Selama tiga tahun Ajoy Roy telah menunggu jawaban dalam kasus pembunuhan putranya Avijit. Blogger itu hanya satu dari 10 aktivis yang tewas di tangan kelompok islamis radikal di Bangladesh.
Iklan
Untuk bernafas saja Ajoy Roy merasa sulit. Kondisi kesehatannya yang memburuk membuat Roy hanya dapat mendekam di dalam kamar. "Saya marah dan sakit hati, tapi saya juga orang sabar yang bisa mengatasi kejutan dengan penuh martabat," ungkap Anjoy Roy dengan suara tegas ketika bertemu dengan Deutsche Welle. "Terkadang saya tidak bisa menahan air mata saya," imbuhnya beberapa saat kemudian. "Bagaimana pun, saya adalah ayahnya. Dan setiap kali saya melihat gambar putra saya, maka saya selalu bertanya pada diri saya: Kenapa Avijit, kenapa kamu harus kembali?"
Terkungkung
Ajoy Roy adalah pensiunan profesor fisika yang bertabur penghargaan di sepanjang karirnya. Roy terlahir sebagai generasi yang berjuang untuk kebebasan. Seperti kaum intelektual lainnya pada tahun 1971 ia mengangkat senjata untuk memperjuangkan kemerdekaan Bangladesh.
Saat itu, mayoritas Muslim Bangladesh memisahkan diri dari Pakistan dengan bantuan India. Sejak saat itu, kelompok sekuler dan islamis saling berebut kekuasaan di Bangladesh. Ajoy Roy berpihak pada negara sekuler yang menempatkan agama sebagai urusan pribadi. Sepanjang karir akademiknya, ia selalu mendukung pendekatan pendidikan humanis yang mencari jawaban lewat bantuan ilmu pengetahuan. "Saya bangga atas pencapaian akademik yang saya raih,” ungkap Profesor Roy. "Tapi banyak yang telah berubah. Kebebasan sipil merosot di Bangladesh, dan ruang bagi kebebasan berpikir semakin dipersempit.”
Putranya yang terbunuh, Avijit juga menempuh jalur akademisi. Dia kuliah di jurusan teknik di Dhaka, meraih gelar doktor di Singapura dan berimigrasi ke Amerika Serikat tahun 2007. Di sana ia menjadi pengembang ‘software‘ dan mulai aktif dalam blog ateis ‘Mukto Mona‘ (Jiwa yang Bebas). Seperti ayahnya Ajoy, Avijit juga adalah seorang humanis sekaligus pemikir liberal. Tapi tidak seperti ayahnya, Avijit adalah anak dari generasi digital. Dia terampil menggunakan sosial media untuk menggagas diskusi tentang peran Islam di era teror. Avijit juga menerbitkan beberapa buku, di antaranya ‘The Virus of Faith‘ (Virus Iman).
Kasus pembunuhan yang tak terungkap
Ketika Avijit Roy kembali dari AS pada Februari 2015 untuk mengikuti pameran buku di Dhaka, ayahnya dengan serius memperingatkannya. Saat itu, beberapa kritikus agama, ateis, blogger dan penganut kepercayaan yang berbeda terbunuh dalam sejumlah serangan terencana. Dia ingat saat itu Avijit bertanya padanya: "Kenapa kaum fundamentalis harus membunuhku, Ayah, saya hanya seorang penulis.” Jeda panjang pun terjadi. "Betapa suatu pemikiran yang polos, dan dia telah membayar harga tinggi untuk itu,” tambah Sang Profesor.
Menurut pengakuan saksi mata, polisi berada tidak jauh dari lokasi kejadian ketika para pembunuh yang mengatasnamakan Islam menyerang blogger tersebut dengan parang dan golok. Namun tidak ada yang mencegahnya, dan tidak seorang pun yang dihukum hingga hari ini. Hal yang sama berlaku bagi sebagian besar korban. Setidaknya bagi 10 blogger yang terbunuh antara tahun 2013 dan 2016. Serangan kelompok Islamis juga dialami warga asing serta penganut agama yang berbeda. Apakah negara tidak peduli untuk menyelidiki kasus teror ini? Ajoy Roy tertawa sinis. "Saya tidak dapat menjawabnya secara langsung. Entah mereka yang berwenang memang tidak mampu atau tidak layak. Atau mereka tidak punya niat. Apa lagi yang bisa saya katakan?"
7 Organisasi Teror Paling Ditakuti Pimpinan Dunia
Pemimpin dunia mengidentifikasi terorisme internasional sebagai ancaman paling serius bagi stabilitas global. Walau kriteria terorisme terus berubah, namun kebrutalan 7 kelompok teror ini membuat ngeri pemimpin dunia.
Foto: Reuters/K. Ashawi
Islamic State di Irak dan Suriah (ISIS)
Didirikan 2004 tapi baru terkenal secara global 2014 setelah mengumumkan sepihak berdirinya kekalifahan di kawasan luas Irak dan Suriah. Di bawah pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi, ISIS terkenal lewat teror brutalnya, antara lain pemenggalan kepala para sandera, perbudakan seks perempuan dan penghancuran situs bersejarah.
Foto: picture-alliance/dpa
Abu Sayyaf Group
Organisasi teror di Flipina ini berbasis di kepulauan Jolo dan Basilan. Didirikan 1991 dimasukan daftar grup teroris AS 1997. Abu Sayyaf bertanggung jawab atas serangan teror sebuah ferry di Filipina (2004) yang menewaskan 116 orang. Grup ini mendapat dana dari tebusan sandera dan perompakan kapal barang. Tujuan utama Abu Sayyaf adalah mendirikan negara Islam merdeka di selatan Filipina.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Harakat al-Shabaab al-Mijahideen
Terkenal sebagai al-Shabaab, organisasi teror ini beroperasi di kawasan Timur Afrika terutama di Somalia dan Kenya. Tahun 2006 Al Shabaab merebut kawasan luas di Somalia termasuk ibukota Mogadishu, tapi 2007 berhasil digempur mundur pasukan Somalia dan Ethiopia. Sejak itu grup beroperasi dari kawasan pedesaan dan melancarkan serangan ke kota. Anggota Al Shabaab ditaksir sekitar 9.000 orang.
Foto: Stringer/AFP/Getty Images
Tehrik-e Taliban Pakistan
Taliban di Pakistan sejak 2007 menjalin aliansi dengan sejumlah kelompok radikal lainnya di kawasan perbatasan ke Afghanistan. Kelompok ini tidak memiliki kaitan langsung dengan Taliban di Afghanistan. Grup afliasi Al Qaeda ini terutama menentang pemerintahan Pakistan serta militernya. Grup ini juga terkenal anti ideologi barat dan sering melancarkan serangan pembunuhan.
Foto: picture-alliance/dpa/TTP
Jamā’at Ahl as-Sunnah lid-Da’wah wa’l-Jihād
Kelompok teroris yang didirikan 2002 ini lebih terkenal dengan nama Boko Haram. Terutama beroperasi di Nigeria namun meluaskan aksinya di negara tetangga Chad, Niger dan Kamerun. Boko Haram membunuh sedikitnya 15.000 warga sipil dan menculik 276 gadis Chibok yang memicu kecaman internasional. Grup teroris ini berafiliasi dengan ISIS dan bertujuan menumbangkan pemerintahan Nigeria.
Foto: picture-alliance/AP Photo/G. Osodi
Tahrir al-Sham
Dulu kelompok teror yang berafiliasi dengan Al Qaeda ini bernama Front Al-Nusra. Pertengahan tahun 2016 kelompok ini menyempal dari Al Qaida dan membentuk aliansi dengan kelompok jihadis militan Sunni lainnya di Suriah dan memakai nama baru Tahrir al-Sham. Grup ini memainkan peranan utama dalam perang saudara di Suriah dan berada di pihak pemberontak yang ingin menumbangkan rezim Bashar al-Assad.
Foto: picture-alliance/Al-Nusra Front via AP
Hizbullah Libanon
Organisasi ini adalah partai politik sekaligus kelompok militan bersenjata Syiah. Didirikan 1982 dengan bantuan keuangan dan latihan militer Iran, sebagai reaksi atas invasi Israel ke selatan Libanon. Hizbullah terutama melancarkan serangan atas target Israel, Amerika dan barat. Dalam konflik Suriah, Hizbullah mendukung presiden Bashar al-Assad. Penulis: Cristina Burack (as/yf)
Foto: J. Eid/AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
Bagaimanapun ahli fisika itu tidak melihat bahwa negaranya sedang menuju ke arah negara teokrasi. "Pembunuhan itu adalah pekerjaan kaum fundamentalis. Tapi ini adalah kelompok kecil. Sebagian besar warga memilih sekuler, negara toleran," Ajoy Roy mengonfirmasikan. Dia mendesak pemerintah untuk mengingat "bahwa konstitusi kita tersusun atas aturan negara sekuler dan sosialis." Veteran perang pembebasan itu pun membuka lembaran album foto lama. Avijit dan adik laki-lakinya suka melahap berbagai buku dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis sejak usia dini, kata ayahnya dengan bangga, sebelum pikirannya kembali ke politik. "Bangladesh secara politik salah urus. Kami telah gagal menegakkan keadilan bagi para blogger yang terbunuh. Jika ini terus berlanjut, Bangladesh akan menjadi negara anarkis."
Kehilangan keseimbangan
Hossain Toufique Imam hanya empat tahun lebih muda dari Ajoy Roy. Dia juga bagian dari generasi pejuang kemerdekaan. Namun Imam yang berusia 79 tahun tersebut memilih karir di bidang politik. Penasehat politik Perdana Menteri Sheikh Hasina itu menolak tuduhan yang diarahkan kepada pemerintah. Dalam semua kasus yang terungkap, penyelidikan sedang berlangsung dan sebagian besar pembunuh para blogger akan segera menemui titik akhir. "Anda akan segera mendengar putusan pengadilan," janjinya. Namun dalam kasus Avijit Roy, dokumen tuntutan bahkan belum ada.
Imam menekankan bahwa pemerintah tidak menoleransi militansi, dan mengupayakan kebijakan 'nol toleransi' atas kaum radikal yang menggunakan kekerasan. Namun di saat yang sama, seperti para menteri terdahulu, ia juga menilai para blogger turut bersalah atas pembunuhan mereka. "Bangladesh adalah negara mayoritas Muslim. Dan beberapa orang sangat religius," bantahnya. "Jadi, ketika Anda memutarbalikkan Quran yang merupakan kitab suci dan mengomentari kehidupan Nabi, beberapa orang marah. Mereka kehilangan keseimbangan. Begitulah cara para blogger itu membawa hal tersebut kepada diri mereka sendiri."
Menurutnya kebebasan berekspresi bukan berarti mendapat tiket gratis untuk melukai perasaan religius orang lain. Imam menekankan sifat sekuler Bangladesh yang harus dilindungi. "Musuh sekularisme adalah para blogger dan yang membunuh mereka. Keduanya adalah ekstrimis. Kita harus membawa para ekstrimis ini ke jalur yang normal. Itulah tugas utama politik."
Di atas atap madrasah Masjid lal Bagh di jantung kota tua Dhaka, Mufti Fayezullah menolak bertanggung jawab atas pembunuhan para blogger liberal dan penulis yang mengeritikagama. Di "negara Islam sejati," tambahnya, tidak akan ada pembunuhan seperti itu. Fayezullah percaya ada konspirasi yang bertujuan menyerang Islam. Dia adalah salah satu Islamis yang paling berpengaruh di negara itu dan senang jadi sorotan publik.
"Untuk Muslim, Allah dan Nabi yang Agung adalah yang paling penting. Jika Anda menyalahgunakannya, kami merasa diserang.” Dia menambahkan bahwa ia tidak mendukung aksi main hakim sendiri. "Tapi kami menuntut agar negara bertindak dan menghukum musuh Islam.” Baginya, hukuman bagi para ateis termasuk di antaranya hukuman mati.
Pada tahun 2014 Mufti Fayezullah secara terbuka menyerukan eksekusi terhadap seorang menteri yang telah menyerukan kritik atas ziarah ke Tanah Suci. Setelah protes besar-besaran di jalanan dari kalangan Islamis, Perdana Menteri Sheikh Hasina menghentikan menteri terkait, Latif Siddiqui. Apakah pemerintah sedikit demi sedikit menyerah pada tuntutan kaum Islamis agar mereka tidak beralih kepada jihadisme global? Selain itu, pemilihan parlemen akan segera berlangsung. Para elit politik juga mencari dukungan untuk tetap berkuasa. Di negara konservatif seperti Bangladesh, tidak ada yang berani secara terbuka mendukung kaum ateis.
Tanpa Sensor: Perempuan Muslim Berbicara Soal HAM
Dalam buku berjudul Usensurert (Tanpa Sensor) penulis dan wartawan Norwegia Birgitte C. Huitfeldt menunjukkan hidup perempuan Muslim dalam dunia Islam.
Foto: Nawal El Saadawi
Mendambakan Kebebasan di Mesir
Buku itu diawali dengan penuturan dokter perempuan asal Mesir Nawal El Saadawi, yang juga penulis dan aktivis hak perempuan. Es Saadai menjelaskan, mengapa perempuan di Timur Tengah belum berhasil dalam perjuangan mereka: "Dalam sistem patriarkal, imperial dan militer, perempuan tidak bisa bebas. Kami dikekang oleh kekuasaan bukan keadilan, oleh demokrasi palsu, bukan kebebasan."
Foto: Nawal El Saadawi
Psikolog Asal Suriah dalam Pengasingan
Pakar psikologi Rafah Nached ditangkap September 2011 di Damaskus, ketika ia ingin membantu demonstran anti Assad yang menderita trauma. Dua bulan kemudian ia dibebaskan. Ia kemudian tinggal di Paris dalam pengasingan. "Masyarakat Arab menolak perubahan, karena siapapun yang tidak sepaham dengan masa, dianggap ateis dan tidak normal", kata Rafah Nached dalam buku yang ditulis Huitfeldts.
Foto: Liberation
Demokrasi Adalah Kehendak Rakyat
Shirin Ebadi adalah pengacara asal Iran, yang berjuang bagi hak-hak perempuan, anak-anak dan pengungsi. Akibatnya, pemerintah dan polisi di Iran mengancam Ebadi. 2003 ia mendapat Nobel Perdamaian. "Bagi demokrasi tidak ada Barat dan Timur. Demokrasi adalah kehendak rakyat. Jadi saya tidak mengakui ide adanya model demokrasi yang berbeda-beda," katanya.
Foto: Shirin Ebadi
Perdamaian antara Israel dan Palestina
"Pendudukan adalah sifat pria, terutama pendudukan militer. Konflik antara Israel dan Palestina diakibatkan manusia, dan kita sebagai perempuan harus mengakhiri konflik itu," demikian dikatakan anggota parlemen Palestina, Hanan Ashrawi, yang juga aktivis dan ilmuwan. Ashrawi memberikan sumbangan penting bagi perdamaian Israel-Palestina.
Foto: Hanan Ashrawi
Rasa Takut Pria terhadap Perempuan di Yaman
Amal Basha adalah feminis asal Yaman. Dalam indeks PBB tentang kesetaraan antara perempuan dan pria, negaranya ada di posisi bawah. Hak perempuan Yaman di bidang ekonomi, sosial dan budaya dibatasi hukum Shariah. Penyebabnya? "Pria takut kepada perempuan, karena perempuan adalah suara kebebasan. Perempuan tidak tertarik untuk berperang, karena perempuan bukan pedagang senjata," kata Amal Basha.
Foto: Salzburg Global Seminar
Pembunuhan Kehormatan di Yordania
Di Yordania, aktivis HAM dan feminis serta wartawan penyelidik Rana Husseini menulis tentang kekerasan terhadap perempuan. "Masyarakat Yordania
menyalahkan perempuan untuk segalanya. Membiarkan diri diperkosa dan dilecehkan, karena lahirkan anak, karena seks yang tak memuaskan, juga kalau suami tidak setia. Daftarnya masih panjang lagi." Itu penjelasannya bagi pembunuhan dengan alasan kehormatan.
Foto: Rana Husseini
Secercah Harapan di Libya?
Untuk mengakhiri perang saudara yang terus berlangsung di Libya, pria dan perempuan harus mengubah sikap, demikian pendapat Hajer Sharief, staf PBB asal Libya. "Kalau orang menengok ke rumah-rumah, orang bisa melihat para ibu, yang mengirim putra mereka ke medan perang. Walaupun ibu itu sendiri tidak mengangkat senjata, mereka ikut mendorong spiral kekerasan di Libya." Penulis: Jan Tomes (ml/hp)
Foto: Nader Elgadi
7 foto1 | 7
Bermain dengan api
Sara Hossain dengan penuh keprihatinan mengamati perkembangan yang terjadi. Dia salah satu pengacara terbaik di negara itu dan kerap bersidang di Mahkamah Agung. Ayahnya adalah ketua komisi, yang pasca-perang pembebasan tahun 1971 menyusun konstitusi sekuler. "Hari ini, kami menghadapi bukan saja kerelaan untuk mentolerir sikap tidak toleran, tapi juga harus benar-benar menerimanya," ungkap Sara Hossain.
Ia merasa politik tidak lagi berkomitmen terhadap sekularisme, meskipun itu prinsip dasar dalam Pembukaan Konsitusi. "Tapi kami tidak lagi percaya bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup, hak akan kebebasan dan keleluasaan untuk berekspresi, tanpa memandang apapun agama mereka."
Seperti negara lainnya, Bangladesh menyaksikan serangan teror utama di jantung ibu kota, yang terjadi pada Juli 2016. Ketika serangan terjadi, 20 warga sipil terbunuh di salah satu restoran populer di kawasan yang ramai dengan orang asing. "Apa yang kurang diperhatikan dunia," kata Sara Hossain menekankan, "adalah adanya pergeseran secara berlahan," melalui sejumlah konsesi kecil atas tuntutan lingkaran kelompok Islamis.
Sara merujuk pada pemindahan"Dewi Keadilan" di depan Mahkamah Agung. Patung baru dari Dewi Keadilan kuno, Justitia, telah dipindahkan musim panas lalu dari pintu masuk utama setelah kaum islamis seperti Mufti Fayezullah memprotes "degenerasi budaya" dan memobilisasi warga untuk menentang "penyembahan berhala".
Pengacara Hak Asasi Manusia Sara Hossain memperingatkan perihal ‘bermain dengan api'. Perubahan menakutkan di Bangladesh tidak begitu nyata terlihat, katanya, "tetapi itu mengubah ruang di mana Anda hidup. Ini mengubah cara Anda hidup, dan itu mengubah apa yang dapat Anda katakan.”
Bocah Bangladesh Mencari Nafkah
Sekitar 4,5 juta bocah mencari nafkah sebagai buruh di Bangladesh, dalam kondisi mengenaskan. Sebagian besar berada di ibukota Dhaka. DW mendokumentasikan keseharian mereka.
Foto: Mustafiz Mamun
Bocah Pembuat Balon
Kemiskinan yang menyekik acap memaksa sebuah keluarga mengirimkan putranya sebagai buruh. Kebanyakan mendapat pekerjaan kasar dalam kondisi yang mengenaskan dengan upah rendah, seperti di pabrik bata, konstruksi atau pabrik balon. Pabrik di dekat Dhaka ini banyak mempekerjakan buruh anak seperti bocah berusia 10 tahun ini.
Foto: Mustafiz Mamun
Absennya Pemerintah
Bocah seperti di pabrik ini sering bekerja di dekat bahan-bahan kimia berbahaya. Pemerintah Bangladesh mengeluarkan peraturan yang melarang bocah bekerja di 38 jenis pekerjaan yang berbahaya. Namun larangan itu belum pernah benar-benar diterapkan.
Foto: Mustafiz Mamun
Buruh di Bawah Umur
Bocah mendapat upah lebih sedikit ketimbang buruh dewasa. Padahal sebagian besar bekerja hingga 12 jam per hari. Sebab itu pula kebanyakan buruh di pabrik ini adalah anak-anak. Mereka biasanya bekerja di dalam ruang tertutup dan tersembunyi dari dunia luar. Buruh anak juga tidak mendapat cuti kecuali hari Jumat sore. Bangladesh memberlakukan hari libur untuk Jumat.
Foto: Mustafiz Mamun
Masa Depan Terancam
Ali Hossain, bocah yang bekerja sebagai pengrajin perak di Dhaka, dipaksa membanting tulang siang dan malam. Jam kerja panjang dan bunyi mesin pabrik yang memekakkan telinga membahayakan kesehatan dan masa depannya. Tidak heran jika pekerjaan berperan besar dalam angka kegagalan sekolah.
Foto: Mustafiz Mamun
Bocah di Pabrik Kulit
Menurut hukum ketenagakerjaan 2006, usia minimal buruh di Bangladesh adalah 14 tahun. Namun di sini, Asif yang berusia 12 tahun bekerja setidaknya 12 jam sehari di pabrik kulit. Ia terbiasa berurusan dengan bahan-bahan kimia beracun. Upah yang diterima Asif diberikan kepada ibunya.
Foto: Mustafiz Mamun
Rabbi dan Ibunya
Rabbi berasal dari Chandpur. Ia bekerja bersama ibunya di pabrik botol plastik. Pemilik pabrik mengklaim ia menolak mempekerjakan anak-anak. Rabbi mendapat pekerjaan ini cuma karena permintaan sang ibu lantaran pemasukannya tidak cukup membiayai keluarga.
Foto: Mustafiz Mamun
Kernet Belia
Sekitar 93 persen buruh anak di Bangladesh bekerja di sektor informal, seperti pabrik kecil, bisnis rumahan, sebagai pembantu rumah tangga atau di jalanan. Salah satu contohnya adalah kernet angkutan umum ini yang tidak jarang menjadi korban kecelakaan lalu lintas.
Foto: Mustafiz Mamun
Bocah di Pabrik Bata
Batu bata adalah bahan konstruksi paling laku di Bangladesh. Banyak bocah bekerja sebagai buruh pabrik batu bata seperti di Dhaka ini. Mereka dibayar 15.000 hingga 18.000 Rupiah per hari buat mengangkat ribuan ton batu bata. Berbobot tiga kilogram per buah, setiap bocah harus mengangkut minimal 16 batu bata dalam sekali pikul.
Foto: Mustafiz Mamun
Nestapa di Usia Muda
Rahim terbiasa bekerja 12 jam tanpa upah atau makanan yang memadai. Terlebih ia juga harus berkutat di dalam kondisi kerja yang mengenaskan di pabrik Timah ini. Buruh anak juga terancam diskriminasi rasial, penganiayaan atau bahkan pelecehan seksual.