnya senilai USD 25 miliar. Namun keterlambatan dan keterbatasan profil calon pembeli, di mana investor dalam negeri dan negara Teluk lebih didahulukan, membuat lesu reaksi pasar. Sejauh ini saham Aramco hanya menghasilkan permintaan sebesar 1,7 kali lipat dari jumlah saham yang ditawarkan.

Padahal penjualan saham perdana National Commercial Bank pada 2014 silam memicu serbuan pelaku saham yang mencatat tingkat permintaan sebesar 23 kali lipat.

Baca juga:Arab Saudi Longgarkan Peraturan Perwalian: Reformasi Nyata atau Sekadar Simbol? 

Namun kali ini pemerintah harus bekerja keras membibit ketertarikan investor dengan menggelar kampanye nasional menyebut investasi merupakan bagian dari tugas patriotik dan bank-bank lokal menawarkan "pinjaman IPO" berbunga rendah. Aramco juga menjanjikan keuntungan berganda buat pemegang saham lokal. 

Terbatasnya minat pengusaha lokal antara lain diyakini disebabkan oleh perdebatan soal hukum Fiqh yang kini menjadi fron terdepan modernisasi Arab Saudi. Ulama senior Saudi, Syeikh Abdullah al-Mutlaq misalnya menyebut penjualan saham oleh Aramco "dihalalkan" di dalam Islam.

"Partisipasi adalah hal baik dan ulama pun bahkan akan ikut serta," ujarnya.

Namun ulama lain yang tak kalah berpengaruh, Abdelaziz al-Fawzan, yang ditangkap tahun lalu, mengatakan sebagian dari proses penjualan saham Aramco bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. "Saya ingin membeli saham, tapi Fawzan mengatakan hal itu merupakan Riba dan Mutlaq mengatakan halal. Kami kebingungan di antara keduanya," tulis seorang pengguna Twitter.

Fawzan ditangkap lantaran mengritik kebijakan tegas pemerintah Saudi terhadap ulama dan tokoh agama. Dalam sebuah unggahan di Twitter, dia menyebut Riyadh "sedang mengobarkan perang terhadap agama dan nilai-nilai Islam."

Gejolak iman tidak hanya terjadi di Arab Saudi, melainkan juga di negeri Jiran Kuwait. Seperti dilaporkan Bloomberg, Kementerian urusan Waqf dan Agama Islam awal Oktober lalu menelurkan fatwa yang melarang IPO Shamal Al-Zhour, perusahaan listrik negara karena bertentangan dengan Islam. Fatwa tersebut dikhawatirkan ikut mempengaruhi sikap investor lokal terkait penjualan saham Aramco.

Baca juga: Penyerangan Aramco: Produksi Berkurang Setengah, Harga Minyak Melonjak

Namun ini bukan kali pertama ulama Saudi berusaha menghalangi perdagangan saham perdana perusahaan negara. Saat National Commerical Bank membuka saham ke publik lima tahun silam, komite fatwa yang dipimpin Mufti Besar Syeikh Abdul Aziz al-Asyeikh, juga menyebut perdagangan tersebut sebagai Riba.

Uniknya fatwa tersebut juga didukung oleh Syeikh Abdullah al-Mutlaq yang kini getol mengkampanyekan IPO Aramco. "Apa yang jelas buat saya bahwa hal ini tidak diizinkan, "katanya saat itu seperti dikutip Arab News.

rzn/vlz (AFP, Bloomberg, ArabNews, Al-Arabiya)

Perempuan-perempuan Saudi Mulai Meninggalkan Abaya

02:04

This browser does not support the video element.