1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Bagaimana COVID-19 Memengaruhi Anak-anak Terlantar di India?

Dharvi Vaid
11 Juli 2020

Krisis kesehatan dan sosial ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 secara tidak langsung menimpa anak-anak kurang mampu di India, berpotensi melonjaknya angka kemiskinan hingga pernikahan anak di bawah umur.

Indien Corona-Pandemie | Gefahr für Kinder
Foto: DW/D. Vaid

Nankesh, seorang remaja berusia 17 tahun tengah sibuk mencari rongsokan di daerah Nizamuddin, Delhi Selatan. Mengumpulkan botol-botol plastik dan bungkus bekas makanan menjadi mata pencahariannya.

"Saya tidak punya uang selama masa lockdown. Hidup tidak pernah sekeras ini sebelumnya," katanya.

Yatim piatu saat usia muda dan terpaksa hidup di jalanan, Nankesh tahu apa artinya bertahan hidup. "Virus corona untuk orang kaya, bukan untuk kita. Orang miskin harus bekerja. Saya tidak punya keluarga, jadi saya tidak perlu khawatir. Saya hanya ingin mendapatkan upah harian," katanya, sambil terus bekerja tanpa mengenakan masker.

Nankesh adalah salah satu dari jutaan anak yang hidup di jalanan di India. Mereka termasuk yang paling tidak terlindungi di negara ini. Banyak yang tidak memiliki keberadaan hukum atau dokumentasi yang memberikan hak kepada mereka untuk mengakses layanan dasar.

Mereka sering dianggap sebagai anak-anak "tidak terlihat", meskipun banyak dari mereka hadir di jalan raya, tempat ibadah dan di bawah jalan layang.

Sangat rentan

"Anak jalanan adalah yang paling rentan selama penerapan lockdown. Mereka mengemis, menjual atau membantu keluarga dengan berbagai pekerjaan," Sanjay Gupta, Direktur Perkembangan Anak melalui Pelatihan dan Aksi (CHETNA), sebuah LSM yang bekerja dengan anak-anak jalanan di Delhi dan negara-negara tetangga, mengatakan kepada DW.

"Pemerintah bergerak cepat dalam mengeluarkan kebijakan, tetapi masalah kasta dan kelas di India, yang juga lazim di jalan-jalan dan di daerah kumuh, tidak dapat dihilangkan dalam semalam," kata Gupta. "Dalam beberapa kasus, jika ada antrian untuk distribusi makanan, anak-anak ini diminta untuk berdiri paling akhir. Karena pakaian mereka, rambut bau yang kusut, orang takut akan tertular virus dari anak-anak."

Menyebarkan kesadaran tentang virus corona dan memastikan jaga jarak fisik adalah tantangan lain.

Semuanya dipukul rata

Menurut laporan UNICEF, COVID-19 merupakan ancaman bagi masa depan 600 juta anak di Asia Selatan. Sementara 240 juta anak-anak sudah hidup dalam kemiskinan "multidimensi", krisis ini akan mendorong 120 juta anak tambahan dari wilayah tersebut ke dalam kemiskinan. Laporan itu juga mengatakan bahwa India akan bertanggung jawab atas sebagian besar kematian anak-anak berusia lima tahun ke bawah.

"Selama lockdown, beberapa layanan dasar untuk anak-anak seperti pemantauan pertumbuhan, nutrisi tambahan, imunisasi, layanan kesehatan seksual dan reproduksi, pendidikan dan sistem perlindungan anak terganggu," kata Puja Marwaha, Kepala Child Rights and You (CRY), sebuah LSM.

Ancaman pekerja dan pernikahan anak

Sejak lockdown diberlakukan, Childline India, sebuah saluran bantuan untuk anak-anak yang tertekan, telah menerima lebih dari 5.500 laporan terkait dengan pernikahan anak. 

"Dengan angka kemiskinan yang tinggi ini, kehilangan pekerjaan dan tekanan ekonomi, cukup jelas bahwa keluarga-keluarga akan menggunakan mekanisme negatif," kata Herrero, Kepala Perlindungan anak UNICEF di India mengatakan kepada DW. 

"Dua dari mekanisme negatif yang kemungkinan besar digunakan oleh keluarga yang paling rentan, adalah pekerja anak dan pernikahan anak." (ha/yp)