1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman & Turki Kutuk Serangan Rusia

ap/yf (dpa/dw/afp)8 Februari 2016

Kanselir Jerman Angela Merkel melawat ke Turki, membahas langkah baru untuk menangani masuknya pengungsi ke Uni Eropa. Jerman dan Turki mengutuk serangan Rusia di Suriah & memohon bantuan NATO menangani pengungsi.

Türkei Ankara Treffen zur Flüchtlingskrise Merkel und Davutoglu
Foto: Reuters/U. Bektas

Pertemuan antara pemimpin negara Jerman dan Turki berlangsung di tengah membanjirnya puluhan ribu pengungsi yang mengharapkan perlindungan suaka di sepanjang perbatasan Turki-Suriah.

Kanselir Jerman Angela Merkel, yang mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di ibukota Ankara, berharap dapat menemukan solusi untuk memperlambat arus pengungsi. Merkel sangat mendukung kesepakatan Uni Eropa dengan Turki tahun lalu, yang berisi perjanjian pengucuran bantuan senilai 3 miliar Euro bagi pengungsi, dengan imbalan, Turki membantu Eropa dalam mengawasi perbatasannya, menahan laju gelombang baru pengungsi.

Perjanjian yang ditandatangani pada bulan November 2015 itu dimaksudkan untuk mengucurkan bantuan bagi 2,7 juta migran Suriah yang sudah berada di Turki. Tapi dalam minggu-minggu terakhir saja, puluhan ribu pengungsi baru terus mengalir ke perbatasan Turki. Para pengungsi Suriah ini kebanyakan melarikan diri akibat pemboman kota Aleppo.

Mengenai perjanjian bantuan dana itu, pemimpin Turki menyatakan bahwa dana Uni Eropa yang diperuntukkan bagi krisis pengungsi tidak akan cukup. Pengungsi yang tak terhitung jumlahnya masuk ke Eropa melalui Turki sejak tahun lalu. Jerman sendiri telah menerima lebih dari 1,1 juta orang yang mencari suaka pada tahun 2015.

Foto: Reuters/U. Bektas

Terdampar di perbatasan

Puluhan ribu warga Suriah terdampar di perbatasan Turki, hari Senin (08/02/16), setelah melarikan diri dari serangan pemerintah yang didukung Rusia di Aleppo. Turki telah berjanji untuk membantu para pengungsi, termasuk para perempuan dan anak-anak, tetapi hingga Senin (08/02/16) pagi, Turki belum membuka perbatasannya. Badan-badan bantuan internasional telah memperingatkan bahwa mereka menghadapi "keputusasaan" saat menunggu bantuan. "Turki telah mencapai batas kapasitasnya dalam menyerap pengungsi," ujar Wakil Perdana Menteri Turki Numan Kurtulmus. "Tapi pada akhirnya, orang-orang ini tidak punya tempat lain untuk pergi. Entah mereka akan mati di bawah pemboman ... atau kita akan membuka perbatasan.“

"Kami tidak dalam posisi untuk melarang mereka untuk jangan menuju ke sini. Jika kita lakukan itu, berarti kita meninggalkan mereka menghadapi kematian mereka. "Oncupinar, di perbatasan Turki, yang menghadap ke kawasan Bab al-Salama, Suriah, tetap ditutup pada hari Minggu (07/02/16) ketika ribuan pengungsi berkumpul di sana hingga hari ke-tiga menunggu pintu gerbang dibuka.

Para pengungsi Suriah membawa beberapa barang-barang mereka. Di tengah guyuran hujan dan suhu dingin menusuk tulang, para pengungsi menanti uluran tangan di tenda kamp-kamp kumuh yang disediakan badan-badan bantuan. Para pengungsi lainnya dilaporkan tidur di ladang dan di jalan-jalan.

Seorang pejabat Turki mengatakan, lintasan penyeberangan itu "terbuka untuk situasi darurat". Ia menambahkan, tujuh orang yang terluka sudah dilarikan ke rumah sakit Turki untuk dirawat. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Turki berada "di bawah ancaman," dan berjanji bahwa: “Jika perlu, kita harus dan akan membiarkan saudara-saudara kita masuk ke Turki." Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu Sabtu (06/02/16) lalu telah menerima masuk sekitar 5.000 orang yang melarikan diri akibat gempuran-gempuran di Suriah. Sekitar 50.000 hingga 55.000 orang lainnya diperkirakan masih sedang dalam perjalanan.

Foto: Getty Images/C. McGrath

Di Suriah pun kewalahan

Organisasi Dokter Lintas Batas (MSF) mengatakan, kamp pengungsi di provinsi Aleppo utara sudah sangat kewalahan. Tiga rumah sakit MSF telah dibom. "Dari apa yang MSF lihat situasi di distrik Azaz sudah sangat membuat putus asa, dengan pertempuran-pertempuran dan puluhan ribu orang mengungsi yang terus berlangsung," kata Muskilda Zancada, kepala misi bantuan untuk Suriah."Kami ... telah melihat berbagai masalah: kurangnya ruang untuk mengakomodasi orang, dan air bersih yang tidak memadai dan masalah sanitasi di banyak daerah." Uni Eropa mengatakan pemerintahan di Ankara wajib membuka batas wilayah bagi pengungsi. Namun di sisi lain Turki juga ditekan untuk membantu membendung masuknya migrasi terbesar sejak Perang Dunia II ini.

Kanselir Jerman Angela Merkel, yang negaranya kebanjiran lebih dari satu juta pencari suaka tahun lalu, kini mengadakan pembicaraan dengan Presiden Erdogan dan Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu di ibukota Turki, hari Senin (08/02). Uni Eropa telah menjanjikan dana bantuan senilai tiga miliar Euro dengan imbalan pemerintahan di Ankara menghentikan aliran pendatang baru di wilayahnya. Di Turki -- yang menampung sekitar 2,7 juta pengungsi Suriah - warga daerah perbatasan kini merasa takut kewalahan oleh gelombang baru pengungsi. "Hidup di sini akan lumpuh dalam menghadapi eksodus massal," kata Tugba Kaya, yang tinggal di perbatasan.

Pertemuan lanjutan

Para diplomat dari negara-negara lain berusaha untuk menyelesaikan konflik Suriah, yang telah menewaskan 260.000 jiwa dalam lima tahun terakhir dan menyebabkan tingginya arus pengungsi. Tanggal 11 Februari , akan kembali berlangsung pertemuan untuk membahas konflik Suriah, setelah perundingan perdamaian sebelumnya pada pekan lalu mengalami kegagalan.

@dwnews - #MyEscape refugee stories

02:37

This browser does not support the video element.

Krisis terbaru dimulai setelah pasukan pemerintah Suriah mengepung kota Aleppo, sejak intervensi Rusia yang mendukung Presiden Bashar al-Assad. Pasukan rezim pemerintah terus merangsek hingga hari Minggu (08/02/16) menuju kota yang banyak dihuni kaum pemberontak, Tal Rifaat, yang terletak sekitar 20 kilometer dari perbatasan Turki, demikian kata kelompok pemantau. Kelompok pemberontak utama Suriah sekarang terancam mngalami kehancuran, setelah rezim yang berkuasa memutus jalur suplai utama ke kota Aleppo. Kekuatan oposisi dan sekitar 350.000 warga sipil di bagian yang dikuasai pemberontak dari kota itu menghadapi risiko pengepungan pemerintah. Ini merupakan taktik yang digunakan pemerintah dalam menghancurkan benteng pemberontakan.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait