1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bantuan bagi bencana Asia

29 Desember 2004

Bencana dahsyat akibat gempa bumi hebat dan gelombang pasang tsunami, yang melanda kawasan Asia tetap menjadi sorotan harian-harian internasional dan Indonesia.

Bantuan internasional mulai mengalir ke kawasan bencana
Bantuan internasional mulai mengalir ke kawasan bencanaFoto: dpa

Sari Pers dari DW, kami awali dengan mengutip harian yang terbit di Indonesia. Sebagian besar harian di Indonesia, memuji solidaritas pengumpulan bantuan bagi korban bencana. Namun juga memperingatkan, agar penyaluran bantuan diawasi supaya sampai kepada yang berhak. Harian Kompas dalam tajuknya yang berjudul "Tsunami mengetuk dan menghangatkan hati bangsa" menulis :

Seluruh warga bangsa terlihat larut dalam kepedihan seperti terlihat dalam pengibaran bendera setengah tiang, dan pengumpulan bantuan. Seiring dengan itu terdengar suara orang bergumam, bagaimana peran dan tanggung jawab para politikus dan partai-partai kita dalam meringankan derita yang sedang dialami warga bangsa ini. Dalam situasi tertekan dan penuh kepedihan, warga masyarakat perlu disapa dan disentuh. Dengan demikian, warga masyarakat tidak diperhatikan hanya ketika suara dukungannya dibutuhkan pada pemilihan umum. Bukan besarnya kontribusi menjadi ukuran, tetapi keikhlasan dan ketulusan. Bukan saja kepekaan hati kita yang diuji, sekaligus juga kemauan dan kemampuan kita menyalurkan semua itu cepat waktu, tepat waktu dan utuh sampai ke tangan para korban. Kita merasa malu ketika dalam kesibukan menghadapi bencana, penderitaan, dan maut sesama warga di Aceh dan tatkala sumbangan mulai mengalir, dilontarkan peringatan: jangan sampai bantuan setia kawan, persaudaraan, dan perikemanusiaan itu bocor atau dibocorkan. Malu, tertunduk dan tahu diri kita mendengar peringatan itu. Benarkah kita sudah merosot sejauh itu?

Harian Media Indonesia dalam editorialnya yang berjudul "solidaritas dan akuntabilitas" menulis hal senada :

Kita bersyukur menyikapi begitu besar simpati dan perhatian publik atas bencana kemanusiaan di Aceh dan Sumatra Utara. Tetapi, agar amal kebajikan itu sampai kepada yang berhak, kita butuh penyaluran-penyaluran yang bisa dipercaya. Sebab dari berbagai pengalaman selalu ada pihak yang mencari keuntungan dalam kepedihan. Kita tidak berburuk sangka hal serupa terjadi di Aceh, tetapi sebelum itu terjadi, sebaiknya perlu antisipati. Kita perlu transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran dana-dana kemanusiaan itu. Kita perlu auditor independen untuk mengaudit setiap pemakaian dana yang diniatkan mulia itu. Tanpa transparansi dan akuntabilitas publik, kita sulit memercayai aksi solidaritas kemanusiaan untuk Aceh berjalan lancar.

Harian konservatif Inggris The Times yang terbit di London, mengomentari bencana tsunami di Asia sbb :

Setiap lewatnya menit, besaran dari bencana itu semakin jelas. Umat manusia memang tidak mampu mencegah tragedi tsb. Akan tetapi, bukannya tidak mampu bereaksi menanggapinya. Merupakan sebuah tugas besar dan sulit, mengenali dan memenuhi kebutuhan para korban bencana. Akan tetapi, tugas besar itu dapat dilaksanakan, jika dikoordinasikan dengan tepat. Pertanyaannya, siapa yang harus mengambil alih koordinasi tsb, kini semakin mendesak. Di posisi pertama tentu saja PBB. Tidak ada lembaga lain yang memiliki kewajiban global atau kemampuan teknis seperti PBB. Pimpinan politik dunia, sejauh ini hanya setengah hati memikirkan program aksi yang tepat, karena kebanyakan masih dalam situasi liburan. Kini liburan itu berakhir secara tiba-tiba.

Harian Spanyol La Vanguardia yang terbit di Barcelona, juga menulis peranan PBB dalam operasi bantuan korban bencana tsb.

Para penanggung jawab di PBB memperingatkan ancaman bahaya, menimbang besarnya kawasan dan penduduk yang dilanda bencana, mereka tidak akan mampu menangani tantangannya. Belum pernah sebelumnya PBB menghadapi tugas seberat itu. Namun ditekankan, yang paling penting, dalam prosesnya PBB betul-betul mengambil alih komando bagi aksi bantuan internasional tsb. Sekarang, organisasi dunia itu punya peluang besar, untuk membuktikan efektivitasnya.

Sementara harian Belgia De Morgen yang terbit di Brussel, mengomentari perilaku media massa Eropa dalam pemberitaannya menyangkut bencana gempa bumi dan tsunami di Asia, yang disebutnya jurnalistik kampung. Harian ini menulis :

Berita mengenai ratusan warganya yang tewas atau hilang, atau juga kisah keluarga yang menanti dengan penuh kecemasan, memenuhi halaman utama koran Eropa. Akan tetapi, dalam besaran bencana, sebetulnya berita itu hanya merupakan berita sampingan. Semakin terlihat, media-media di Eropa semakin menerapkan aturan jurnalistiik yang egosentris. Memang trend jurnalistik kampung semacam itu tidak baru. Akan tetapi, ketidak seimbangan pemberitaan, antara "kita Eropa dan sisa dunia", semakin besar dan nampak jelas, melalui bencana dahsyat di Asia tsb.