1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiGlobal

Bank Dunia: Harga Minyak Bisa Redam Pertumbuhan di Indonesia

9 Maret 2022

Perang di Ukraina terjadi pada saat yang tidak menguntungkan bagi perekonomian dunia. Baru saja Indonesia berusaha menangani pandemi Covid-19, sekarang harga minyak dan pangan melonjak naik.

Kantor Bank Dunia di Washington
Kantor Bank Dunia di WashingtonFoto: Andrew Harnik/AP/picture alliance

Harga minyak yang terus meninggi didorong oleh invasi Rusia ke Ukraina bisa memangkas harapan pertumbuhan ekonomi, terutama di negara pengimpor besar seperti Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan Turki, kata pejabat Bank Dunia Indermit Gill hari Selasa (8/3).

Wakil Presiden Bank Dunia yang menangani bidang pemerataan pertumbuhan, keuangan dan institusi itu mengatakan dalam sebuah tulisan untuk tangki pemikir Brooking Institute, perang di Ukraina akan menyebabkan kemunduran lebih lanjut terhadap pertumbuhan untuk pasar negara-negara berkembang yang memang sudah terpukul oleh pandemi COVID-19 dan berjuang menghadapi ketidakpastian pembengkakan utang dan inflasi.

"Perang ini telah memperburuk ketidakpastian itu dengan cara yang akan berdampak di seluruh dunia, dan merugikan orang-orang yang paling rentan di tempat-tempat yang paling rapuh," kata Gill dan menambahkan, masih "terlalu dini untuk mengatakan sejauh mana konflik ini akan mengubah prospek ekonomi global."

Negara-negara pengimpor gandum dari Rusia dan Ukraina

Kenaikan harga pangan dan energi

Seperti pandemi corona, krisis terbaru ini muncul secara tidak terduga, baik dalam skala dan keganasannya, maupun dalam respons global terhadapnya. Selanjutnya ia menulis, banyak yang akan tergantung pada apa yang terjadi selanjutnya. Namun sudah jelas bahwa harga pangan dan energi yang lebih tinggi—bersama dengan kelangkaan pasokan—akan menjadi penyebab langsung penderitaan bagi ekonomi berpenghasilan rendah dan menengah.

Beberapa negara di Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika dan Eropa sangat bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk bahan pangan, karena Rusia dan Ukraina bersama-sama memasok lebih dari 20% ekspor gandum global.

Bahkan beberapa negara berkembang sangat bergantung pada pasokan gandum dari Rusia dan Ukraina, karena lebih dari 75 persen gandumnya diimpor dari kawasan konflik itu. Untuk negara-negara berpenghasilan rendah, gangguan pasokan serta kenaikan harga dapat menyebabkan peningkatan bahaya kelaparan dan kerawanan pangan.

Pemerintah harus bertindak cepat dan cermat

Gill Indermit mengatakan, Bank Dunia memperkirakan akan terjadi kenaikan harga minyak yang bertahan selama beberapa tahun dan dapat memotong pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang pengimpor minyak dan gas.

Selama enam bukan terakhir, harga minyak di pasar dunia telah naik lebih dari dua kali lipat. "Jika ini berlangsung, (harga) minyak bisa memangkas persentase pertumbuhan dari importir minyak seperti Cina, Indonesia, Afrika Selatan, dan Turki," katanya.

"Sebelum perang pecah, Afrika Selatan diperkirakan akan tumbuh sekitar 2% pada 2022 dan 2023, Turki sebesar 2-3%, dan Cina dan Indonesia sebesar 5%.”

Dengan adanya krisis yang baru, pemerintah di negara berkembang harus bergerak cepat untuk meredam risiko ekonomi dan melakukan koreksi arah yang cermat, kata Wakil Ketua Bank Dunia Indermit Gill. Mereka juga harus memperkuat jaring pengaman sosial yang dibutuhkan untuk melindungi warga mereka yang paling rentan di saat krisis.

Pandemi virus corona adalah pelajaran penting tentang kemampuan para pembuat kebijakan untuk merespons bencana secara efektif. "Pemerintah di negara berkembang harus bertindak bijaksana, dan bertindak sekarang," kata Indermit Gill.

hp/vlz (rtr, brooking institute)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait