Akibat hujan deras selama dua hari, banjir bandang dan longsor melanda beberapa wilayah di Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Bencana tersebut akibatkan bangunan dan jalanan hancur.
Iklan
Hujan deras yang mengguyur beberapa wilayah di Sumatera Utara dan Sumatera Barat selama Kamis (11/10) dan Jumat (12/10) telah menyebabkan banjir bandang dan longsor. Bencana tersebut juga dikabarkan menelan korban jiwa.
"Data sementara banjir dan longsor menyebabkan 27 orang meninggal dunia, 15 orang hilang dan puluhan orang luka-luka" demikian informasi yang diunggah Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di laman Twitter-nya.
Banjir dan longsor landa 4 wilayah, yaitu Kabupaten Mandailing Natal, Kota Sibolga, Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Pasaman Barat. Dampak banjir bandang dan longsor lain adalah 17 unit rumah roboh, 5 unit rumah hanyut, ratusan rumah terendam banjir dengan ketinggian 1-2 meter.
Kebanyakan korban meninggal diakibatkan tertimpa bangunan runtuh. Kejadian yang berlangsung mendadak membuat warga tidak sempat menyelamatkan diri. Evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban masih dilakukan, khususnya di SD Negeri 235 di desa Muara Saladi, Kec. Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal. Data sementara, 11 pelajar meninggal dunia, 10 pelajar hilang dan delapan pelajar selamat.
Kondisi medan menyulitkan tim penyelamat gabungan (BPBD, TNI, Polri, SAR Daerah, SKPD, PMI, dan relawan) karena desa-desa terdampak berada di pegunungan, pinggir hutan dan akses sulit dijangkau karena rusak. yp/vlz (BPBD)
Balaroa Amblas Akibat Likuifaksi
Perumahan Balaroa adalah lokasi terparah yang terdampak gempa dan tsunami di Palu. Rumah amblas hingga lima meter akibat likuifaksi. Korban selamat mengungsi di tenda darurat, menanti alat berat bisa memulai evakuasi.
Foto: DW/N. Amir
Likuifaksi 'tanah bergerak'
Hampir seluruh rumah di Perumnas Balaroa di Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah amblas hingga lima meter. Struktur tanah di lokasi yang dihuni sekitar 900 kepala keluarga tersebut mengalami pergerakan akibat efek likuifaksi, yakni tanah yang muncul ke permukaan dalam bentuk lumpur akibat adanya tekanan gempa, dan bukan karena tsunami.
Foto: DW/N. Amir
Kubah masjid bergeser
Salah satu masjid di kelurahan Balaroa bergeser jauh dari lokasi awal akibat gempa terjadi di Palu. BNPB menyebutkan proses evakuasi di Balaroa baru bisa dilakukan jika alat berat tersedia di Palu.
Foto: DW/N. Amir
Evakuasi tersendat
BNPB memprediksi masih ada ratusan korban yang tertimbun di perumahan Balaroa. Evakuasi sulit dilakukan karena posisi tanah yang tidak stabil. Tim SAR gabungan berupaya menyisir lokasi secara manual.
Foto: DW/N. Amir
Pengungsian warga
Warga yang selamat dari gempa dan tsunami di Balaroa mengungsi dengan menggunakan tenda darurat yanng dipasang seadanya. Lokasinya yang terletak di kawasan berbukit, membuat wilayah ini tidak langsung mendapat banyak bantuan.
Foto: DW/N. Amir
Banyak anak-anak
Sejumlah anak-anak yang mengungsi bersama keluarganya mulai menderita sakit. "Penanganan sampai sekarang dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat belum ada sama sekali yang hadir, kami butuh sekali logistik, tenda, air..." ungkap Rahmatsyah, Lurah Balaroa (01/10/2018).
Foto: DW/N. Amir
Bantuan sembako
Sejumlah anggota TNI mengawal persediaan sembako yang akan dibagikan kepada pengungsi korban gempa dan tsunami yang berada di Balaroa, Palu.
Foto: DW/N. Amir
Rumah sakit lapangan
Bagi warga yang terluka, Yonkes 2 Kostrad telah membangun rumah sakit lapangan. Sebagian besar pasien yang dirawat di rumah sakit ini adalah korban yang menderita patah tulang akibat gempa dan tsunami di Palu. (nar/Ed:ts/na)