Kenapa Bandung secara relatif masih mempertahankan segregasi warisan kolonial? Kenapa garis batas kelas warisan kolonial itu masih bertahan sampai sekarang? Ikuti opini Zaky Yamani.
Iklan
Di seluruh Indonesia, mungkin tidak ada kota yang seperti Bandung, di mana wilayahnya secara sosial dan tata kota terbagi dua: utara dan selatan. Pembagian itu bukan tanpa maksud dan tidak terjadi secara alamiah, tetapi memiliki tujuan dan didesain untuk memenuhi tujuan itu.
Bandung secara resmi didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, di bawah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada 25 September 1810. Daendels sendiri sebenarnya adalah gubernur jenderal yang mewakili Perancis, karena saat itu Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis.
Saat itu, Perancis sedang berperang dengan Inggris, dan Jawa adalah wilayah yang sedang akan direbut Inggris. Maka untuk mempertahankan Jawa, Daendels membuat jalan yang berfungsi sebagai jalur pertahanan memanjang dari Anyer di ujung barat Jawa sampai Panarukan di ujung timur Jawa, yang disebut juga sebagai Jalan Raya Pos. Jalan itu sedianya menyusur pesisir utara Jawa, namun karena alasan strategi suplai logistik, dari Karawang jalan itu dibelokkan ke arah selatan untuk mencapai wilayah yang kemudian menjadi cikal bakal Kota Bandung. Daendels juga memerintahkan pusat pemerintahan tradisional Bandung yang awalnya berada di daerah Dayeuhkolot dipindahkan ke dekat Jalan Raya Pos, atau yang sekarang dikenal sebagai Alun-Alun Bandung. Di lokasi itu didirikan pendopo sebagai tempat bupati Bandung memerintah, dan masjid yang kemudian disebut Masjid Agung.
Pendopo dan Masjid Agung terletak di sisi selatan Jalan Raya Pos itu, yang menandai pula wilayah kekuasaan tradisional bupati atas rakyat pribumi, yang sebagian besar berdomisi di selatan Jalan Raya Pos itu. Sementara fasilitas-fasilitas pemerintah kolonial dibangun tepat di tepi Jalan Raya Pos dan cenderung mengarah ke utara.
Bandung yang tadinya hanya jadi kawasan perlintasan, mulai ramai dikunjungi sejak kawasan Priangan—dari Cianjur sampai Ciamis—mulai dibuka untuk umum. Sebelumnya kawasan itu dinyatakan kawasan tertutup hanya untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda dalam program tanam paksa, terutama untuk komoditi kopi. Ketika dibuka untuk umum, para pengusaha perkebunan—yang adalah orang-orang Eropa—mulai memasuki kawasan Priangan dan menjadikan Bandung sebagai tempat transit. Dimulailah era pembukaan lahan-lahan perkebunan swasta di kawasan Priangan, dengan juragan-juragan Eropa yang memiliki perkebunan-perkebunan yang sangat luas dan mereka dikenal sebagai Preanger Planters.
Daftar Kota Indonesia Dengan Sistem Pemerintahan Terbuka
Konsep pemerintahan terbuka menjadi tren di Indonesia. Paradigma baru tata kelola pemerintahan itu melibatkan masyarakat sebagai penentu kebijakan. Inilah lima kota yang telah menerapkan konsep pemerintahan terbuka.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
DKI Jakarta
Sejak era Gubernur Joko Widodo Jakarta mulai menerapkan konsep Smart City yang ditandai dengan transparansi di hampir semua lini. Selain menyediakan data statistik dan keuangan, Pemprov DKI juga membuka portal layanan satu pintu dan laporan kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) hingga ke tingkat kecamatan yang bisa dipantau via aplikasi ponsel.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Semarang
Semarang termasuk salah satu kota pertama di Indonesia yang menerapkan konsep pemerintahan terbuka. Terutama pelaku bisnis atau usaha bisa mengajukan izin secara online dan memantau prosesnya lewat aplikasi ponsel. Berkat terobosan itu aliran dana investasi ke Semarang melesat dari Rp. 357 milyar pada 2010 menjadi Rp. 10 trilyun pada 2016.
Foto: picture-alliance/Photoshot/Du Yu
Bojonegoro
Saban Jumat penduduk dan bupati Bojonegoro melakukan pertemuan terbuka di alun-alun kota. Dalam program Dialog Publik itu, masyarakat bisa menyampaikan aduan atau laporan mengenai kinerja perangkat daerah langsung ke pemerintah. Berkat keterbukaan tersebut, Bojonegoro terpilih menjadi salah satu kota percontohan untuk Pemerintahan Daerah Terbuka Tingkat Dunia pada 2016 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/S.Gätke
Bandung
Melalui program Sabilulungan, pemerintah kota Bandung mengajak masyarakat ikut terlibat aktif menyusun atau menentukan proyek untuk bantuan sosial dan memantau aliran dananya. Dengan cara itu penduduk bisa membantu mencegah penyelewengan dana bantuan sosial.
Foto: Imago/Xinhua
Banda Aceh
Sejak 2016 lalu Banda Aceh menjadi proyek percontohan untuk program Open Government Indonesia (OGI) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Selain menyediakan data dan mengelola kinerja perangkat daerah lewat aplikasi e-Kinerja, pemkot Banda Aceh juga melibatkan masyarakat menentukan kebijakan pembangunan melalui program SIPBM Online. (rzn/yf: OGI, Kompas, Tribun, Tempo, Detik)
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
5 foto1 | 5
Dalam perkembangannya kemudian, para Preanger Planters itu menjadikan Bandung sebagai kota untuk berlibur, sehingga di kawasan itu mulai banyak dibangun tempat-tempat hiburan, termasuk juga perempuan-perempuan cantik untuk menghibur para juragan Eropa itu. Tempat-tempat hiburan itu pun dibangun di sekitar Jalan Raya Pos yang mengarah ke utara.
Selama masa pemerintahan kolonial Belanda, sejak Daendels dan para penerusnya, ada aturan rasialis yang tegas: pribumi tidak boleh menggunakan Jalan Raya Pos. Jalan itu hanya bisa digunakan oleh orang Eropa, Jepang dan timur asing lainnya, yaitu Tionghoa dan Arab. Pemukiman mereka pun dikonsentrasikan, kawasan Pecinan untuk Tionghoa, kampung Arab untuk orang Arab, dan kawasan lainnya untuk orang Eropa.
Orang-orang Eropa banyak yang mendirikan vila-vila di kawasan utara. Menurut pegiat aktivitas sejarah Bandung, Ridwan Hutagalung, kawasan utara Bandung saat itu bentang alamnya sangat berbeda dengan Bandung hari ini. Bandung saat itu masih dipenuhi bukit-bukit kecil. Misalnya, di belakang Gedung Pakuan (rumah dinas Gubernur Jawa Barat) atau yang saat ini jadi lokasi Rumah Sakit Mata Cicendo, di awal abad 20 masih berupa bukit, dan di puncaknya ada sebuah vila. Begitu pula kawasan Dago, mulai dari perempatan Jalan Merdeka saat ini ke arah utara, adalah kawasan yang elevasinya cukup tinggi, sehingga orang yang berdiri di sana dapat menikmati pemandangan luas ke arah selatan. Mungkin karena keindahan dan kenyamanan udaranya, banyak orang Belanda dan Eropa lainnya memilih kawasan utara Bandung sebagai tempat tinggal atau tempat tetirah.
Walau demikian, ada pula kampung-kampung pribumi di kawasan utara Bandung, yang sudah ada sejak sebelum Belanda masuk ke wilayah itu. Kampung-kampung itu tetap dibiarkan oleh Belanda, dan kemungkinan dari kampung-kampung itulah keluarga-keluarga Belanda mendapatkan pasokan babu untuk mengurus rumah-rumah mewah mereka.
Ketika kawasan utara Bandung semakin menjadi konsentrasi pemukim Belanda, dibutuhkan pemerintahan yang khusus mengurusi kepentingan-kepentingan orang Eropa. Maka pada 1906, kawasan utara Bandung ditetapkan sebagai kota, di bawah kepemimpinan seorang wali kota Belanda. Pemerintahan Kota Bandung saat itu hanya mengurusi kepentingan orang Belanda dan Eropa, walau pun ada juga satu kantor dinas yang mengurusi urusan pribumi. Sedangkan Bupati Bandung dan pemerintahannya mengurusi urusan-urusan pribumi.
Bandung di Jantung Politik Dunia
Konferensi Asia Afrika 1955 menempatkan Bandung sebagai episentrum kekuatan politik negara berkembang. Pertemuan itu juga digunakan berbagai negara untuk mengusung agenda pribadi, termasuk untuk menolak negara Malaysia.
Foto: National Archives of the Republic of Indonesia
Episentrum Politik Dunia
Sebanyak 29 negara yang baru atau belum merdeka mencoba membebaskan diri dari himpitan neokolonialisme dengan berkumpul di Bandung. Setidaknya pada tanggal 18 April 1955, kota tersebut menjadi pusat episentrum kekuatan politik negara-negara berkembang yang muak dengan tekanan Perang Dingin.
Netralitas di Tengah Perang Dingin
Konfrensi Asia Afrika di Bandung diikuti oleh 23 negara Asia dan enam negara Afrika yang mewakili separuh penduduk Bumi. Saat itu Perang Dingin antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat sedang memuncak. Konferensi di Bandung nantinya menjadi batu loncatan bagi terbentuknya kelompok negara-negara Non Blok.
Foto: National Archives of the Republic of Indonesia
Kepiawaian Nasser
Konferensi yang disiapkan oleh Ruslan Abdulgani itu antara lain dihadiri oleh Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasser (3 dr. Ki.) dan pangeran Faisal Ibn Abdul Azis yang kemudian menjadi raja Arab Saudi (2 dr. Ki.) Terutama Nasser menjadi figur utama dalam konfrensi di Bandung. Ia antara lain berhasil membujuk negara lain mendukung kemerdekaan Tunisa, Aljazair dan Maroko dari penjajahan Perancis.
Foto: National Archives of the Republic of Indonesia
Misi Zhou
Perdana Menteri Cina, Zhou En Lai adalah nama mentereng lain yang hadir di Bandung. Zhou sempat selamat dari percobaan pembunuhan sesaat sebelum bertolak ke Indonesia. Di konfrensi Asia-Afrika pemimpin Cina itu memiliki misi besar, yakni memperkuat posisi Cina di dunia internasional dan mengisolasi Taiwan.
Foto: National Archives of the Republic of Indonesia
Loyalitas Tionghoa
PM Cina Zhou, tampak berbicara dengan Mufti Palestina Amin al Husaini, juga menandatangani deklarasi yang menyerukan kepada warga Tionghoa di luar negeri agar menyatakan loyalitas terhadap negara tempat tinggal dan bukan kepada Cina. Point tersebut adalah isu sensitif buat Indonesia dan beberapa negara lain yang hadir dalam konferensi.
Foto: National Archives of the Republic of Indonesia
Papua di Tangan Sukarno
Serupa kepala negara lain, Sukarno memanfaatkan Konferensi Asia Afrika buat mendorong agenda sendiri. Ia misalnya sukses memasukkan butir penolakan terhadap pembentukan negara Malaysia oleh Inggris dan membetoni klaim Indonesia atas Papua Barat.
Foto: Getty Images
Lima Menentang Adidaya
Kendati kemudian menghilang, Konferensi Asia-Afrika membuka jalan bagi terbentuknya Gerakan Non Blok yang digalang oleh Sukarno, Gamal Abdul Nasser, PM India Jawaharlal Nehru, Presiden Ghana Kwame Nkrumah dan Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito. Kelima negarawan sepakat menerapkan konsep "netralitas positif" untuk menghindari himpitan dua adidaya, Uni Sovyet dan Amerika Serikat.
Foto: National Archives of the Republic of Indonesia
7 foto1 | 7
Artinya di kawasan Bandung sejak 1906 ada dua pemerintahan yang berbeda tipe dan kepentingan: pemerintah kota yang sangat bercorak Belanda dan lebih banyak mengurusi kepentingan Belanda dan orang Eropa, dan pemerintah kabupaten yang sangat bercorak pribumi dan tradisional—misalnya jabatan bupati dapat diturunkan ke anaknya—untuk mengurusi warga pribumi.
Pusat pemerintahannya pun berbeda lokasi. Pemerintah kota berada di utara Jalan Raya Pos, pemerintah kabupaten berada di selatan Jalan Raya Pos.
Pembagian utara-selatan Bandung, bukan semata pembagian wilayah orang Eropa dan pribumi, tapi juga bentuk pembagian kelas sosial dan citra. Sejak zaman kolonial, kawasan selatan selalu diidentikan dengan kemiskinan, kebodohan, dan jorok—citra yang juga selalu ditempelkan pada pribumi. Juga bukan kebetulan, aktivis pergerakan nasional yang pernah bermukim di Bandung saat itu—misalnya, Soekarno dan M. Natsir—juga tinggal di kawasan selatan, walau pun bersekolah di kawasan utara. Tentu saja salah satu alasannya, karena menyewa tempat tinggal di kawasan selatan lebih mudah dan murah bagi orang pribumi.
Sebaliknya, kawasan utara adalah kawasan yang bersih, tertib, dan indah, dengan banyak taman kota untuk pelesiran warganya. Kawasan utara juga jadi tempat pelesiran warga pribumi dari Bandung selatan, di mana mereka bisa menikmati suasana dan bergaya seperti orang Belanda, kemudian pulang ke selatan seakan-akan seperti sudah naik kelas sosial. Nama daerah Dago juga lahir dari kebiasaan itu, di mana orang-orang pribumi saling menunggu (dalam bahasa Sunda disebut ngadagoan) di tempat itu, kemudian pelesir bersama-sama lebih jauh ke utara.
Di era perang kemerdekaan, Bandung juga dibagi dua, namun garis pembatasnya bukan lagi Jalan Raya Pos, tapi rel kereta api. Sisi selatan rel kereta api jadi wilayah kaum Republik, sementara sisi utara jadi wilayah pasukan Sekutu. Di sepanjang rel kereta itu kerap terjadi aksi saling tembak antara milisi Indonesia dengan tentara sekutu.
Impian Tentang Kota Tanpa Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor yang dulu menjadi simbol kemajuan, kini mencekik kehidupan penduduk kota lewat polusi dan kemacetan. Sebab itu sejumlah kota di dunia membuka ruang bagi sepeda yang murah dan ramah lingkungan.
Foto: Monk Mackenzie Architects
Kopenhagen, Denmark
Ketika didesain ulang, stasiun kereta Norreport di Kopenhagen tidak hanya memanjakan calon penumpang, tapi juga pesepeda. Selain tempat parkir yang berlimpah, pengguna sepeda juga dimanjakan dengan stasiun pengisian baterai yang berbasis energi ramah lingkungan. Konsep serupa yang diterapkan di sejumlah titik lain di pusat kota menegaskan niat Kopenhagen membebaskan diri dari asap kendaraan
Foto: L. R. Mortensen
Ruhr, Jerman
RS1 bisa jadi jalan bebas hambatan pertama buat sepeda. Jalur sepanjang 101 kilometer ini menghubungkan sejumlah kota besar di negara bagian Nordrhein-Westfallen di Jerman. Konsep RS1 antara lain mengutamakan pegawai kantoran, turis, mahasiswa dan sukses mengurangi angka kemacetan dan polusi udara.
Foto: Opterix/J. Kassenberg
Auckland, Selandia Baru
Te Ara I Whiti alias jalur cahaya dalam bahasa Maori adalah jalur sepeda di Auckland, Selandia Baru, yang dibangun di atas bekas jalan layang. Warna merah jambu yang menjadi ciri khas jalur sepeda ini berasal dari material resin ramah lingkungan yang juga digunakan untuk banyak jalur sepeda lain di dunia.
Foto: Monk Mackenzie Architects
Utrecht, Belanda
Setiap hari sebanyak 7.000 pengguna sepeda melintasi jembatan Dafne Schippers di Utrecht, Belanda. Jembatan sepeda yang dibangun dengan biaya sekitar 120 milyar Rupiah ini merupakan bagian dari jaringan jalur sepeda Utrecht yang membentang sepanjang 400 kilometer. Hingga 2025 pemerintah kota memperkirakan sebanyak 100.000 dari 345.000 penduduk akan menggunakan sepeda untuk keperluan sehari-hari.
Foto: NEXT architects /Photo: Jeroen Musch
Barcelona, Spanyol
Passeig De St Joan adalah sebuah bulevar di jantung kota Barcelona, Spanyol, yang menjadi proyek percontohan untuk pembangunan berbagai ruas jalan di kota-kota besar di Spanyol. Selain empat jalur kendaraan bermotor, bulevar ini menampung dua jalur sepeda, taman dan zona pejalan kaki. Untuk merampungkan bulevar St Joan, pemerintah kota harus merubuhkan sejumlah bangunan.
Foto: Adrià Goula
Portland, Amerika Serikat
Dengan jaringan jalur sepeda sepanjang 580 kilometer, Portland termasuk satu dari sedikit kota paling ramah sepeda di Amerika Serikat. Jalur sepeda yang menghubungkan pusat kota Portland dengan kawasan urban Milwaukie ini adalah yang paling modern dan tergolong paling ramai dilintasi pesepeda. Berkat investasi pemerintah kota, kini sebanyak 7,5% perjalanan di Portland dilakukan dengan sepeda.
Foto: C. Bruce Forster
Houston, Amerika Serikat
Selain Portland, kota ramah sepeda di Amerika adalah Houston yang memiliki 640 kilometer jalur sepeda, termasuk di antaranya Buffalo Bayou Park Trail sepanjang 6,4 kilometer yang melintasi kawasan hijau di jantung kota. Rute sepeda ini pernah tercatat sebagai salah stau jalur sepeda dalam kota paling indah di dunia.(rzn/ap)
Foto: Photo by Jim Olive, courtesy of Buffalo Bayou Partnership
7 foto1 | 7
Pembagian dipertahankan
Melompat ke era kemerdekaan sampai hari ini, pembagian kawasan utara-selatan itu masih terjadi dan dipertahankan—entah disengaja atau tidak. Kawasan utara masih identik dengan permukiman elite, sedangkan utara pemukiman bagi warga kelas menengah ke bawah. Pembangunan dan tata kotanya pun masih mengikuti pola kolonial. Kawasan utara terus dipercantik dengan beragam fasilitas, sementara kawasan selatan semakin sumpek karena jadi wilayah industri dan perdagangan, dan belakangan menjadi kawasan pemukiman untuk warga kelas menengah.
Demikian pula dengan perilaku warganya. Kawasan selatan identik dengan ketidaktertiban, sementara kawasan utara lebih terjaga ketertibannya. Misalnya dalam perilaku berlalu-lintas, jika kita melakukan perjalanan dari utara ke selatan atau sebaliknya, sangat terasa perubahan perilaku itu, di mana para pengguna jalan di kawasan selatan lebih serampangan, tetapi ketika kita memasuki kawasan utara—setidaknya setelah melewati rel kereta api—pengguna jalan relatif lebih tertib jika dibandingkan dengan di kawasan selatan.
Artinya, di Bandung, perubahan zaman—dari era penjajahan ke era kemerdekaan—tidak membuat sekat-sekat sosial yang dibangun oleh kolonialisme hilang, tapi malah dipertahankan baik secara sengaja atau tidak. Hal itu bisa dilihat dari penataan kota, di mana wilayah selatan dari Jalan Raya Pos (sekarang bernama Jalan Asia-Afrika) sampai sekarang masih identik dengan kepadatan, kekumuhan, dan ketidakteraturan. Sedangkan wilayah utara tetap dipandang sebagai kawasan elit dengan nuansa Eropa yang kuat. Bahkan belakangan ini ada kecenderungan untuk membuat kawasan itu semakin kuat bercitra Eropa era kolonial, dengan berbagai hiasan di jalan dan di taman-taman yang di arahkan ke citra itu.
Partisipasi Komunitas di Bandung Dalam Menata Kota
03:53
Ada ratusan taman kota di Bandung
Taman-taman di wilayah utara pun secara rata-rata lebih luas dan lebih banyak dibanding di wilayah utara. Berdasarkan data yang diunduh dari ppid.bandung.go.id, di Kota Bandung terdapat 627 taman di Kota Bandung. Dari jumlah itu, sebanyak 249 taman berada di 10 kecamatan yang berada di utara Jalan Raya Pos, artinya setiap kecamatan di sebelah utara jalan pemisah itu rata-rata memiliki 25 taman, dengan rata-rata luas setiap taman 3.543 meter persegi. Sedangkan di wilayah selatan Jalan Raya Pos terdapat 378 taman yang tersebar di 20 kecamatan, secara rata-rata setiap kecamatan memiliki 19 taman, dengan luas rata-rata setiap taman 3.368 meter persegi.
Yang menarik perhatian saya dari dokumen itu, data taman di kawasan selatan didominasi oleh taman kompleks perumahan, yang artinya taman-taman itu dibangun oleh developer perumahan, bukan oleh pemerintah Kota Bandung, dan bukan juga warisan dari masa kolonial. Dari 378 taman yang tercatat ada di wilayah selatan, sebanyak 285 taman adalah taman kompleks perumahan. Artinya hanya ada 93 taman yang berada di kawasan umum, entah dibangun oleh pemerintah Kota Bandung, atau mungkin juga sudah ada sejak zaman kolonial.
Taman Botanik Paling Cantik di Dunia
Ini tempat di mana tanaman-tanaman cantik di dunia dipertunjukkan kepada pengunjung. Di sini juga ada tanaman langka dan terancam. Ayo jalan-jalan ke sana!
Foto: picture-alliance/dpa/robertharding
Taman Botanik Kerajaan, Kew
Kew Gardens berada di London barat daya. Di sinilah rumah hijau terbesar dunia bergaya bangunan dari jaman Victoria. Nama bangunannya: Temperate House. Salah satu tanaman langka yang dipamerkan adalah Encephalartos woodii dari Afrika Selatan. Hanya satu spesies ini ditemukan tumbuh liar, dan sudah lama punah di alam terbuka.
Foto: picture-alliance/R. Bryant/Arcaid
Kirstenbosch National Botanical Garden
Taman Botanik Cape Town (Afrika Selatan) berada di lereng timur gunung bernama Table Mountain. Taman didirikan 1913, dan jadi taman botanik pertama di dunia yang menjaga dan memamerkan tanaman yang asli dari kawasannya.
Foto: picture-alliance/dpa/ZB/R. Kaufhold
Arctic-Alpine Botanic Garden Tromsø
Di Lingkaran Arktik, di taman botanik yang terletak paling utara di bumi, terdapat ribuan tanaman dari kawasan kutub dan pegunungan tinggi. Mereka berbunga di musim panas. Misalnya bunga popi biru dari pegunungan Himalaya. Taman kecil di Tromsø adalah milik Universitas Norway's Arctic.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Bäsemann
Taman Botanik Rio de Janeiro
UNESCO menyatakan taman botanik yang didirikan 1808 sebagai kawasan reservasi biosfer. Taman raksasa ini jadi rumah bagi sekitar 6.500 spesies tanaman. Banyak dari mereka terancam punah.
Foto: picture-alliance/dpa
Botanic Garden Singapura
Taman botanik tropis di Singapura adalah salah satu taman paling populer Asia. Taman ini paling terkenal dengan koleksi anggreknya. Di sini pengunjung juga bisa berjalan melalui hutan tropis. Sejak 2015 taman ini jadi kawasan warisan dunia UNESCO.
Foto: picture-alliance/dpa/prisma
Montreal Botanical Garden
10 rumah hijau dan sekitar 30 taman bertema spesial bisa ditemukan di taman botanik Montreal. Misalnya taman Cina (foto), adalah taman terbesar semacam ini, yang berada di luar Cina. Taman ini diinspirasikan oleh taman-taman milik pribadi dari jaman dinasti Ming.
Foto: picture-alliance/dpa/All Canada Photos
Sir Seewoosagur Ramgoolam Botanical Garden
Taman botanik di Mauritius ini terkenal dengan tanaman lotus serta teratai raksasanya. Taman ini berada di dekat desa Pamplemousses, dan awalnya dirancang untuk taman budi daya tanaman rempah-rempah.
Foto: picture-alliance/dpa/Global Travel Images
Berlin Botanic Gardens
Taman ini luasnya 43 hectar, dan jadi yang paling besar di Eropa. Taman ini milik Universitas Freie Universität Berlin. Rumah kaca dan taman di sekitarnya adalah rumah dari 20.000 spesies tanaman dari seluruh dunia, termasuk berbagai jenis palem, pohon anggur dan bambu raksasa. Penulis: Lina Elter (ml/ap)
Foto: picture-alliance/dpa/Global Travel Images
8 foto1 | 8
Bandingkan dengan taman di kawasan utara, dari 249 taman di sana, hanya 19 taman yang merupakan taman di dalam kompleks perumahan. Artinya sebanyak 230 taman adalah taman yang dibangun pemerintah Kota Bandung atau warisan masa kolonial.
Data itu menggambarkan beberapa hal. Pertama, konsentrasi taman kota—yang dibangun pemerintah kolonial atau pemerintah sekarang—memang berada di utara Jalan Raya Pos, dan itu menggambarkan bahwa kawasan utara memang didesain untuk memberikan kenyamanan bagi warganya. Bandingkan dengan kawasan selatan, yang sebenarnya memiliki jumlah kecamatan—dan juga jumlah penduduk dua kali lipat dari kawasan utara—jumlah taman yang dibangun pemerintah baik di era kolonial maupun di era sekarang sangatlah sedikit. Jumlah taman di kawasan selatan bisa lebih banyak dibandingkan kawasan utara, bukan hasil desain pemerintah, tapi hasil kreasi developer kompleks perumahan.
Kedua, data itu menggambarkan bagaimana aparat pemerintah di kawasan utara dan aparat pemerintah di kawasan selatan berbeda dalam mempersepsikan taman kota. Jika melihat data tersebut, ada kecenderungan aparat pemerintah di kawasan utara untuk tidak memasukkan taman di dalam kompleks perumahan ke dalam daftar taman kota, sehingga hanya memasukkan 19 taman kompleks perumahan ke dalam daftar. Karena berdasarkan observasi saya, sebenarnya masih banyak taman di dalam kompleks perumahan di kawasan utara yang tidak masuk di dalam daftar itu, misalnya dua taman yang cukup luas di area tempat tinggal saya. Berbeda dengan aparat pemerintah di kawasan selatan yang begitu rajin memasukkan 285 taman di dalam kompleks perumahan ke dalam daftar taman Kota Bandung.
Mungkin, aparat di kawasan utara—karena terbiasa melihat taman yang luas di area publik—menganggap taman di dalam kompleks perumahan bukanlah taman kota yang sesungguhnya karena hanya bisa diakses oleh warga kompleks perumahan tersebut. Sedangkan aparat di kawasan selatan, menganggap apa pun yang terlihat sebagai ruang terbuka adalah taman, tak peduli taman itu hanya bisa diakses secara ekslusif oleh warga perumahan setempat.
Saat Burgerkill Goyang Eropa
Band Bandung, Burgerkill mendapat kehormatan buat menjajal Wacken, festival heavy metal terbesar sejagad. Inilah momen bersejarah, ketika Eben dkk. menjadi band pertama Indonesia yang manggung di Wacken.
Foto: DW/R. Nugraha
Yang Terhempas dan Bangkit Lagi
Burgerkill yang dibentuk tahun 1995 sempat nyaris bubar setelah vokalisnya, Ivan Scumbag meninggal dunia 2006 silam. Namun band yang beranggotakan Andris, Vicky, Eben, Ramdan dan Agung ini (ki-ka) bersikeras meneruskan kiprah Burgerkill. Sejak peristiwa muram itu mereka telah menelurkan dua album. Dan kini mendapat kehormatan dengan manggung di festival metal terbesar di dunia, Wacken Open Air.
Foto: Refanto Ramadhan
Sederhana di Penampilan Perdana
Tiba di Wacken, awak Burgerkill sengaja melewatkan makan siang buat menyaksikan penampilan band lain di dua panggung utama. Penampilan perdana Eben dkk. di Wacken tergolong sederhana. Selain panggung kecil berkapasitas 5000 penonton, Burgerkill juga mendapat jadwal paling bontot, yakni pukul 2:15 waktu setempat.
Foto: DW/R. Nugraha
Sunyi Menjelang Badai
Panggung dibuka buat anggota band sekitar satu jam menjelang penampilan. Awak Burgerkill membahas rincian terakhir setelah menyiapkan instrumen masing-masing. Mereka cuma membawa beberapa gitar dan perlengkapan panggung sekedarnya, karena panitia Wacken menyiapkan semua peralatan elektronik, termasuk amplifier.
Foto: DW/R. Nugraha
Jelang Detik Bersejarah
Burgerkill menyiapkan sembilan lagu lintas album untuk Wacken. Dadan, sang manajer bercerita, butuh waktu enam bulan buat mereka untuk mempersiapkan tur Eropa ini. Saking sibuknya, Burgerkill harus menunda pembuatan album baru. Maka setelah bulan-bulan yang menegangkan, 20 tahun berkarya, datanglah momen bersejarah ketika Burgerkill disambut oleh festival metal terbesar sejagad itu.
Foto: DW/R. Nugraha
Empat Menggoyang Wacken
Di Headbanger Stage, Burgerkill langsung tampil energetik menyambut penonton yang menunggu. Raut tegang yang sempat bersarang di wajah, tiba-tiba menghilang. Buat mereka penampilan di Wacken menjadi lebih spesial karena tahun ini Burgerkill memperingati hari jadi ke-20.
Foto: DW/R. Nugraha
Duet Maut
Agung (ki) dan Ramdan (ka) yang banyak berdiam diri menjelang konser langsung tampil lepas begitu lagu pertama dimainkan. Ramdan yang memainkan bass, baru bergabung tahun 2007 dengan Burgerkill. Sementara Agung sudah lebih senior. Pria yang juga acap memberikan kursus gitar ini bergabung sejak 2003.
Foto: DW/R. Nugraha
Begundal Eropa
Beberapa penonton yang hadir terkesan sudah mengenal Burgerkill. Ketika Vicky cs. memainkan lagu Under the Scars dari album Venomous, mereka ikut mengiringi lantunan sang vokalis. Begundal, begitu Burgerkill menyebut para penggemarnya, akhirnya tiba di benua biru.
Foto: DW/R. Nugraha
Abah Melawan Dingin
Andris dulunya diposisikan sebagai pemain bass. Ketika ajal menjemput Ivan Scumbang, band Bandung itu memutuskan merotasi personil. Abah, sebutan Andris, kemudian diplot menjadi drummer. Pria kelahiran 1976 ini juga mampu bermain gitar dan sempat membantu banyak band Bandung lain sebelum merapat ke Burgerkill. Di Wacken Andris harus melawan suhu yang berkisar di bawah 10 derajat Celcius.
Foto: DW/R. Nugraha
Energetik dan Liar
Aksi panggung Burgerkill tergolong sederhana. Terutama jika dibandingkan dengan band-band lain. Namun energi Eben dkk. selama menggeber Headbanger Stage mendapat pujian dari kru Wacken. Salah seorang diantaranya menyebut penampilan Burgerkill sebagai salah satu yang terbaik tahun ini dan mengundang mereka kembali ke Wacken tahun depan.
Foto: DW/R. Nugraha
Sampai Jumpa Lagi Wacken!
"I Love you, Germany!!" teriak Eben setelah menuntaskan lagu terakhir. Kendati tidak berlimpah, penonton yang hadir tidak kekurangan semangat. Sebagian meminta lagu tambahan, sementara yang lain meneriakkan "Burgerkill...Bugerkill..."
Foto: DW/R. Nugraha
Haru Biru
Kebahagian meledak di belakang panggung. Semua personil saling bersalaman. Vicky (ki) dan Eben (ka) tenggelam dalam haru biru. Butuh 20 tahun kerja keras sebelum Burgerkill bisa tampil di festival metal terbesar sejagad itu. Satu mimpi pun terwujud. Usai menggeber Jerman, Eben dkk. terbang ke Inggris untuk menjajal festival metal Bloodstock.
Foto: DW/R. Nugraha
11 foto1 | 11
Beragam fasilitas
Demikian pula dengan fasilitas-fasilitas lainnya. Di bidang pendidikan, misalnya, selalu ada sekolah yang dikategorikan sebagai sekolah elite atau sekolah favorit sejak dulu, misalnya SMAN 3, SMAN 5, SMAN 2, SMAN 1, dan SMAN 20. Semuanya berada di kawasan utara, dan menempati gedung megah peninggalan Belanda. Di selatan, baru belakangan saja ada sekolah favorit yaitu SMAN 8. Berbagai perguruan tinggi terkenal—baik negeri maupun swasta—juga lebih banyak berada di kawasan utara
Dalam fasilitas kesehatan, kawasan utara lebih banyak memiliki rumah sakit favorit baik milik pemerintah maupun swasta, misalnya RS Hasan Sadikin, RS Boromeus, RS Advent, RS Halmahera, dan belakangan ada RS Santosa. Di selatan, walau sekarang mulai bermunculan rumah sakit-rumah sakit atau klinik-klinik baru, yang terbesar dan terkenal di kawasan itu hanya RS Imanuel dan RS Al Islam—keduanya milik swasta
Pertanyaannya, kenapa Bandung secara relatif masih mempertahankan segregasi warisan kolonial itu? Kenapa garis batas kelas warisan kolonial itu masih bertahan sampai sekarang?
Jawabannya mungkin terletak jauh di dalam diri warga Kota Bandung: mentalitasnya sebagai bangsa yang pernah terjajah belum benar-benar pulih. Waryaga dan pemerintahnya mungkin masih punya mimpi untuk jadi seperti bangsa penjajah, yang dianggap sebagai superior dan ditiru cara hidup sebagai kelas elite, persis seperti kita memandang dan mempersepsikan kawasan utara Bandung, sebagai wilayah kaum elit sejak dulu. Sementara itu pemerintah kotanya pun masih seperti pemerintah kolonial bagi warganya: terus mempercantik dan mengagung-agungkan warisan penjajah, dan terus memoles agar terlihat seperti kota Eropa, sementara mengabaikan warisan bangsa terjajah di selatan.
Penulis: Zaky Yamani (ap/vlz)
Jurnalis dan novelis
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis
Bonbin Maut Indonesia Dalam Sorotan Dunia
Kebun binatang Indonesia kembali menjadi perhatian dunia lantaran kondisi muram satwa-satwanya. Kali ini Bandung yang menjadi sorotan.
Foto: Getty Images/AFP
Kardit Kelaparan
Adalah Kardit (ka.), seekor beruang madu berusia 20 tahun, yang belakangan mencuri perhatian dunia lantaran posturnya yang kurus dan terkesan kelaparan. Kardit bahkan dilaporkan memakan kotorannya sendiri untuk bertahan hidup. Penghuni kebun binatang bandung itu difoto saat sedang mengemis makanan dari para pengunjung.
Foto: Getty Images/AFP/T.Matahari
Bantahan Tamansari
Sontak kecaman mengalir ke manajemen kebun binatang Bandung. Jurubicara Yayasan Margasatwa Tamansari, Sudaryo, bersikeras satwa kurus bukan berarti sakit. "Kurus itu pendapat orang," tukasnya, Ia mengklaim pihak manajemen telah memberi pakan cukup dan menyediakan layanan kesehatan secara rutin. Sudaryo malah mencurigai skandal terbaru itu adalah cara curang organisasi satwa mencari perhatian.
Foto: Getty Images/AFP/T.Matahari
Aib Parahayangan
Namun begitu tuntutan kepada Walikota Ridwan Kamil agar menutup kebun binatang Bandung terus menguat. Sebuah petisi online saat ini telah ditandatangani oleh lebih dari 200.000 orang. Kamil mengungkapkan kekecewaan pada pengelola bonbin yang dianggapnya memberikan citra buruk bagi Bandung di dunia internasional.
Foto: Getty Images/T.Matahari
Nasib Pilu Yani
Bukan pertama kali kebun binatang Bandung disorot. Tahun lalu seekor gajah Sumatera bernama Yani tewas mengenaskan. Satwa langka itu mederita sakit dalam waktu lama. Ketika sekarat, tim dokter gabungan menemukan luka terbuka di tubuhnya yang tidak dirawat. Lagi-lagi manajemen kebun binatang menepis kritik.
Foto: Getty Images/T.Matahari
Maut di Surabaya
Bandung bukan kebun binatang pertama di Indonesia yang disorot dunia internasional lantaran buruknya kondisi penghuninya. Pada 2010 silam sederet kasus kematian satwa di Kebun Binatang Surabaya mengundang sumpah serapah aktivis hewan. Pengelola bonbin dinilai lalai. Menurut investigasi Tempo, antara 2006 dan 2014 sudah sebanyak 1.800 satwa yang mati, termasuk seekor harimau Sumatera ini.
Foto: Getty Images/AFP
Plastik di Perut Kliwon
Salah satu nasib paling menyedihkan dialami Kliwon, seekor Jerapah berusia 30 tahun yang mati kelaparan 2012 silam. Di perutnya dokter menemukan sampah plastik seberat 20 kilogram. Sementara tahun 2014 sekitar 45 ekor komodo tewas karena saling serang dalam kandang yang penuh sesak. Hasil audit yang digelar Universitas Airlangga mengungkap buruknya pengelolaan manajemen kebun binatang.
Foto: Getty Images/J.Kriswanto
Bayang Panjang KBS
Setelah tahun-tahun penuh kegaduhan, termasuk gugatan terhadap pemerhati satwa yang mengritik pengeloa bonbin, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akhirnya merombak struktur manajemen. Namun hingga kini reputasi kebun binatang Surabaya belum juga pulih lantaran sejumlah kasus kecil yang tidak ditangani dengan cepat.