Lima Hari Menjabat, Presiden Peru Mengundurkan Diri
16 November 2020
Presiden Peru Manuel Merino mengundurkan diri pada hari Minggu (15/11) setelah lima hari menjabat, menyusul desakan anggota parlemen serta dua kasus kematian demonstran penentang Merino dan pemecatan presiden sebelumnya.
Iklan
Banyak warga Peru turun ke jalan untuk merayakan pengunduran diri Presiden Manuel Merino. Mereka mengibarkan bendera dan bernyanyi di saat negeri itu menghadapi ketidakpastian dan kekacauan dalam menemukan pengganti Merino.
Kongres diperkirakan akan mengadakan pemungutan suara kedua. Pemungutan suara pertama gagal mengumpulkan dukungan mayoritas untuk anggota parlemen sayap kiri dan pembela hak asasi manusia, Rocio Silva-Santisteban sebagai presiden sementara.
Keheningan mencekam di ibu kota Lima, saat rakyat Peru menunggu keputusan tentang siapa yang akan menjadi presiden berikutnya.
“Merino sudah mengundurkan diri karena "tangannya berlumuran darah" anak-anak kita,” kata Clarisa Gomez, seoran warga yang ikut merayakan jatuhnya presiden sementara. Ia menambahkan, anggota parlemen yang memberi Merino kekuasaan, juga harus membayar segala kekacauan yang ditimbulkan.
Kongres yang didominasi oposisi Senin pekan lalu (09/11) memilih untuk mencopot pendahulu Merino, Martin Vizcarra sebagai presiden atas tuduhan suap. Anggota parlemen kemudian bertemu pada Minggu sore (10/11) untuk menentukan presiden berikutnya, atau, setidaknya, bagaimana seseorang dapat dipilih.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Merino meminta kabinetnya untuk tetap membantu dalam transisi kekuasaan. Dia menyebut pengunduran dirinya "tidak bisa dibatalkan" dan mendesak perdamaian dan persatuan.
Presiden Kongres Luis Valdez mengatakan beberapa menit sebelum pengumuman pengunduran diri Merino, semua partai politik telah setuju Merino harus mundur. Jika dia menolak, kata Valdez, anggota parlemen akan meluncurkan proses impeachment atau pemakzulan.
2019: Aksi Demonstrasi di Seluruh Dunia
Jutaan orang turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi karena diskriminasi etnis, korupsi, kurangnya demokrasi, hingga perubahan iklim. Dari Cina ke Chili, Sudan ke Prancis, orang-orang menuntut perubahan.
Foto: Reuters/T. Siu
Stabilitas Hong Kong terguncang
Aksi protes terjadi di seluruh Hong Kong pada bulan Juni akibat Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang diajukan pemerintah daerah Hong Kong kepada Cina. Meskipun RUU itu ditarik pada bulan September, unjuk rasa terus berlangsung dan menuntut demokrasi penuh dan penyelidikan terhadap aksi kekerasan yang dilakukan polisi.
Foto: Reuters/T. Peter
Lebih satu juta orang turun ke jalan
Besarnya gerakan protes warga telah menempatkan para pemimpin Hong Kong dan Beijing dalam krisis politik, di tengah tuduhan bahwa Cina merusak status khusus wilayah itu di bawah perjanjian "satu negara, dua sistem". Terkadang, lebih dari satu juta orang turun ke jalan. Di tengah gejolak, pemilu Hong Kong berlangsung. Kubu pro-demokrasi memperoleh kemenangan besar untuk pertama kalinya.
Foto: Reuters/T. Siu
Greta berang, dunia mendengarkan
Beberapa bulan setelah Greta Thunberg melakukan protes seorang diri di depan parlemen Swedia, sejumlah aksi juga terjadi di seluruh dunia, diikuti hingga jutaan orang. Demonstrasi meluas dan dikenal dengan nama Fridays for Future (Jumat untuk Masa Depan), menyebabkan 4.500 aksi mogok di lebih dari 150 negara. Pendekatan langsung Thunberg memaksa pemerintah untuk mengumumkan krisis iklim.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Kappeler
Menentang diskriminasi agama di India
Parlemen India meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang menawarkan amnesti kepada imigran gelap non-Muslim dari tiga negara yakni Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan. Langkah ini memicu protes nasional karena adanya diskriminasi berdasarkan agama di dalam RUU tersebut. PM India Narendra Modi bersikeras RUU itu menawarkan perlindungan bagi orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan.
Foto: Reuters/D. Sissiqui
Warga Irak merasa "hidup lebih buruk" setelah era Saddam Hussein
Pada Oktober, rakyat Irak turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran, dan pengaruh Iran terhadap pemerintahan negara itu. Demonstrasi berlangsung memburuk, mengakibatkan 460 orang tewas dan 25.000 lainnya terluka. PM Irak Adil Abdul-Mahdi mengundurkan diri, yang kemudian kembali memicu kemarahan lebih lanjut.
Foto: Reuters/A. Jadallah
Tinju solidaritas di Beirut
Pengunjuk rasa di berbagai penjuru Lebanon mengecam pemerintah yang dianggap gagal mengatasi krisis ekonomi. Meskipun PM Lebanon, Saad Hariri mengundurkan diri, para pemimpin protes menolak untuk bertemu dengan pengganti sementaranya dan menuntut pencabutan rencana kenaikan pajak bensin, tembakau, dan panggilan telepon Whatsapp.
Foto: Reuters/A. M. Casares
Protes kenaikan BBM Iran meluas di 21 kota
Pada bulan November, kerusuhan di Iran dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 50 persen. Lebih dari 200 ribu orang turun ke jalan hingga aksi demonstrasi ini meluas di 21 kota. Departemen Luar Negeri AS mengatakan lebih dari seribu orang terbunuh, menjadikan tragedi ini periode paling berdarah di Iran sejak Revolusi Islam 1979.
Foto: Getty Images/AFP
Revolusi Sudan
Pengunjuk rasa di Sudan meminta pemerintahan darurat yang dipimpin militer untuk segera melakukan pembongkaran dan pengadilan penuh terhadap kroni-kroni rezim presiden yang baru saja dimakzulkan, Omar Al Bashir. Konflik berdarah ini menewaskan sedikitnya 113 orang. Pada Agustus lalu, perwakilan rakyat dan pihak militer menandatangani deklarasi konstitusi untuk membentuk pemerintahan transisi.
Foto: picture-alliance/dpa/AP
Amerika Latin mengutuk kebijakan penghematan pemerintah
Ribuan orang protes di pusat ibu kota Chili, Santiago dan sejumlah kota besar lainnya. Mereka menuntut perbaikan sistem kesehatan, pensiun dan pendidikan. Tidak hanya Chili, beberapa negara Amerika Latin terjadi protes serupa pada tahun 2019, termasuk Bolivia, Honduras dan Venezuela, di mana upaya untuk menyingkirkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro memuncak pada bulan Mei.
Foto: Reuters/I. Alvarado
Prancis goyah
Akhir 2018, massa gerakan rompi kuning melakukan aksi unjuk rasa. Mereka berasal dari daerah pedesaan yang mengeluhkan wacana kenaikan pajak bahan bakar. Sejak itu gerakan rompi kuning telah meluas ke semua kelompok. Pada bulan Desember, serikat pekerja Prancis melakukan aksi mogok di jalan, menentang reformasi sistem pensiun.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Pertarungan kemerdekaan Catalonia
Setelah sembilan pemimpin separatis Catalonia dipenjara oleh Mahkamah Agung Spanyol, gelombang kemarahan baru meletus hingga melumpuhkan kota Barcelona. Lebih dari setengah juta orang terlibat dalam demonstrasi ini. Aksi mogok dan kerusuhan di berbagai daerah melumpuhkan arus transportasi publik hingga memaksa penundaan pertandingan sepakbola Barcelona vs Real Madrid. (Teks: Leah Carter/ha/hp)
Foto: REUTERS/J. Nazca
11 foto1 | 11
Aksi protes terbesar
Ribuan warga Peru telah melakukan serangkaian aksi protes terbesar dalam beberapa dekade terakhir, yang kebanyakan di antaranya berlangsung damai. Namun juga terjadi bentrokan kekerasan antara pengunjuk rasa dan aparakt keamanan setekah Vizcarra disingkirkan.
Iklan
Dua orang pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan, kata ombudsman publik, sementara program medis negara EsSalud membenarkan dalam sebuah pernyataan, bahwa dua pria telah tewas karena luka tembak.
Koordinator Nasional Hak Asasi Manusia Peru mengatakan 112 orang terluka, beberapa karena menghirup gas air mata dan 41 orang hilang. Sedikitnya sembilan orang mengalami luka tembak, kata pejabat kesehatan.
Vizcarra, yang penggulingannya memicu krisis, memperingatkan rakyat Peru untuk tidak membiarkan anggota parlemen sekali lagi menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin Peru berikutnya.
“Haruskah mereka yang mengambil langkah-langkah inkonstitusional ini menjadi orang-orang yang memberi kita solusi?” dia bertanya kepada wartawan di luar rumahnya setelah pengunduran diri Merino pada hari Minggu (15/11).
Sebaliknya, Vizcarra ingin Mahkamah Konstitusi Peru segera mempertimbangkan apakah pemakzulannya sendiri sah. Segera setelah itu, pengadilan mengatakan akan mempercepat sidang dengar pendapat yang sedianya digelar Rabu (18/11) menjadi hari Senin (16/11) untuk mempercepat argumen dalam kasus tersebut.
"Saya di sini untuk berkolaborasi," kata Vizcarra, seorang sentris yang tidak berafiliasi secara politik yang populer di kalangan warga Peru dan belum dinyatakan bersalah atas tuduhan korupsi yang menyebabkan ia dimakzulkan.
Petasan dan gas air mata
Pada hari Sabtu (15/11), ratusan pengunjuk rasa mengibarkan bendera Peru berukuran besar dan menyanyikan lagu kebangsaan di Plaza San Martín, di pusat kota Lima.
Namun tidak lama berselang, aksi unjuk rasa itu memicu respons keras polisi. Ombudsman Peru memperingatkan di Twitter bahwa pasukan keamanan telah mulai "menyalahgunakan kekuatan dan menembakkan gas air mata tanpa alasan" terhadap mereka yang berkumpul di pusat kota. Badan tersebut juga telah menuntut penyelidikan.
“Pawai itu bukan untuk mendukung Vizcarra kembali ke jabatannya, melainkan untuk melawan Merino,” kata César Anchante, seorang pengunjuk rasa lulusan universitas di Lima. "Kami bosan dengan korupsi, dari politisi yang memecah belah dan memaksakan kepentingan pribadi mereka."
Pada hari yang sama, perdana menteri yang ditunjuk Merino, Flores-Araoz mengatakan kepada wartawan, pencopotan Vizcarra adalah legal, sementara mempertahankannya adalah tindakan "perubahan konstitusional."
Merino juga mendesak masyarakat agar tenang dan berjanji mengadakan pemilihan presiden yang sudah ditetapkan pada 11 April.