1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialGlobal

Bantuan $100 Miliar untuk Tangani Perubahan Iklim

10 Maret 2022

Utusan iklim AS John Kerry mengatakan, sudah saatnya negara-negara kaya memenuhi janji untuk menyediakan $100 miliar (Rp1.427 triliun) setiap tahun untuk mengatasi perubahan iklim mulai tahun 2021 hingga 2023.

Aktivis lingkungan berunjuk rasa di Quezon, Filipina
Negara-negara maju memiliki kewajiban internasional untuk menyediakan dana bagi negara-negara berkembang karena mereka bertanggung jawab atas perubahan iklim dan emisi karbonFoto: Aaron Favila/AP/picture-alliance

Seruan utusan khusus Presiden Amerika Serikat (AS) untuk isu iklim John Kerry kepada negara-negara kaya untuk menyediakan $100 miliar (Rp1.427 triliun) setidaknya dua tahun lebih lambat dari target 2020 yang ditetapkan pada KTT iklim PBB di Kopenhagen pada tahun 2009.

Kerry mengatakan dalam pertemuan informal Dewan Keamanan PBB tentang "Pembiayaan Iklim untuk Mempertahankan Perdamaian dan Keamanan” Presiden Joe Biden berkomitmen untuk meningkatkan pendanaan AS ke negara-negara berkembang untuk membantu perubahan iklim.

Pada September 2021, katanya, Biden berjanji untuk meningkatkan pendanaan iklim tahunan AS menjadi lebih dari $11 miliar (Rp157 triliun), empat kali lipat lebih besar dibanding pemerintahan Barack Obama periode 2009-2017.

"Peningkatan itu akan membantu kami menghasilkan $100 miliar,” kata Kerry. "Kami malu mengatakan dana tersebut ada pada tahun 2022. Sangat jelas kami akan memilikinya untuk 2023. Saya masih berpikir kami bisa mendapatkannya untuk 2022."

Kerry mengatakan sebagai bagian dari peningkatan upaya AS pada KTT iklim PBB November 2021 di Glasgow, Biden mengumumkan "rencana darurat untuk adaptasi dan ketahanan.” Ini akan membantu lebih dari 500 juta orang di negara berkembang untuk mengatasi dampak krisis iklim pada tahun 2030, katanya.

Dia mengatakan pemerintah bekerja dengan Kongres AS untuk menghasilkan $3 miliar per tahun untuk program tersebut dan meningkatkan upaya adaptasi untuk 2024. "Ini adalah jenis komitmen terbesar yang pernah dibuat Amerika Serikat dalam sejarah kita,” katanya.

Namun, Kerry mengatakan mendanai transisi ekonomi yang harus dilakukan semua negara untuk mengatasi perubahan iklim, "tidak hanya membutuhkan $100 miliar, tetapi triliunan dolar.”

"Tidak ada satu pemerintah, tidak ada kelompok pemerintah, yang dapat memenuhi defisit $2,5 triliun hingga $4,6 triliun yang kita hadapi untuk memengaruhi transisi ini,” katanya.

Satu-satunya cara untuk memobilisasi dana triliunan adalah dengan bekerja sama dengan sektor swasta. "Sektor swasta akan sangat penting bagi kesuksesan kami karena ada triliunan dolar untuk diinvestasikan secara sah dalam transisi ini,” kata Kerry.

Tanggung jawab moral negara-negara kaya

Amerika Serikat adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua, setelah Cina. Sementara India menempati peringkat ketiga.

Wakil Duta Besar Cina untuk PBB, Dai Bing, mengatakan negara-negara maju memiliki "tanggung jawab moral” dan kewajiban internasional wajib termasuk di bawah perjanjian iklim Paris 2015 untuk menyediakan dana bagi negara-negara berkembang karena mereka terutama bertanggung jawab atas perubahan iklim dan emisi karbon.

Bing mengatakan hasil studi lembaga menunjukkan bahwa tidak hanya jumlah total pembiayaan tahunan dari negara-negara maju yang tidak mencapai $100 miliar, "tetapi ada juga masalah dalam meningkatkan angka untuk memasukkan investasi hijau sektor swasta dan investasi terkait perubahan iklim di sektor swasta.”

Wakil Duta Besar India Ravindra Raguttahalli mengatakan negara-negara maju tidak hanya gagal menyediakan akses ke pendanaan iklim, tetapi juga gagal menjanjikan mitigasi dan menyediakan teknologi untuk mengatasi perubahan iklim.

Dia mengutip laporan iklim PBB yang dirilis pada pekan lalu yang mengatakan "pendanaan iklim untuk adaptasi tidak mencukupi dan menghambat implementasi adaptasi, dan bahwa pendanaan iklim yang dilacak secara global ditargetkan pada mitigasi dan hanya sebagian kecil menuju adaptasi.”

"Akses ke pendanaan dan teknologi sangat penting untuk bergerak maju dalam aksi iklim,” kata Raguttahalli. "Negara-negara maju harus menyediakan pendanaan iklim sebesar $1 triliun paling cepat,” dan ini harus baru, tambahan dan spesifik iklim, tidak hanya dialihkan dari bantuan pembangunan pemerintah yang ada ke pendanaan iklim.

Harapan tergantung pada KTT Iklim PBB akhir 2022

Sultan Al Jaber, utusan khusus Uni Emirat Arab untuk perubahan iklim dan Menteri Industri dan Teknologi Maju, mengatakan bahwa "pembiayaan iklim adalah salah satu alat paling penting untuk mengelola risiko iklim," tetapi janji $100 miliar masih belum tercapai. 

Al Jaber, yang memimpin pertemuan karena UEA memegang kursi kepresidenan dewan pada Maret ini, mengatakan bahwa banyak negara, termasuk yang terkena dampak kenaikan permukaan laut, telah menekankan bahwa $100 miliar tidak cukup.

Dia menyatakan harapan bahwa KTT iklim PBB di Mesir pada November 2022 dan pertemuan berikutnya di UEA pada tahun 2023 akan meningkatkan ambisi dan mencapai "solusi nyata” untuk membatasi pemanasan global.

bh/ha (AP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait