Bank Dunia sebut kenaikan suku bunga telah meningkatkan kerentanan utang di semua negara berkembang. Tingkat utang yang sangat tinggi dan suku bunga yang tinggi telah menempatkan banyak negara di jalur menuju krisis.
Iklan
Bank Dunia merilis data terbaru terkait kondisi utang negara-negara berkembang dalam hal ini termasuk Indonesia. Laporan itu mengingatkan bahwa kenaikan suku bunga telah meningkatkan kerentanan utang di semua negara berkembang.
"Tingkat utang yang sangat tinggi dan suku bunga yang tinggi telah menempatkan banyak negara di jalur menuju krisis," kata Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Grup Bank Dunia, Indermit Gill dalam laporan utang Internasional terbaru Bank Dunia, dikutip Selasa (19/12).
Laporan tersebut mengungkap negara-negara berkembang mengeluarkan dana sebesar US$ 443,5 miliar atau setara Rp 6.880 triliun (kurs Rp 15.515) untuk melunasi utang publik dan jaminan publik mereka pada 2022. Peningkatan pengeluaran ini pun menggeser kebutuhan penting seperti kesehatan, pendidikan, dan lingkungan.
Tak hanya suku bunga, penguatan dolar AS menambah kesulitan negara-negara berkembang untuk melakukan pembayaran karena menjadi lebih mahal. Dalam situasi seperti ini, kenaikan suku bunga lebih lanjut atau penurunan tajam pendapatan ekspor dapat membuat kondisi tidak menguntungkan.
Bagaimana Perang Putin Mempengaruhi Ekonomi Dunia
Efek perang Rusia terhadap Ukraina dirasakan di seluruh dunia. Harga makanan dan bahan bakar meningkat di mana-mana. Di beberapa negara kerusuhan pecah akibat naiknya harga barang kebutuhan utama.
Foto: Dong Jianghui/dpa/XinHua/picture alliance
Belanja Semakin Mahal di Jerman
Konsumen di Jerman merasakan kenaikan biaya hidup. Konsekuensi dari perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia mulai terasa. Pada bulan Maret, tingkat inflasi Jerman mencapai level tertinggi sejak 1981. Pemerintah Jerman ingin segera mengembargo batubara Rusia, tetapi masih memperdebatkan pelarangan impor gas dan minyak dari Rusia.
Foto: Moritz Frankenberg/dpa/picture alliance
Antrian Mengisi Bahan Bakar di Kenya
Antrian panjang mobil di SPBU Nairobi. Di Kenya, warga juga merasakan dampak perang di Ukraina. Bahan bakar kian mahal, dan pasokannya terbatas, belum lagi krisis pangan. Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani dalam sidang Dewan Keamanan menyatakan keprihatinannya, dan membandingkan situasi di Ukraina timur dengan perubahan yang terjadi di Afrika setelah berakhirnya era kolonial.
Foto: SIMON MAINA/AFP via Getty Images
Siapa Amankan Suplai Gandum ke Turki?
Rusia adalah produsen gandum terbesar di dunia. Karena larangan ekspor dari Rusia, harga roti sekarang naik di banyak tempat, termasuk di Turki. Sanksi internasional telah mengganggu rantai pasokan. Ukraina juga merupakan salah satu dari lima pengekspor gandum terbesar di dunia, tetapi perang dengan Rusia membuat mereka tidak dapat mengirimkan barang dari pelabuhannya di Laut Hitam.
Foto: Burak Kara/Getty Images
Harga Gandum Melonjak di Irak
Seorang pekerja tengah menumpuk karung-karung tepung tergu di pasar Jamila, pasar grosir terpopuler di Baghdad. Harga gandum telah meroket di Irak sejak Rusia menginvasi Ukraina, karena kedua negara tersebut menyumbang setidaknya 30% dari perdagangan gandum dunia. Irak tetap netral sejauh ini, tetapi poster-poster pro-Putin sekarang telah dilarang di negara itu.
Foto: Ameer Al Mohammedaw/dpa/picture alliance
Unjuk Rasa di Peru
Para demonstran bentrok dengan polisi di ibukota Peru, Lima. Mereka memprotes kenaikan harga pangan, satu di antara rangkaian kenaikan harga. Krisis semakin diperburuk dengan adanya perang di Ukraina. Presiden Peru, Pedro Castillo memberlakukan jam malam dan keadaan darurat untuk sementara. Tapi jika peraturan tersebut dicabut, protes akan terus berlanjut.
Foto: ERNESTO BENAVIDES/AFP via Getty Images
Keadaan Darurat di Sri Lanka
Di Sri Lanka, warga turun ke jalan untuk mengekspresikan kemarahan mereka. Beberapa hari lalu, ada yang mencoba menyerbu kediaman pribadi Presiden Gotabaya Rajapaksa. Memuncaknya protes terhadap kenaikan biaya hidup, kekurangan bahan bakar, dan pemadaman listrik, mendorong presiden mengumumkan keadaan darurat nasional, sekaligus meminta bantuan pengadaan sumber daya dari India dan Cina.
Warga di Skotlandia juga memprotes kenaikan harga makanan dan energi. Di seluruh Inggris, serikat pekerja telah mengorganisir demonstrasi untuk memprotes kenaikan biaya hidup. Brexit telah mengakibatkan kenaikan harga di banyak area kehidupan, dan perang di Ukraina makin memperburuk keadaan.
Foto: Jeff J Mitchell/Getty Images
Harga Ikan Goreng di Inggris Melonjak
Warga Inggris punya alasan untuk khawatir terkait hidangan nasional tercinta mereka "fish and chips". Sekitar 380 juta porsi goreng ikan dan kentang dikonsumsi di Inggris setiap tahun. Tetapi sanksi keras saat ini, berarti harga ikan putih dari Rusia, minyak goreng dan energi, semuanya melonjak naik. Pada Februari 2022, tingkat inflasi Inggris mencapai 6,2%.
Foto: ADRIAN DENNIS/AFP via Getty Images
Peluang Ekonomi bagi Nigeria?
Seorang pedagang di Ibafo, Nigeria, tengah mengemas tepung untuk dijual kembali. Nigeria telah lama ingin mengurangi ketergantungannya pada makanan impor, dan membuat ekonominya lebih tangguh lagi. Orang terkaya di Nigeria Aliko Dangot, baru-baru ini membuka pabrik pupuk terbesar di negara itu, dan berharap memiliki banyak pembeli. Apakah itu sebuah peluang? (kp/as)
Foto: PIUS UTOMI EKPEI/AFP via Getty Images
9 foto1 | 9
18 negara alami gagal bayar
Dalam tiga tahun terakhir, terdapat 18 negara disebut mengalami gagal bayar. Laporan itu juga mengungkap bahwa saat ini sekitar 60% negara berpendapatan rendah mempunyai risiko tinggi atau sudah mengalami kesulitan utang.
Iklan
"Setiap triwulan di mana suku bunga tetap tinggi mengakibatkan semakin banyak negara berkembang yang tertekan dan menghadapi pilihan yang sulit untuk melunasi utang publiknya atau berinvestasi pada bidang kesehatan masyarakat, pendidikan, dan infrastruktur," ucapnya.
Ketika biaya pembayaran utang meningkat, pilihan pembiayaan baru bagi negara-negara berkembang pun berkurang. Pada 2022 komitmen pinjaman eksternal baru kepada entitas publik dan entitas yang dijamin publik di negara-negara tersebut turun sebesar 23% menjadi US$ 371 miliar, terendah dalam satu dekade.
Kreditor swasta sebagian besar abstain dari negara-negara berkembang, menerima pembayaran pokok sebesar US$ 185 miliar lebih banyak daripada yang mereka berikan dalam bentuk pinjaman. Hal ini menandai pertama kalinya sejak 2015 kreditor swasta menerima lebih banyak dana daripada yang mereka masukkan ke negara-negara berkembang.
Obligasi baru yang diterbitkan oleh semua negara berkembang di pasar internasional turun lebih dari setengahnya pada 2021 hingga 2022. Penerbitan surat utang negara-negara berpendapatan rendah juga turun lebih dari tiga perempatnya.
"Ketika pembiayaan dari kreditor swasta semakin berkurang, Bank Dunia dan bank pembangunan multilateral lainnya turun tangan untuk membantu menutup kesenjangan tersebut. Kreditor multilateral memberikan US$ 115 miliar pembiayaan baru berbiaya rendah untuk negara-negara berkembang pada 2022, hampir setengahnya berasal dari Bank Dunia," tulis laporan tersebut.
Laporan tersebut mencatat negara-negara yang memenuhi syarat untuk meminjam dari Asosiasi Pembangunan internasional (IDA) telah menghabiskan 10 tahun terakhir untuk menambah utang mereka dengan kecepatan yang melebihi pertumbuhan ekonomi mereka.
Pada 2022, gabungan jumlah utang luar negeri negara-negara yang memenuhi syarat IDA mencapai rekor sebesar US$ 1,1 triliun, lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2012. Dari 2012-2022, negara-negara yang memenuhi syarat IDA meningkatkan utang luar negerinya sebesar 134%, melampaui peningkatan pendapatan nasional bruto (GNI) sebesar 53%.
"Sebuah tanda bahaya bagi prospek mereka di tahun-tahun mendatang," tutup laporan tersebut.
Daftar Negara Pengutang Terbesar di Dunia
Secara umum negara-negara maju mencuat berkat nilai utang yang menggunung dan terus membengkak. Menurut Dana Moneter Internasional, Jepang, Amerika Serikat dan Cina adalah tiga negara dengan jumlah utang terbesar.
Foto: picture-alliance/dpa
Jepang - 10,46 Triliun Dolar AS
Perekonomian negeri sakura yang ikut terjerat resesi global banyak mengalami kemajuan sejak era Perdana Menteri Shinzo Abe. Namun begitu, rasio utang Jepang terhadap produk domestik bruttonya masih yang tertinggi di dunia, yakni sekitar 245,5 %. Kenaikan utang antara lain berkat kebijakan ofensif Abe yang memperbesar belanja pemerintah demi pertumbuhan ekonmi.
Foto: picture-alliance/dpa
Yunani - 447 Miliar Dolar AS
HIngga detik ini Yunani masih menggantungkan nasibnya pada uluran tangan Eropa. Negeri yang babak belur oleh krisis ekonomi itu memiliki rasio utang sebesar 171% dari PDB-nya. Athena saat ini tengah berupaya mengajukan pemotongan utang kepada para krediturnya.
Foto: Reuters/A. Konstantinidis
Italia - 2,25 Triliun Dolar AS
Setelah Yunani, Italia mencatat rasio utang tertinggi kedua di Eropa dengan kisaran 136% terhadap produk domestik brutto. Jurus yang dirapal pemerintah di Roma untuk menanggulangi utang yang menggunung adalah dengan memprivatisasi aset negara, antara lain sebagian saham di perusahaan jasa pos nasional, Poste Italiane.
Foto: picture-alliance/dpa
Portugal - 293 Miliar Dolar AS
Selama bertahun-tahun Portugal memompa kemakmuran lewat utang. Hasilnya tahun 2015 rasio utang negara di selatan Eropa itu meningkat tajam menjadi 128,7% terhadap PDB. Namun begitu pemerintah di Lisabon telah banyak mencatat kemajuan dengan program penghematan anggarannya.
Foto: AFP/Getty Images
Singapura - 310 Milliar Dolar AS
Kecil tapi besar. Itulah perekonomian Singapura yang sayangnya juga termasuk jumlah utangnya. Saat ini Singapura mencatat rasio utang sebesar 105% terhadap PDB. Jika dibagi rata, setiap penduduk negeri jiran itu berutang 57,5 ribu Dolar AS atau sekitar 750 juta Rupiah per kepala.
Foto: AFP/Getty Images
Amerika Serikat - 16,3 Triliun Dolar AS
Rasio utang Amerika Serikat berada di kisaran 105,1% terhadap produk domestik brutto. Dampaknya rating kredit AS diturunkan dari AAA menjadi AA+ 2011 lalu. Sejak krisis melanda 2008 silam, Washington menggelontorkan dana miliaran untuk menopang pertumbuhan, antara lain lewat belanja infrastruktur, keringanan pajak untuk dunia bisnis dan kebijakan intervensi pasar modal
Foto: Getty Images
Cina - 8,2 Triliyun Dolar AS
Kendati berjumlah besar, utang Cina tidak banyak membebani perekonomiannya. Saat ini rasio utang negeri tirai bambu itu cuma berkisar 41,3% dari produk domestik brutto. Yang mengejutkan adalah kenaikan utang domestik Cina yang meroket sejak 2007. Beijing diwanti-wanti agar memperhatikan pertumbuhan utangnya jika tidak ingin mengalami perlambatan pertumbuhan.
Foto: Getty Images/K. Frayer
Indonesia - 293,7 Miliar Dollar AS
Produk Domestik Brutto Indonesia yang menembus angka 1 Triliun USD tahun 2014 silam membuat rasio utang pemerintah mengecil, menjadi cuma 26% dari total PDB. Dalam hal utang, Indonesia tergolong sehat dan termasuk negara dengan rasio utang terkecil di dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
8 foto1 | 8
Kondisi Utang RI
Utang pemerintah Indonesia sendiri sudah tembus Rp 8.041,01 triliun hingga 30 November 2023. Jumlah itu naik Rp 90,49 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 7.950,52 triliun.
Pertambahan utang itu membuat rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) per 30 November 2023 menjadi 38,11%, naik dari bulan sebelumnya yang di level 37,95%. Posisi itu masih di bawah batas aman yang telah ditetapkan yakni 60% PDB sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
"Nilai rasio utang tersebut lebih rendah dibandingkan akhir 2022 dan masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2023 tentang Keuangan Negara. Rasio ini juga masih lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026 di kisaran 40%," tulis Kementerian Keuangan dalam Buku APBN KiTA.
Jumlah itu merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Ekonom menilai peningkatan jumlah utang saat ini perlu diwaspadai karena bebannya semakin tidak berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi.
"(Kondisi utang pemerintah Rp 8.041,01 triliun) tertinggi sepanjang sejarah. Perlu diwaspadai terutama utang luar negeri terhadap beban utang pemerintah dan BUMN makin tidak berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi," kata Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira. (rs)