Apakah perempuan berpakaian mini mau atau berhak digoda atau bahkan dilecehkan? Mengapa masyarakat masih menyangsikan kemampuan perempuan untuk memutuskan apa yang terbaik bagi tubuhnya? Berikut ulasan Uly Siregar.
Iklan
Fia namanya. Cantik; dikaruniai kulit terang, mata bulat, bibir merah, dan dada bernas. Janda berumur 39 tahun ini sedang marah. Ia muak jadi korban pelecehan laki-laki saat berjalan kaki di kawasan perkantoran Semanggi. Siulan dan celotehan kotor laki-laki iseng di jalan selalu mengiringi langkahnya. Lebih parah lagi, kadang pria bermotor pun berhenti hanya untuk mencoba peruntungan dan berkomentar, “Sini, Cantik, bonceng yuk sambil peluk.”
Saat mengeluhkan insiden itu di dinding Facebook, reaksi yang muncul makin membuat ia kesal. “Anggap saja itu semacam pujian. Artinya kamu cantik.” Begitu kira-kira komentar yang masuk. Ada juga tuduhan: “Mungkin baju kamu kelewat seksi?” Yang ini membuat Fia berang. Meski tak sampai berjilbab, ia merasa selalu santun dalam berbusana.
Hari Perempuan Internasional
“Hari milik kami di bulan Maret. Seluruh kaum perempuan sosialis di seluruh dunia turut bersolidaritas dengan kalian,” diserukan Partai SPD dan serikat-serikat kerja saat berdemonstrasi di Berlin pada tahun 1911
Foto: picture alliance/dpa
Demonstrasi
Persamaan hak sosial dan politik, itulah tuntutan para perempuan yang menggelar aksi protes di Berlin pada tanggal 19 Maret 1911, menandai Hari Perempuan Internasional pertama. Pada hari tersebut, demonstrasi juga digelar di Swiss, Austria, Denmark, Bulgaria dan Amerika Serikat.
Foto: Ullstein Bild/Haeckel
Inisiatif
Clara Zetkin – ketika istirahat dalam rapat Parlemen Jerman tahun 1932 – memprakarsai gerakan perempuan di awal abad 20. Zetkin merupakan pendiri majalah perempuan Gleichheit atau Kesetaraan. Ia juga pejuang perdamaian. Dalam kongres sosialis internasional di Kopenhagen, Denmark, tahun 1910, ia mengusulkan dicanangkannya Hari Perempuan untuk memperjuangkan hak Pemilu dan perbaikan sosial.
Foto: picture-alliance/dpa
Persamaan Hak
Gerakan untuk memperjuangkan kesetaraan juga terjadi di Amerika Serikat: Seperti aksi mogok para pekerja pabrik di New York sampai aksi yang dikenal dengan nama Suffragette (foto), aksi memperjuangkan hak pilih bagi perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa
Menyebar
“Berikan hak pilih,” demikian motto di atas plakat Hari Perempuan Internasional ke 3. Kepala kepolisian Berlin menganggap moto ini sebagai penghinaan terhadap otoritas dan melarangnya. Hal ini menumbuhkan keingintahuan yang lebih besar. Di kota-kota kecilpun untuk pertama kalinya para perempuan berkumpul pada tanggal 8 Maret 1914. Juga di Perancis, Belanda, Swedia, Rusia dan Cekoslowakia.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak Pilih bagi Perempuan
Tahun 1917 perempuan Rusia berdemonstrasi menuntut pangan dan perdamaian. Tahun itu juga, perempuan Rusia mendapat hak pilih. November 1918, perempuan Jerman akhirnya memperoleh hak pilih. Atas permintaan Clara Zetkin dalam konferensi komunis internasional di Moskow tahun 1920, 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan. Foto: Januari 1919, para perempuan Jerman yang mempergunakan hak pilihnya.
Foto: ullstein bild
Dilarang dan Dikejar
Rezim Nazi (1933-1945) melarang perayaan Hari Perempuan Internasional. Banyak aktivis yang ditangkap dan dikirim ke kamp konsentrasi atau melarikan diri ke pengasingan. Setelah Perang Dunia 2 berakhir, hari perempuan kembali dirayakan dengan tema-tema seputar perdamaian dan kerjasama internasional. (Foto: perempuan mengumpulkan puing-puing bangunan di Berlin Mitte yang hancur akibat perang)
Foto: picture-alliance/dpa
Emansipasi
Di Jerman Hari Perempuan Internasional makin lama makin terlupakan. Baru dalam gerakan mahasiswa di tahun 1968, kebijaksanaan politik mengenai perempuan kembali menjadi tema. Foto: Demonstrasi di Frankfurt menuntut emansipasi dalam peringatan 50 tahun hak pilih bagi perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa
Kembalinya Hari Perempuan
1968 merupakan tahun lahirnya gerakan baru perempuan. Dengan slogan „Yang pribadi adalah politis“ digelar perdebatan mengenai pembagian tugas pria dan perempuan, hubungan dan seksualitas, pendidikan dan karir serta kesetaraan gaji. Tahun 1976, Alice Schwarzer mempublikasian majalah perempuan Emma, yang sampai sekarang masih terbit. Juga hari perempuan telah kembali lagi.
Foto: picture-alliance/dpa
Barat dan Timur
Di Jerman Timur, Hari Perempuan Internasional bukan saja sekedar peringatan tapi juga satu pesta. Sampai tahun 70 an, perempuan Jerman Barat harus memiliki izin dari suami jika ingin bekerja. Sementara di Jerman Timur, kaum perempuan jauh lebih bebas untuk berkarir.
Foto: CC by-sa Deutsches Bundesarchiv/Martin
Debat Aborsi
Tembok Berlin rubuh dan Jerman bersatu kembali, 3 Oktober 1990. Tapi ada satu hal menyangkut perempuan yang tidak menemukan kesepahaman: masalah aborsi. Menurut undang-undang Jerman Timur, seorang perempuan dapat menggugurkan kandungan di usia tiga bulan pertama. Sementara di Barat, undang-undang no. 218 melarang aborsi. Aborsi hanya diperbolehkan karena alasan-alasan tertentu.
Foto: picture-alliance/dpa
Aksi dan Protes
Di Jerman, menentang pemangkasan hak dasar, para perempuan menyerukan aksi mogok dari tanggal 5 sampai 8 Maret 1994. Tanggal 8 Maret 1996 di Parlemen Stuttgart, para perempuan muda pemegang hak pilih, dengan boneka Helmut Kohl, melakukan protes menuntut penambahan kuota perempuan di parlemen negara bagian.
Foto: picture-alliance/dpa
Jaringan Perempuan
Melihat diskriminasi global terhadap perempuan, pada tahun 1975 PBB menetapkan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional. Dan setelah digelarnya konferensi hak asasi manusia di Wina, Austria, tahun 1993, tumbuh pemahaman: hak perempuan merupakan hak asasi manusia. Dalam konferensi perempuan internasional ke 4 di Beijing, tahun 1995, pemberdayaan perempuan menjadi tema utama.
Foto: picture alliance/dpa
Berpikir Global Bertindak Lokal
Tahun 1997, berbagai kelompok mengritik politik pemerintah Jerman, yang dianggap ‘tidak berpihak kepada perempuan’. Untuk memperingati Hari Perempuan Internasional tahun 2000, atas inisiatif dari Inggris, Spanyol dan Amerika Serikat, melalui internet diserukan mogok global.
Foto: picture alliance/dpa
Berbagai Motif
Perayaan Hari Perempuan Internasional di Jerman sekarang ini bervariasi. Berbagai masalah seputar perempuan diangkat sebagai tema. Dalam satu aksi Partai Hijau, 8 Maret 2002, anggota Parlemen Claudia Roth menuntut dikeluarkannya undang-undang imigrasi bagi perlindungan perempuan yang dianiaya di negara asalnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Momen Bersejarah
Satu foto bersejarah dari tanggal 7 Maret 2003. Pada malam Hari Perempuan Internasional, lima menteri perempuan Jerman menggelar konferensi pers bersama. Mereka adalah Edelgard Bulmahn, Brigitte Zypries, Renate Schmidt, Heidemarie Wieczorek-Zeul serta Renate Künast. Momen seperti ini sebelumnya belum pernah terjadi dan setelahnya juga tidak pernah terjadi lagi.
Foto: picture-alliance/dpa
Kedudukan Penting
Sudah merupakan hal yang biasa bahwa seorang perempuan menduduki jabatan tinggi di politik, tapi tidak di perusahaan. Terutama di perusahaan-perusahaan besar, kaum prialah yang menduduki jabatan penting. Hal ini diharapkan dapat berubah.
Foto: picture alliance/dpa
16 foto1 | 16
Menjadi perempuan memang tak gampang. Tubuh perempuan dianggap sebagai sumber godaan dan dosa hingga menimbulkan masalah—bukan bagi pemilik tubuh, tapi bagi mereka yang melihat. Untuk Fia, tekanan tak hanya muncul dari laki-laki tapi juga kaumnya sendiri, kaum perempuan.
Rekan-rekan sekantornya secara agresif “mengingatkan” agar Fia segera berjilbab. “MasyaAllah, cantiknya wajahmu... Coba ditutup jilbab, pasti makin cantik. InsyaAllah bercahaya.” Sebuah ajakan yang berangkat dari keinginan baik, namun menciderai otoritas si pemilik tubuh. Ajakan berjilbab berubah menjadi teror ketika dilontarkan setiap hari dan membuat perempuan menjadi tak nyaman dengan dirinya sendiri.
Tokoh feminis Simone De Beauvoir mengatakan ketika seorang perempuan memasuki masa puber, tubuhnya pun menjadi sumber rasa takut dan malu. Tak hanya darah menstruasi, bahkan rambut yang tumbuh di bawah ketiak pun menimbulkan perasaan-perasaan negatif. Melewati masa puber, ketidaknyamanan itu berlanjut ke inisiasi seks, pernikahan, hingga menjadi ibu.
Tempat Dimana Niqab atau Burqa Dilarang
Sementara beberapa kawasan atau negara memberlakukan kewajiban memakai busana Islami yang tertutup, di negara atau wilayah ini, pemakaian niqab dan burqa dilarang.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Roessler
Belanda
Menyusul Perancis dan Belgia, di penghujung November 2016, parlemen Belanda menyetujui larangan pemakaian burqa dan niqab di beberapa tempat umum, termasuk di transportasi publik. Alasannya untuk jaminan keamanan publik. Aturan itu masih membutuhkan persetujuan dari senat.
Foto: picture-alliance/E. Daniels
Perancis
Perancis adalah negara Eropa pertama yang melarang pemakaian burqa di tempat umum. Aturan ini perlahan dimulai tahun 2004, dengan pengawasan ketat atas simbol keagamaan di sekolah yang dikelola negara. Tapi April 2011, pemerintah melarang sepenuhnya pemakaian cadar di wilayah publik. Denda bagi pemakainya 150 €, sementara siapa pun yang memaksa perempuan menutupi wajah bisa didenda € 30.000.
Foto: Getty Images
Belgia
Belgia mengikuti jejak Perancis dengan memperkenalkan larangan pemakaian cadar pada tahun 2011. Aturannya melarang seseorang mengenakan pakaian yang mengaburkan wajah mereka di tempat umum. Perempuan yang tertangkap mengenakannya dapat dipenjara hingga tujuh hari atau dipaksa untuk membayar denda sekitar € 1.300.
Foto: AP
Italia
Italia tidak memiliki larangan nasional atas pemakaian niqab atau burqa. Tetapi pada tahun 2010, kota Novara memberlakukan pembatasan itu- meskipun saat ini belum ada ketetapan sistem denda mengenainya. Di beberapa bagian Italia, pemerintah setempat telah melarang 'burqini'.
Foto: picture alliance/dpa/Rolf Haid
Spanyol
Beberapa distrik di Katalonia, Spanyol memiliki hukum terhadap burqa dan niqab. Pada tahun 2013, Mahkamah Agung membatalkan larangan di beberapa negara bagian, dengan alasan bahwa hal itu "membatasi kebebasan beragama". Tapi beberapa wilayah lain tetap memberlakukannya, berdasar ketetapan Mahkamah Eropa untuk Hak Asasi Manusia ECHR yang menyatakan pelarangan jilbab tidak melanggar HAM.
Foto: Reuters/A. Gea
Bulgaria
Menyusul negara-negara lainnya di Eropa kini di Bulgaria, burka pun tak diperkenankan dikenakan di tempat umum- seperti gedung pemerintah dan lokasi wisata- dengan alasan keamanan. Tapi warga boleh memakainya untuk alasan pekerjaan maupun kesehatan.
Foto: DW/T. Vaksberg
Chad
Sejak dua serangan bom bunuh diri pada bulan Juni 2015, pemerintah melarang pemakaian niqab dan burqa di Chad. Perdana menteri Chad, Kalzeube Pahimi Deubet menyebutnya 'kamuflase' dan mengatakan semua burqa yang terlihat dijual akan dibakar. Sedangkan mereka yang kedapatan mengenakannya bisa ditangkap dan dihukum penjara..
Foto: Reuters/M. Ngarmbassa
Kamerun
Sebulan setelah Chad, Kameren mengikuti jejaknya dengan melarang pemakaian burqa, menyusul aksi bom bunuh diri yang oleh orang-orang yang mengenakannya. Larangan itu ditetapkan di lima provinsi di negara itu
Foto: Getty Images/AFP/P. Desmazes
Niger
Jilbab dilarang di Diffa, kawasan yang terteror oleh aksi kelompok Boko Haram. Presiden Niger juga tengah menyarankan agar jilbab pun dilarang.
Foto: Getty Images/AFP/I. Sanogo
Kongo-Brazzaville
Jilbab dengan penutup wajah penuh telah dilarang di tempat umum sejak tahun 2015 untuk mencegah serangan terorisme.
Foto: Getty Images/AFP/G.-G. Kitina
Swiss
Meskipun aturannya baru berlaku di wilayah Tessin, undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2016. Siapapun yang tertangkap mengenakan cadar dapat didenda sampai 9200 €.
Foto: imago/Geisser
Mesir
Parlemen Mesir menggodok undang-undang larangan pemakaian cadar di tempat umum dan lembaga pemerintah. Aturan ini dibahas setelah Universitas Kairo melarang staf akademik mengenakan niqab di kelas suapaya lebih mudah berkomunikasi dengan para mahasiswanya.
Foto: picture alliance/Bibliographisches Institut/Prof. Dr. H. Wilhelmy
12 foto1 | 12
Yang lebih menyedihkan, selain menghadapi perasaan-perasaan negatif akan tubuhnya, perempuan pun harus rela tubuhnya diatur oleh pihak lain. Tubuh perempuan diregulasi agar dunia menjadi lebih nyaman bagi kaum Adam. Mereka harus menutup tubuh rapat-rapat agar tak memicu kebrutalan pria.
Bila ada kasus perkosaan di media massa, informasi tak relevan seperti pakaian apa yang digunakan sang perempuan saat diperkosa, atau seberapa cantik wajah dan tubuh korban pun ikut diberitakan. Bila ternyata ada faktor tersebut, korban pun turut dipersalahkan. “Pantas saja diperkosa, roknya kependekan, sih.” Para ibu terbiasa menasihati anak putrinya agar pandai menjaga diri, namun lalai mengajarkan anak laki-laki untuk mengontrol nafsu dan menghargai tubuh perempuan.
Di Aceh, seperti dikutip kantor berita Antara, perempuan dijaring dalam razia pakaian ketat. Nama-nama dan alamat mereka dicatat dalam buku besar. Bila empat kali terjaring maka pelaku dan orang tua akan dipanggil ke kantor Wilayatul Hisbah (polisi syariat). Untuk penjaringan pertama, mereka hanya dinasihati oleh polisi syariat agar tak lagi berpakaian ketat. Tak peduli mereka yang dirazia adalah perempuan-perempuan pengendara motor yang merasa lebih nyaman mengenakan celana jins.
Tubuh perempuan adalah sumber kontroversi. Menjadi perempuan berarti akrab dengan kebingungan-kebingungan yang melelahkan. Ketika perempuan tak menutup rapat tubuhnya, ia dianggap murahan dan wajar bila menjadi sasaran pelecehan seksual.
Pengusung kampanye jilbab di Indonesia bahkan sampai hati menyamakan tubuh perempuan dengan permen: yang dibungkus lebih higienis daripada yang tidak dibungkus. Perempuan berjilbab lebih berharga daripada yang tidak berjilbab. Padahal pada saat yang sama di dunia barat perempuan berjilbab pun dihakimi. Mereka lekat dengan stereotip primitif, terbelenggu, dan berada di bawah kontrol laki-laki. Pilihan perempuan untuk menutupi tubuh dipertanyakan dan diolok-olok.
Hukum Perkosaan di Berbagai Negara
Trauma berkepanjangan, hancurnya semangat hidup, bahkan berujung kematian, banyak kepahitan dialami korban perkosaan. Sudah saatnya semua negara memperbaiki perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.
Foto: Fotolia/Artem Furman
Jerman: No Means No
Tahun 2016 definisi perkosaan diperluas. Jika korban mengatakan 'TIDAK‘ terhadap aktivitas seksual, dan pihak lain tetap memaksa, maka pihka yang memaksa dapat diajukan ke pengadilan. Hukum Jerman sebelumnya terkait kekerasan seksual amat lemah. Sebuah kasus dianggap pemerkosaan hanya jika sang korban secara fisik mencoba melawan pelaku.
Foto: dapd
Perancis: Verbal pun Dapat Dihukum
Istilah "pemerkosaan" mencakup kegiatan seksual tanpa kesepakatan pihak yang terlibat atau adanya unsur pemaksaan. Pelanggar bisa mendapat ancaman vonis hingga 20 tahun penjara. Orang yang berulang kali secara verbal melecehkan orang lain secara seksual dapat dijatuhi vonis denda tinggi - atau bahkan hukuman penjara sampai dua tahun.
Foto: picture alliance/Denkou Images
Italia: Suami pun Bisa Dipenjara
Pada tahun 1996, Italia memperluas hukum kejahatan seks, mencakup pemaksaan aktivitas seksual dalam pernikahan. Ancaman bagi seseorang yang memaksa pasangannya berhubungan seks, sementara pasangannya menolak, bisa terancam hukuman 10 tahun penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Swiss: Penetrasi Vagina
Swiss membatasi definisi pemerkosaan dengan kegiatan penetrasi pada vagina. Serangan pelecehan seksual lainnya dapat dikategorikan sebagai pemaksaan seksual – jika korban menolak, baik secara fisik maupun verbal. Hukuman untuk semua pelanggaran bisa divonis hingga 10 tahun penjara. Sejak tahun 2014, perkosaan dalam pernikahan dapat dikenai hukuman.
Foto: Fotolia/Ambelrip
Swedia: Korban terpaksa karena takut
Di bawah hukum pidana Swedia, membuka paksa baju orang lain dapat dikenai hukuman hingga 2 tahun penjara. Eksploitasi seks terhadap orang dalam "kondisi tak berdaya," seperti tertidur atau di bawah pengaruh obat/alkohol, termasuk pemerkosaan. Sejak 2013, perkosaan juga termasuk serangan terhadap orang yang tidak menolak karena takut, hingga tercipta kesan terjadinya hubungan seks konsensual.
Foto: Fotolia/Gerhard Seybert
Amerika Serikat: Bahkan terjadi di kampus
Definisi kekerasan seksual bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Di Kalifornia, misalnya kedua pihak pasangan harus secara jelas menyetujui tindakan seksual, jika tak mau dianggap sebagai perkosaan. Aturan ini juga berlaku untuk mahasiswa di kampus-kampus, di mana dilaporkan meluasnya kekerasan seksual dalam beberapa tahun terakhir
Foto: Fotolia/Yuri Arcurs
Arab Saudi: Melapor malah dihukum
Negara ini menetapkan hukuman mati bagi pemerkosaan, meski masih sulit menjerat pelaku yang memperkosa istri mereka. Ironisnya perempuan yang melaporkan perkosaan malah bisa dihukum jika dianggap "aktif" berkontribusi dalam perkosaan. Misalnya, perempuan yang bertemu dengan laki-laki yang kemudian memperkosa mereka, dapat dihukum karena dianggap mau bertemu dengan lelaki itu.
Foto: picture-alliance/Bildagentur-online/AGF
7 foto1 | 7
Lantas bagaimana seharusnya perempuan bersikap? Idealnya, masyarakat menyerahkan otoritas tubuh sepenuhnya kepada pemilik tubuh. Bila perempuan ingin menutupi tubuhnya bergiranglah karena ia meyakininya, bukan karena desakan seorang ibu yang sambil berlinangan air mata memohon pada anak puterinya, “Nak, pakailah jilbab. Ibu merasa sebagai ibu paling merana se-Indonesia karena tak satupun anak ibu yang berjilbab. Ibu malu karena setiap pengajian sering diingatkan ibu-ibu yang lain.” Bila perempuan ingin memakai celana pendek dan baju tak berlengan, ia tak seharusnya menjadi korban pelecehan seksual di jalan.
Sayangnya, untuk hal mendasar seperti memutuskan apa yang layak dikenakan perempuan, masyarakat masih harus turut campur dan menyangsikan bahwa perempuan mampu memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya, bagi tubuhnya sendiri.
Penulis:
Uly Siregar bekerja sebagai wartawan media cetak dan televisi sebelum pindah ke Arizona, Amerika Serikat. Sampai sekarang ia masih aktif menulis, dan tulisan-tulisannya dipublikasikan di berbagai media massa Indonesia.
@sheknowshoney
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Silakan tulis komentar dan pendapat Anda atas artikel ini di forum diskusi.
Inilah Provinsi Paling Rawan Pelecehan Seksual
Indonesia belakangan didaulat sedang menghadapi darurat pemerkosaan dan pelecehan seksual. Ironisnya provinsi Aceh tergolong yang paling banyak mencatat kasus pencabulan terhadap perempuan dan anak-anak.
Foto: Imago/Xinhua
Darurat Pelecehan Seksual?
Menurut data Komisi Nasional Perempuan, tahun 2016 Indonesia mencatat lebih dari 6000 kasus kekerasan seksual. Sebagian di antaranya terjadi di rumah tangga. Sementara sisanya di komunitas-komunitas sosial. Tapi provinsi mana yang paling rawan tindak kekerasan seksual?
Foto: Getty Images
#1. Aceh
Yayasan Kita dan Buah Hati mendaulat Aceh sebagai provinsi dengan tingkat kasus pelecehan seksual tertinggi di Indonesia. Korban tidak cuma perempuan. Menurut data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak-anak, daerah Syariat Islam itu tahun 2015 mencatat 147 kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Simanjuntak
#2. Jawa Timur
Lembaga Bantuan Hukum Surabaya mencatat sepanjang tahun 2015 terdapat 116 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di Jawa Timur. Angka tersebut sudah banyak menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 183 kasus kekerasan.
Foto: Getty Images
#3. Jawa Barat
Setiap bulan 17 perempuan di Jawa Barat mengalami pelecehan seksual. Catatan muram tersebut berasal dari Data Kekerasan Seksual yang dipublikasikan Komisi Nasional untuk Perempuan. Menurut Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, kabupaten Bandung dan Bandung Barat menjadi daerah yang mencatat kasus kekerasan seksual tertinggi.
Foto: Imago/Xinhua
#4. DKI Jakarta
Menurut data kepolisian, sepanjang 2014 Jakarta mencatat 63 kasus pemerkosaan terhadap perempuan. Sementara kasus pelecehan seksual yang melibatkan bocah di bawah umur tercatat hampir mendekati angka 300 kasus.
Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images
#5. Sumatera Selatan
Tahun 2014 Sumatera Selatan mencatat 111 kasus pemerkosaan dan pelecehaan seksual terhadap perempuan. Jumlahnya tidak banyak berubah di tahun 2015.