Mengakses Ketersediaan Energi Listrik yang Bersih dan Andal
20 Juli 2018
Bandingkan dengan Cina dan negara lain, sudah waktunya Indonesia dengan dukungan politik yang tepat memberikan ruang pada energi terbarukan untuk dapat berkembang. Ikuti opini Kuki Soejachmoen berikut ini.
Foto: colourbox/K. T. Segundo
Iklan
Energi merupakan penggerak utama dalam kehidupan, terutama di masa modern sekarang ini. Akses terhadap energi akan memberikan kepastian untuk melakukan berbagai aktivitas yang bukan hanya bermanfaat melainkan juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Indonesia di usianya yang telah lebih dari 70 tahun, masih terus menghadapi tantangan yang kompleks dan berkepanjangan terkait akses terhadap energi, terutama terhadap energi listrik.
Akses terhadap energi tidak lagi dapat diterjemahkan sebagai akses terhadap energi semata. Dengan perkembangan yang ada saat ini, akses yang harus ada adalah akses terhadap energi yang bersih dan andal. Untuk memastikannya, maka ketersediaan energi pun harus dapat dipastikan kualitasnya dalam hal ‘kebersihan' serta keandalan untuk selalu tersedia.
Penulis: Kuki Soejachmoen Foto: privat
Tantangan utama: Keandalan ketersediaan listrik
Ketersediaan energi listrik di Indonesia telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Hingga akhir 2017, jumlah rumah tangga yang telah terlistriki mencapai 94,91% yang lebih tinggi dari target yang direncanakan yaitu 92,75%.
Pertanyaannya sekarang adalah seberapa andal ketersediaannya? Apakah listrik yang telah dapat diakses oleh 94,91% rumah tangga di Indonesia tersebut terus-menerus menyala?
Pertanyaan lain yang erat kaitannya dengan akses dan manfaatnya bagi masyarakat adalah seberapa besar daya listrik untuk tiap rumah tangga yang telah terlistriki. Apakah sambungan tersebut dapat memberikan manfaat terutama terkait dengan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan?
Data yang disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa konsumsi listrik masyarakat Indonesia masih berada di bawah konsumsi yang ditargetkan. Pertanyaan yang mendasar bukan hanya terkait dengan ketersediaan listrik ataupun konsumsi riil yang ada hingga saat ini. Dengan adanya pembatasan kelas daya sambungan listrik, dapat dipastikan bahwa listrik yang dapat dikonsumsipun akan terbatas pula.
Rendahnya konsumsi listrik per kapita dapat diinterpretasikan secara berlainan. Pandangan yang optimistis akan mengatakan rendahnya konsumsi per kapita merupakan hal yang baik, yang berarti masyarakat telah mengkonsumsi listrik secara efisien. Pandangan lain yang lebih pesimis adalah rendahnya konsumsi disebabkan oleh terbatasnya listrik yang dapat dikonsumsi. Mana yang lebih pas bagi kondisi Indonesia?
Kenyataan saat ini dengan adanya penggolongan daya sambungan listrik, maka akses masyarakat terhadap energi listrik pun dibatasi dan belum mampu mendukung kegiatan ekonomi yang diperlukan.
Pembangunan Sumber Energi Bersih di Indonesia
Setelah PLTB Sidrap di Sulawesi Selatan diresmikan, Indonesia terus membangun pembangkit tenaga listrik dari sumber energi yang terbarukan.
Foto: BPMI
Kapasitas besar
Indonesia baru resmi mengoperasikan PLTB di Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin lalu. PLTB ini memiliki 30 kincir angin dengan tinggi tower 80 meter dan panjang baling-baling 57 meter, masing-masing menggerakkan turbin berkapasitas 2,5 MW, sehingga total kapasitas yang dihasilkan oleh 30 turbin adalah 75 MW.
Foto: BPMI
Menyerap ribuan tenaga kerja
Taman energi angin seluas 100 hektar ini menggunakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sekitar 40%. Selain itu proyek ini juga diperkirakan akan menyediakan ribuan lapangan pekerjaan.
Foto: BPMI
"Seperti di luar negeri"
Pada saat peresmian, presiden mengatakan dirinya serasa berada di luar negeri. PLTB di Sidenreng Rappang, atau biasa disingkat Sidrap, adalah yang pertama di Indonesia. Presiden Jokowi menyampaikan, pembangunan serupa juga akan dilakukan di berbagai tempat lainnya, seperti di Kalimantan dan Jawa.
Foto: BPMI
Potensi pengembangan energi terbarukan
Selain tenaga angin, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan energi terbarukan seperti energi matahari, panas bumi (geotermal) dan energi ombak. Panas bumi (geotermal) memiliki potensi sebanyak 29.000 MW dan baru dikerjakan kurang lebih 2.000 (MW).
Foto: BPMI
Target ambisius
Selain meresmikan PLTB Sidrap, masih di tempat yang sama, Presiden juga meresmikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Punagaya berkapasitas 2x100 MW dan PLTU Jeneponto Ekspansi dengan kapasitas 2x135 MW. Pada 2025, Indonesia menargetkan proporsi pemakaian energi terbarukan mencapai 23 persen.
Foto: BPMI
5 foto1 | 5
Tantangan yang tidak kalah beratnya: tingkat ‘kebersihan' penyediaan listrik
Berbicara mengenai listrik dan peningkatan aksesnya, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah sumber energi yang digunakan dalam proses pembangkitan listrik. Dengan semakin nyatanya dampak perubahan iklim, maka sangat diharapkan penyediaan energi, termasuk energi listrik, tidak memperburuk perubahan iklim yang ada.
Tidak dapat diingkari, penyediaan energi dan listrik yang selama ini sangat bergantung pada sumber energi fosil harus mengalami transisi dan transformasi. Opsi yang muncul adalah pembangkitan energi yang berasal dari energi terbarukan. Hal ini telah berkembang secara internasional.
Cina Bangun Pembangkit Listrik Panda Raksasa
Pembangkit listrik ramah lingkungan memang makin jadi tren. Namun pembangkit listrik tenaga surya yang satu ini luar biasa. Unik! hanya ada di Cina.
Foto: UNDP
Panda penghasil energi
Cina membangun komplek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Datong, Shanxi yang super unik. Tampilan panel-panel surya di fasilitas seluas 248 hektar ini jika digabung, desainnya menyerupai panda. Fasilitas pembangit listrik yang dibangun operator energi di negara tersebut, China Merchants New Energy Group (CMNEG), didukung pula oleh United Nation Development Programme (UNDP).
Foto: UNDP
Menyediakan listrik ramah lingkungan
Tahap pertama, PLTS ini meliputi 50MW. Proyek itu telah mulai menyalurkan listrik ke wilayah Cina barat laut. Nantinya, komplek ini dapat menghasilkan daya hingga 100MW. Dengan daya sebesar itu, pembangkit ini dapat menyediakan listrik ramah lingkungan hingga 3,2 miliar kilowatt per jam energi surya dalam 25 tahun, demikian klaim pihak operator energi.
Foto: pandagreen.com
Ditujukan bagi kaum muda
Selain untuk menyediakan listrik yang ramah lingkungan, proyek Pembangkit Listrik Panda tersebut merupakan kampanye meningkatkan kesadaran di kalangan anak muda di Cina tentang pentingnya penggunaan energi bersih. Banyak anak muda dari seluruh negeri tirai bambu itu diundang dalam perkemahan di sekitar pusat pembangkit listrik untuk mendengarkan ceramah mengenai pentingnya energi terbarukan.
Foto: pandagreen.com
Bakal banyak dibangun dalam bentuk unik lainnya
Inisiatif Pembangkit Listrik Panda juga dimasukkan ke dalam inisiatif "Belt and Road", rencana ambisius Cina dalam berinvestasi dalam proyek-proyek pembangunan di di sepanjang Jalur Sutra. Fasilitas penyedia energi di Datong ini diharapkan menjadi yang pertama dari 100 PLTS dalam bentuk panda dan hewan lainnya yang akan dibangun di Cina.
Foto: picture-alliance/AP Images/Chinatopix
Segera 'bercerai' dengan batu bara
Pembangkit Listrik Panda yang baru juga merupakan contoh terbaru dari komitmen Cina untuk meningkatkan bentuk energi terbarukan, sebelum secara total menghentikan energi batu bara.Laporan Status Global terbaru dari Jaringan Kebijakan Energi Terbarukan untuk Abad 21 (REN21) menunjukkan bahwa Cina terus memimpin dalam investasi, kapasitas, dan generasi energi terbarukan. Ed: ap/as(berbagai sumber)
Foto: Getty Images/AFP/STR
5 foto1 | 5
Bagaimana dengan Indonesia?
Data PLN menyebutkan bahwa hingga saat ini, 57% pembangkit listrik yang ada di Indonesia berbasis pada batubara dan hal ini telah menjadi alasan PLN untuk mendesak Pemerintah menekan harga batubara sebagai pasokan pembangkitan listrik menjadi maksimal USD 70 per ton untuk menyehatkan kondisi PLN. Tepatkah kebijakan ini?
Dari sisi pengendalian dan penanganan perubahan iklim, hal tersebut sungguh menyakitkan. Alih-alih melakukan transformasi sumber pembangkitan listrik yang bertumpu pada energi fosil kepada energi terbarukan yang lebih bersih, kebijakan pembatasan harga ini telah memberikan sinyal sangat negatif ke berbagai pihak.
Pertama, untuk para pelaku di sektor listrik, kebijakan ini semakin menekan perkembangan pembangkitan listrik bersumber energi terbarukan. Dengan diterapkannya Peraturan Menteri ESDM no. 50/2017 mengenai pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik, maka pembangkit bersumber energi terbarukan telah mengalami tekanan mengingat ditetapkannya batas atas pembelian listrik oleh PT. PLN, yang merupakan pembeli tunggal, yaitu 85% dari biaya pokok penyediaan pembangkitan (BPP Pembangkitan) di wilayah bersangkutan. Dengan ditetapkannya batas atas harga batubara, maka sudah dapat dipastikan nilai BPP Pembangkitan tidak akan mengalami peningkatan yang signifikan. Ini berarti harga beli listrik yang bersumber dari energi terbarukan oleh PT. PLN tidak akan mengalami peningkatan yang berarti. Dapat dipastikan hal ini akan sangat tidak kompetitif bagi pengembangan listrik berbasis energi terbarukan di Indonesia.
Kedua, dengan penetapan batas atas harga batubara, dapat dipastikan harus adanya talangan dana dari pemerintah untuk menutup perbedaan harga jika harga di pasar lebih tinggi dari batas tersebut. Jika hal ini terjadi, maka yang terjadi adalah subsidi. Yang lebih buruk lagi adalah subsidi ini dilakukan untuk membantu energi fosil, padahal subsidi untuk pengembangan energi terbarukan telah ditolak.
Ketiga, kepada masyarakat Indonesia, masyarakat internasional dan kepada generasi penerus. Indonesia telah menyampaikan komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebagai bentuk kontribusi Indonesia kepada masyarakat global dan kepada generasi mendatang. Penetapan batas atas harga batubara telah mencederai komitmen ini. Komitmen Indonesia memang bukan dimaksudkan untuk serta merta mematikan bisnis batubara atau energi fosil lainnya. Namun, sebagaimana yang terjadi dalam siklus kehidupan, semua akan mengalami perubahan dan transformasi. Hal ini lah yang harus dilakukan dan menjadi implikasi dan konsekuensi komitmen tersebut.
Konsep Kreatif untuk Panen Energi
Sumber energi alternatif selalu dicari dalam rangka menjaga kelestarian alam dan bumi. Inilah 10 konsep paling kreatif dan berkelanjutan versi DW.
Foto: Wattway/COLAS/Joachim Bertrand
Urin dan Kotoran Manusia
Buangan dari tubuh manusia bisa punya banyak kegunaan. Para peneliti mencari jalan untuk mengubah hal-hal itu menjadi energi. Misalnya, di kamp pengungsi, ini bisa jadi sumber cahaya sekaligus memecahkan masalah sanitasi. Walaupun ada asosiasi negatif, buangan dari tubuh manusia nantinya bisa jadi "sekutu" paling handal.
Foto: Imago
Pertanian Alga
Ini baru ide awal yang masih perlu penelitian intensif lebih lanjut. Tapi menanam alga mikro bisa jadi solusi untuk memproduksi bahan bakar ekologis secara efisien dan berkelanjutan. Pertanian alga mikro berskala besar bisa mengubah cahaya matahari dan karbon dioksida menjadi bio etanol. Tapi dengan hasil optimalpun, jumlah energi yang dihasilkan tetap tidak banyak.
Foto: picture-alliance/dpa/MAXPPP
Memanfaatkan Angin Sejuk
Moya adalah lembaran sangat ringan dan fleksibel yang bisa memanen energi angin berskala rendah pada lokasi berbeda-beda. Demikian gambaran yang diberikan penemunya, Charlotte Slingsby dari Afrika Selatan. Lembaran seperti tirai ini bisa dipasang di infrastruktur yang sudah ada, tanpa perlu fasilitas mahal. Dan ini tidak membahayakan burung maupun kelelawar seperti halnya kincir angin.
Foto: Charlotte Slingsby
Kelapa Pengganti Batu Bara
Kayu menjadi sumber energi utama di banyak negara di dunia, dan ini menyebabkan deforestasi. Batok kelapa dan sabutnya bisa jadi alternatif baik bagi negara seperti Kenya atau Kamboja. Dibanding batu bara kayu yang tradisional, arang dari batok kelapa menghasilkan panas lebih lama, lebih murah dan tidak sebabkan penebangan pohon. Ini juga baik bagi manajemen sampah kelapa.
Foto: Imago/fotoimedia
Tulang dan Kulit Ikan
Pabrik produk dari ikan menghasilkan gunung sampah setiap harinya, dan ini bisa menghasilkan energi. Lemak yang terdapat pada jeroan, kulit dan tulang ikan bisa digunakan untuk memproduksi bio diesel. Negara-negara seperti Honduras, Brazil dan Vietnam sudah bereksperimen dengan sumber energi baru ini selama bertahun-tahun, tapi kendala finansial menghalangi sukses.
Foto: AP
Turbin Angin Terselubung
Pohon angin adalah inovasi dari Perancis, yang meniru alam untuk menghasilkan energi. Jerome Michaud-Lariviere, adalah otak di balik konsep ini. Ia terinspirasi daun-daun yang bergerak ketika dihembus angin. Struktur serupa pohon ini memiliki 72 turbin kecil, bukan daun, dan bisa memproduksi cukup listrik bagi 15 lampu jalanan, isi ulang mobil elektrik dan jadi sumber tenaga rumah keluarga kecil.
Foto: NewWind
Dari Gerakan Bangkitkan Energi
Bayangkan jika setiap langkah kaki bisa menghasilkan energi. Inilah konsep di balik permukaan pintar yang berada misalnya di bawah lantai dansa, lapangan olah raga, dan stasiun kereta. Energi yang dipanen bisa menyalakan lampu dengan daya rendah atau isi ulang baterai alat elektronik.
Foto: Daan Roosegaarde
Bahan Bakar Bio Zaitun
Buah diperas untuk hasilkan minyak yang sering ditemukan dalam makanan dari kawasan Laut Tengah. Tapi setelah buah diperas minyaknya, sampahnya masih bisa digunakan untuk biofuel. Produksi minyak zaitun memproduksi sampah empat kali lipat dari minyaknya. Proyek Phenolive mengubah sampah itu jadi listrik dan panas.
Foto: Fotolia/hiphoto39
Sampah Biomassa
Sampah dari sisa tumbuhan atau biomassa jadi opsi terbaik pengolahan sampah organik untuk menghasilkan energi. Listrik yang dihasilkan bisa digunakan untuk ribuan rumah di pedesaan. Abu hasil pembakaran bisa disebar di ladang sebagai pupuk.
Foto: DW
Jalanan Sel Surya
Matahari tidak hanya menyebabkan fatamorgana di jalanan, tapi juga menghasilkan energi. Belanda sudah punya jalanan sepeda sepanjang 70 m, dan Perancis akan mengambil langkah sama. Negara ini merencanakan buat instalasi 1.000 km yang terdiri dari panel surya fotovoltaik dengan desain khusus di jalan-jalannya, dalam lima tahun ke depan. Tujuannya untuk memperluas kapasitas energi berkelanjutannya.
Foto: Wattway/COLAS/Joachim Bertrand
10 foto1 | 10
Pengaruh pada pemanasan global
Penetapan batas atas harga batubara yang secara langsung akan berpengaruh terhadap pengembangan listrik berbasis energi terbarukan, jelas-jelas akan meningkatkan emisi gas rumah kaca dan akan mempercepat terjadinya perubahan iklim. Hal ini sudah nyata dan bukan lagi merupakan perdebatan.
Sudah waktunya Indonesia secara nyata dan dengan dukungan politik yang tepat, memberikan ruang kepada energi terbarukan untuk dapat berkembang. Di berbagai negara, hal ini dilaksanakan dalam bentuk pemberian insentif dan ‘subsidi' bagi energi terbarukan. Hal ini barangkali tidak perlu dilakukan di Indonesia. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan perlakuan yang sama bagi energi berbasis fosil dan energi terbarukan. Dengan memberikan pertimbangan yang sama dalam penetapan harga, termasuk dengan menginternalisasikan berbagai biaya eksternal. Biaya eksternal ini meliputi biaya lingkungan, biaya kesehatan dan biaya sosial lainnya. Salah satu biaya eksternal yang perlu diberlakukan adalah biaya terkait dengan emisi gas rumah kaca yang akan dihasilkan, dalam hal ini dapat dilihat berdasarkan kandungan karbon di dalam berbagai sumber energi, baik sumber energi berbasis fosil maupun sumber energi terbarukan.
Saat ini adalah momentum yang tepat untuk mempertimbangkan kembali perlakuan yang setara bagi berbagai sumber energi sehingga target Indonesia untuk dapat memberikan akses listrik kepada seluruh masyarakat Indonesia dapat tetap diwujudkan dengan energi yang andal dan bersih.
@KukiMHS
Pengamat masalah perubahan iklim.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Seberapa Banyak Energi Yang Dibutuhkan untuk Produk ini?
"Gray energy" tidak kasatmata, namun demikian sangat penting untuk memperhitungkan jejak ekologis kita. Jika tidak memperhitungkannya, orang tidak akan mendapat gambaran jelas seberapa bahan baku yang diperlukan.
Foto: Fotolia/nito
Cokelat
Di samping tenaga listrik untuk rumah dan kantor, juga bensin untuk mobil, kita menggunakan energi untuk banyak hal. Energi digunakan untuk memproduksi, mengemas, mengangkut dan membuang produk disebut "gray energy." Sebatang cokelat memerlukan 0,25 kilowatt-jam. Jumlah energi itu bisa digunakan untuk memasak pasta 20 kali.
Foto: Colourbox
Air botolan
Setengah liter air mineral botolan memerlukan 0.7 kWh energy. Itu sekitar 1.000 kali lebih banyak daripada yang diperlukan untuk air keran biasa. Produk yang diangkut dari lokasi sangat jauh perlu banyak "gray energy". Namun demikian transpor jarak dekat produk lokal dengan mobil bisa menyebabkan lebih banyak polusi daripada transpor jarak jauh.
Foto: picture-alliance/APA/B. Gindl
Laptop
Produksi piranti keras laptop perlu 1.000 kWh "gray energy." Itu sama dengan 40 hari menghisap debu tanpa henti. Jika energy ini tidak diperhitungkan dalam perbandingan energi, gambarannya bisa salah.
Foto: Colourbox
Jeans
Sebuah celana jeans dari katun diperkirakan memerlukan 40 kWh. Dengan jumlah listrik sebanyak ini, orang bisa menonton televisi selama 400 jam. Dalam penghitungan "gray energy," pengolahan materi mentah juga diperhitungkan, sehingga energi yang digunakan dalam seluruh proses produksi bisa dihitung.
Foto: Colourbox
Rumah keluarga
Rumah biasa dengan ruang tinggal 120 meter persegi memerlukan lebih dari 150.000 kWh "gray energy." Ini sama dengan konsumsi energi sebuah keluarga dengan dua anak selama hampir 40 tahun. Pakar mengungkap, setiap Euro (sekitar 17.000 Rupiah) yang dikeluarkan sebuah rumah tangga bisa disamakan dengan sekitar satu kWh.
Koran
Koran pada umumnya berbobot 200 grams, dan perlu sekitar 2 kWh "gray energy." Sebagai perbandingan, dengan 2 kWh orang bisa memasak 150 cangkir kopi. Data yang diperlukan untuk mengkalkulasi energi ini kadang sulit diperoleh. Hasilnya bisa bervariasi, tergantung perincian dalam hal manufaktur dan transportasi.
Foto: picture-alliance/abaca/H. Lionel
Ponsel pintar
Untuk manufaktur, transpor, penyimpanan, penjualan dan pembuangannya, sebuah ponsel pintar perlu 220 kWh. Dengan energi sebanyak itu, orang bisa mengecas telepon selama 50 tahun. Kesulitan penghitungan "gray energy" adalah masalah terbesar pemberian informasi tepat bagi konsumen.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Klose
Sepatu
Memproduksi sepasang sepatu perlu 8 kWh "gray energy." Ini jumlah yang sama seperti energi yang diperlukan kulkas standar selama dua pekan. "Gray energy" adalah kontributor terbesar bagi konsumsi energi global. Sama halnya dengan emisi "gray CO2", yang menambah jejak karbon bagi banyak produk.
Foto: Fotolia/nito
Mobil
Mobil biasa memakan sekitar 30.000 kWh "gray energy" bahkan sebelum diturunkan ke jalanan. Jika dibanding dengan bensin, jumlah itu berarti menyetir sekitar 36.000 km. Impor dan expor memegang peranan penting dalam memperhitungkan "gray energy".
Foto: Getty Images/AFP/T. Schwarz
Kertas toilet
Segulung kertas toilet yang bebas chlorine dan diputihkan memerlukan 20 kWh. Jadi energi bagi segulung kertas toilet sama dengan mencuci 20 kali dengan mesin cuci. Walaupun data bagi "gray energy" sulit diperoleh, konsumen sebaiknya juga memperhitungkan energi ini, jika kelanjutan menjadi hal yang penting bagi mereka. Penulis: Melina Grundmann (ml/ap)
Foto: Imago/M. Westermann
10 foto1 | 10
Anda dapat berbagi opini Anda di kolom komentar di bawah...