1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bahan Bakar Metanol Jadi Opsi Transportasi Laut Ramah Iklim

Dirk Kaufmann
14 Februari 2024

Dekarbonisasi di sektor perkapalan penyembur emisi CO2 terbesar, selama ini terhadang teknologi baru yang belum layak pasar. Kini alternatifnya mencakup kapal bertenaga metanol yang belakangan kian populer

Laura Maersk, kapal metanol kontainer pertama
Laura Maersk, kapal kontainer pertama yang berbahan bakar metanolFoto: Maersk

Terobosannya diinisiasi perusahaan trasportasi kapal laut terbesar kedua di dunia, Maersk asal Denmark, yang menjadi perusahaan pertama yang mengoperasikan kapal kontainer berbahan bakar metanol.

Kapal terbesar bernama Ane Maersk, dengan kapasitas angkut 16.000 kontainer berukuran standar 20 TEUS, sudah melakukan pelayaran perdana dari pelabuhan Ningbo di Cina, 6 Februari lalu. Sebanyak 17 kapal berteknologi sama sedang dibangun di galangan kapal Hyundai Heavy Industries di Korea Selatan atas pesanana Maersk.

Dalam keterangan persnya, Maersk menyebutkan; "telah mengamankan cadangan metanol hijau yang cukup untuk pelayaran perdana Ane Maersk dan sedang mencari sumber baru untuk armada berbahan bakar antara lain metanol di musim 2024/25."

Sejak 2021, Maersk mengklaim hanya memesan kapal baru yang digerakkan oleh "bahan bakar hijau." Meski begitu, kapal yang baru masih akan menggunakan "mesin yang bisa digerakan oleh beberapa jenis bahan bakar, antara lain metanol hijau atau bahan bakar ramah lingkungan lainnya."

Pengembangan Hidrogen untuk Dekarbonisasi Sektor Industri

04:05

This browser does not support the video element.

Bukan teknologi baru

Metanol sudah diujicoba sebagai bahan bakar kapal laut sejak beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah kapal tanker Lindanger yang selesai dibangun pada 2015 silam di Korea Selatan dan dioperasikan perusahaan kapal Norwegia, Westfal-Larsen, setahun kemudian.

Kapal bermesin metanol bukan cuma dikembangkan oleh Hyundai, tetapi juga di Meyer Werft di Jerman yang saat ini sudah membangun kapal bermesin gas cair atau LNG. "Metanol adalah bahan bakar yang menjanjikan karena didukung berbagai faktor," tulis Meyer Werft dalam keterangan persnya kepada DW.

"Kami mengembangkan teknologi baru produksi energi, seperti misalnya hidrogen." Dalam sistem ini, metanol "bisa digunakan di dalam sel bahan bakar. Tahun ini, galangan kami di Turku, Finlandia, akan menyelesaikan kapal pesiar pertama yang digerakkan dengan metanol."

Metanol dikenal ramah transportasi karena berbentuk cair di suhu normal. Saat ini, metanol hijau diproduksi dengan dua cara, yakni gasifikasi limbah biomassa atau diproduksi dari hidrogen ramah lingkungan.

Kapal layar kontainer?

Alternatif lain adalah kapal laut yang digerakkan Rotor-Flettner, alias baling-baling yang menangkap angin layaknya sebuah layar. Konsep ini sudah ramai digunakan sejak 1920an di Eropa dan belakangan kembali diujicoba dengan teknologi modern.

Dalam patennya yang telah berusia 100 tahun, Anton Flettner mendesain baling-baling dalam bentuk silinder bak sebuah cerobong asap. Prototip pertama dibangun pada tahun 1924, namun gagal mendulang antusiasme industri kapal yang kala itu lebih memilih mesin diesel.

Konsep yang diperkenalkan Flettner kian dilupakan ketika dunia dilanda krisis ekonomi akhir abad lalu.

Sejak 2008, Rotor Flettner kembali hidup lewat sebuah kapal pengangkut baling-baling pembangkit angin bernama E-Ship 1, yang dibangun oleh galangan Cassens di Emden, Jerman. Namun angin tidak digunakan sebagai penggerak utama, melainkan bersama bahan bakar fosil secara hibrida.

rzn/as

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait