Bantuan sosial dan digitalisasi: Krisis virus corona memaksa pemerintah Jerman meluncurkan berbagai kebijakan di bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang diterapkan jauh lebih cepat daripada biasanya.
Iklan
Lebih setengah tahun setelah pandemi corona melanda dunia, makin jelas bahwa COVID-19 tidak hanya membawa situasi bencana, melainkan juga menyulut perubahan dan reformasi di berbagai sektor. Perubahan itu sebelumnya dianggap sulit dilaksanakan karena berbagai alasan.
"Pandemi telah menunjukkan bahwa pertimbangan ekonomi tidak selalu bisa dijadikan prioritas utama," kata filsuf Jerman Markus Gabriel dalam sebuah wawancara dengan majalah berita Der Spiegel. "Kita telah melakukan langkah yang benar secara moral, yaitu memprioritaskan kesehatan, berapa besar pun biaya ekonominya."
Apakah virus corona akan menjadi awal perubahan perilaku konsumerisme yang merajalela dan menjadi pencetus kritik baru atas globalisasi? Apakah masalah-masalah etis yang sempat terpinggirkan oleh desakan kapitalisme kini akan menjadi penting lagi?
Subsidi negara dan digitalisasi
Di Jerman, corona juga memicu upaya digitalisasi yang sejak lama diabaikan pemerintah. Para pemimpin juga mendadak siap menggelontorkan dana besar di bidang sosial, yang dulu sulit dibayangkan. Di Eropa, dana besar juga dicurahkan ke bidang pendidikan, budaya dan untuk layanan kesehatan.
Teolog Johann Hinrich Claussen, yang juga menjabat sebagai komisaris budaya di Persatusan Gereja Protestan Jerman EKD mengatakan, perhatian pada sektor pendidikan dan perawatan kesehatan warga adalah suatu ”konsekuensi positif dari pandemi yang mengerikan ini."
Virus corona telah "mendorong paradigma bahwa perlindungan kehidupan memiliki nilai yang sangat tinggi di mata masyarakat kita," kata Hinrich Claussen. Masyarakat tiba-tiba menaruh perhatian besar pada keselamatan anak-anak dan orang lanjut usia.
Di sektor bisnis, upaya membendung penyebaran pandemi memicu dorongan digitalisasi. Menurut survei terhadap sekitar 800 manajer divisi sumber daya manusia yang dilakukan lembaga riset IFO, sebagian besar perusahaan berniat lebih memanfaatkan konferensi online dan menawarkan opsi kerja dari rumah bagi karyawan, juga setelah pandemi.
Ekonom Thomas Straubhaar mengatakan, semua ini menandai "transformasi besar" yang sedang terjadi. "Di era pasca virus corona, digitalisasi akan menjadi tren setelah globalisasi," tulisnya dalam editorial tamu untuk harian Die Welt.
Bagaimana Virus Corona Ubah Pertanian dan Peternakan
Restriksi akibat COVID-19 ganggu berbagai sektor vital, termasuk juga pertanian dan peternakan. Mulai dari penutupan peternakan, hingga bertambahnya pertanian di perkotaan. Pandemi bisa ubah rantai makanan kita.
Foto: DW/K. Makoye
Peternakan Pabrik atau Factory Farming
Asal COVID-19 belum jelas. Tetapi pandemi belakangan ini, seperti flu burung dan flu babi kemungkinan besar berkembang di peternakan dalam bangunan dengan kepadatan tinggi. Karena kaitan antara peternakan seperti ini dan risiko pandemi sudah nyata, kemungkinan jenis peternakan ini harus ditinjau kembali.
Foto: picture alliance/Augenklick/Kunz
Keburukan Industri Daging Terungkap
Pandemi juga menunjukkan kondisi buruk industri produk daging. Jerman sudah melihat bagaimana virus COVID-19 merebak di antara pekerja pabrik daging. Lebih dari 1.550 pekerja perusahaan Tönnies tertular virus itu. Kini seruan makin kuat, agar regulasi di seluruh sektor industri daging diperbaiki.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Thissen
Menghentikan peternakan hewan liar
Pakar yakin, virus COVID-19 berasal dari hewan liar yang dijual di pasar kota Wuhan, Cina. Setelah pandemi muncul, Cina melarang perdagangan hewan liar, dan menutup hampir 20.000 peternakan hewan liar. Sebagian provinsi Cina kini berikan sokongan dari pemerintah untuk menolong peternak yang harus beralih menjadi petani atau beternak babi atau ayam.
Foto: Getty Images/AFP/M. Bernetti
Sektor yang lebih kuat
Pandemi sudah berdampak pada rantai makanan kita. Industri yang sudah dikembangkan untuk bisa memasok kebutuhan secara global, kini harus diperkecil menjadi skala lokal di banyak kasus. Kesulitan bagi petani: kurangnya makanan ternak dan juga kurangnya pekerja.
Foto: picture-alliance/dpa
Pertanian di perkotaan berkembang
Karena harus melewatkan lebih banyak waktu di rumah, semakin banyak orang yang mulai mencoba menanam sendiri kebutuhan pangannya. Ini bisa jadi kemajuan bagus untuk jangka panjang. Diperkirakan dua pertiga populasi dunia akan tinggal di perkotaan tahun 2050.
Foto: Imago/UIG
Kembalikan lahan ke alam
Diperkirakan penduduk dunia akan mencapai 10 miliar orang tahun 2050. Produksi bahan pangan harus bertambah, tetapi kekhawatiran akan semakin bertambahnya perusakan alam demi kepentingan produksi bahan pangan membuat orang semakin sering mempertimbangkan ulang bagaimana cara kita menggunakan lahan.
Foto: Kate Evans / Center for International Forestry Research (CIFOR)
Beralih ke makanan berbasis tanaman
Saat kesadaran akan bahaya pasar daging bertambah, Cina semakin beralih ke produk berbasis tanaman. Di negara-negara barat sudah ada tren makanan berbasis tanaman sejak beberapa tahun lalu. Dan ini kemungkinan akan semakin kuat mengingat konsumen semakin ingin tahu perihal asal daging yang mereka konsumsi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/C. Neibergall
Jaminan bahan pangan bagi negara berkembang
Pandemi COVID-19 diduga akan berakibat sangat berat bagi negara berkembang, terutama dalam hal terjaminnya bahan pangan. PBB sudah beberapa kali memberikan peringatan. Selain bantuan segera, mitigasi kelaparan yang makin meluas juga butuh proteksi tanah yang lebih baik, keragaman tanaman dan sokongan bagi petani. (Ed.: ml/gtp)
Foto: DW/K. Makoye
8 foto1 | 8
Bantuan sosial corona dan perubahan iklim
Virus corona juga mempercepat implementasi beberapa langkah perlindungan iklim di sektor energi di Jerman. Para politisi dipaksa mengalihkan sebagian dana dari paket bantuan 130 miliar yang dianggarkan pemerintah dan 1,8 triliun dana bantuan Uni Eropa, untuk langkah-langkah perlindungan iklim.
Paket bantuan untuk krisis corona itu adalah jumlah terbesar yang pernah digalang dalam sejarah Uni Eropa. Sebanyak 30 persen dari bantuan krisis corona akan digunakan untuk perlindungan iklim.
Pakar iklim memuji keputusan pemerintah Jerman yang tidak memberi subsidi bonus besar untuk pembelian mobil baru berbahan bakar bensin atau diesel, melainkan mengarahkan subsidi untuk mendukung pengembangan dan penjualan kendaraan listrik.