1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanIndonesia

Bahaya Plastik Mikro pada Puntung Rokok bagi Kesehatan

Betty Herlina
31 Mei 2022

Tiap puntung rokok diketahui mengandung 15.600 helai fiber dengan 90% berbahan selulosa asetat. Bahan ini terurai sebatas plastik mikro dan bisa memasuki sistem pencernaan.

Foto: Imago Images/Sven Simon/F. Hoermann

Rokok tidak hanya berbahaya bagi kesehatan. Sampah sisa rokok berupa puntung juga berdampak pada tubuh. Kandungan plastik mikro dari puntung rokok masuk ke tubuh manusia melalui jalur pencernaan dan pernafasan, demikian disampaikan Eka Chlara Budiarti, peneliti dari organisasi konservasi lingkungan Ecological Observation and Conservation Wetlands atau ECOTON.

Ia mengutip data The Ocean Conservancy, dalam 25 tahun terakhir relawan International Coastal Cleanup (ICC) berhasil mengumpulkan sekitar 53 juta puntung rokok. Konsumsi rokok mengakibatkan sekitar 4,5 triliun puntung rokok dibuang setiap tahunnya di seluruh dunia. Ini setara dengan 766 juta ton sampah beracun setiap tahun, dan dua juta ton limbah padat dari kardus dan kemasan rokok.

Riset yang dilakukan Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia di Amerika Serikat, dan dirilis pada 2015 menunjukkan Indonesia sebagai negara nomor dua terbesar penyumbang sampah laut setelah Cina. Ditemukan 187,2 juta ton sampah di laut Indonesia, mayoritas di antaranya adalah puntung rokok.

"Selama ini yang menjadi perhatian adalah abu rokok yang dikategorikan sebagai limbah B3. Padahal, pada puntung rokok ada zat-zat sisa yang harusnya dikategorikan sebagai limbah B3. Indonesia malah masih menganggap puntung rokok sebagai sampah residu," kata Eka kepada DW Indonesia.

Eka mengatakan setiap satu puntung rokok mengandung 15.600 helai fiber dengan 90% berbahan selulosa asetat. Bahan ini sulit terurai menjadi kompos dan hanya terurai sebatas partikel plastik mikro. Puntung rokok yang kembali ke lingkungan, terutama di perairan, akan melepaskan 100 partikel plastik mikro per hari. Limbah mikroplastik tersebut diyakini sama banyak dengan limbah cucian pakaian.

"Mikroplastik dari rokok ini bisa masuk ke tubuh manusia melalui saluran percernaan yang berawal dari kerongkongan. Bisa juga dari saluran pernafasan dan mengendap di paru-paru sehingga bisa mengiritasi paru-paru," papar Eka.

Dikonsumsi manusia secara tidak langsung

Setiap satu puntung rokok, kata Eka, dapat mencemari 1.000 liter air di perairan Indonesia. Air yang tercemar plastik mikro ikut mencemari bakteri, plankton, dan biota laut lain. Ketika plastik mikro dikonsumsi oleh ikan, ikan ini akan mengalami kekenyangan semu dan akhirnya mati.

"Ikan 'kan tidak memiliki indera perasa, bentuk mikroplastik menyerupai plankton, sehingga ikan memakan mikroplastik tersebut. Akibatnya ikan mati. Bisa juga ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia," ujar Eka. 

Eka menambahkan, sekitar 75% sampah plastik mikro tidak terkelola dengan baik atau tercecer dan dapat menyebabkan gangguan pada rantai makanan, menyumbat saluran drainase, pipa PDAM, dan pipa industri.

"Serta masuk dalam siklus hidrologi, akibatnya menjadi vektor penyebaran penyakit," ujarnya sambil menambahkan bahwa partikel plastik mikro juga bisa mengikat limbah-limbah seperti logam berat, dioksin, pestisida dan polutan lain. Jadi, meskipun sudah bertahun-tahun, sifat plastik mikro ini masih bertahan dan ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia.

Produsen harus ikut bertanggung jawab

Eka mengatakan perlu ada pengakuan dari industri rokok bahwa limbah produknya termasuk sampah B3 yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekosistem, dan dengan demikian turut bertanggung jawab.

UU No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah mengatur Extended Producer Responsibility (EPR). EPR adalah tanggung jawab produsen dalam mengatur regulasi pengelolaan kemasan, khususnya yang tidak dapat di daur ulang.

"Sebelum memasarkan, industri rokok harus memastikan bahwa produk mereka memperhitungkan dampak lingkungan. Mulai dari bagaimana setelah produk dikonsumsi, industri rokok harus mempertanggungjawabkannya dari segi EPR ke mana sampahnya harus dibuang, atau bagaimana sampah itu harus diperlakukan," tegas Eka.

Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, mengatakan aturan perundang-undangan jelas menyebutkan bahwa rokok berpengaruh terhadap kesehatan dan lingkungan. Seperti dalam UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan, penggunaan rokok harus diatur agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan serta lingkungan. Selain itu, ada pula undang-undang cukai yang mengatur cukai untuk rokok karena berdampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

"Kedua undang-undang ini memastikan bahwa peredaran rokok harus memastikan pengelolaan terhadap kesehatan dan lingkungan. Melihat dampak kesehatan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan industri rokok, kami meminta pemerintah membuat kebijakan yang kuat dan tegas untuk menangani dampak lingkungan yang disebabkan industri tembakau, dan mengajak masyarakat untuk mengurangi konsumsi tembakau sebagai bentuk kepedulian lingkungan dan Kesehatan," demikian ujar Lisda. (ae)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait