Basis Data Global Bahan Bakar Fosil Diluncurkan, Apa Isinya?
19 September 2022
Basis data global bahan bakar fosil menjadi database publik skala besar pertama yang melacak bahan bakar apa yang belum dipakai. Peluncurannya bertepatan dengan diskusi iklim global yang akan berlangsung di New York, AS.
Iklan
Basis data pertama di dunia untuk melacak produksi bahan bakar fosil global, cadangan minyak dan gas, dan emisi diluncurkan pada hari Senin (19/09), menurut Carbon Tracker dan Global Energy Monitor.
Registry (sebuah basis data) global bahan bakar fosil dibuat menggunakan data lebih dari 50.000 lahan di 89 negara, yang mencakup sekitar 75% cadangan, produksi, dan emisi global. Peluncurannya bertepatan dengan pembicaraan iklim yang berlangsung di Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat.
Meskipun ada data pribadi yang tersedia untuk dibeli, basis data ini tersedia untuk penggunaan umum, menjadikannya database pertama dalam skala besar. Ini berbeda dari data publik yang dikelola oleh Badan Energi Internasional (IEA), yang mencatat permintaan bahan bakar fosil dan melacak sumber daya yang belum dibakar.
"Dengan registry, akan jauh lebih mudah untuk memasukkan perkiraan emisi masa depan ke dalam analisis," kata Eric Christian Pedersen, Kepala Tanggung Jawab Investasi di Nordea Asset Management yang berbasis di Denmark.
Deretan Aktivis Muda yang Mengurusi Isu Global
Greta Thunberg hingga Malala Yousafzai, kini barisan anak muda mulai lantang berbicara melawan perubahan iklim, perbudakan anak, hingga perang nuklir. Tidak peduli bagaimana respons orang dewasa yang berkuasa.
Foto: Ercin Top/AA/picture alliance
Greta Thunberg
Wajahnya paling dikenal sebagai aktivis lingkungan zaman sekarang. Aksi demo Jumat tunggal yang dilakukannya di depan gedung parlemen Swedia tahun 2018 silam melahirkan gerakan global yang membuat pelajar lain bolos sekolah setiap Jumat untuk berdemo agar pemerintah mengambil tindakan tegas soal isu lingkungan.
Foto: Hanna Franzén/TT News/picture alliance
Severn Cullis-Suzuki
Mendesak pimpinan dunia untuk berubah saat Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992, Severn Cullis-Suzuki, perempuan Kanada yang saat itu berusia 12 tahun dikenal sebagai “anak perempuan yang membungkam dunia selama lima menit.” Anak dari aktivis lingkungan Kanada, David Suzuki, ini juga mendirikan Organisasi Lingkungan Anak (ECO) saat berusia 9 tahun.
Foto: Kyodo News/IMAGO
Xiuhtezcatl Roske-Martines
Xiuhtecatl (dibaca Shoe-Tez-Caht) Roske Martines merupakan aktivis lingkungan dan Direktur dari organisasi Earth Guardians asal Amerika Serikat. Saat berusia 15 tahun, dia telah menceramahi PBB sebanyak tiga kali soal isu perubahan lingkungan. Sebagai musisi, dia juga menciptakan lagu berjudul “Speak for the Trees” yang dipilih jadi lagu tema Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun 2015.
Foto: Lev Radin/Pacific Press/picture alliance
Melati dan Isabel Wijsen
Melati dan Isabel Wijsen mendirikan “Bye Bye Plastic Bags” di Bali, Indonesia, tahun 2013, setelah terinspirasi di sekolah aktivis terkenal. Saat berusia 10 dan 12 tahun, mereka berinisiatif untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai di pantai, sekolah, dan masyarakat, agar Bali bebas dari plastik di tahun 2022. Foto saat mereka memenangkan German Bambi Award 2017.
Foto: Britta Pedersen/dpa/picture alliance
Malala Yousafzai
Saat berusia 17 tahun, Malala jadi penerima hadiah Nobel perdamaian termuda atas dedikasinya di bidang kemanusiaan. Dia jadi berita utama dunia setelah ditembak oleh Taliban di Pakistan saat berangkat sekolah karena mendesak pendidikan untuk perempuan. Dia membagikan bukunya “I am Malala” kepada pengungsi perempuan Suriah pada pembukaan sekolah khusus perempuan di Lebanon.
Foto: WAEL HAMZEH/EPA/dpa/picture alliance
Iqbal Masih
Remaja Pakistan ini jadi buruh di pabrik karpet di usia 5 tahun. Dibebaskan di usia 10 tahun, kemudian dia membantu anak lain melarikan diri, dan menjadi simbol perjuangan melawan perbudakan anak. Dibunuh saat berusia 12 tahun. Ibu dan kakaknya menuntut pembunuhnya ditangkap. Tahun 2009, Kongres AS memberikan penghargaan tahunan kepadanya sebagai aktivis yang berjuang mengakhiri perbudakan anak.
Foto: STR/AFP/Getty Images
Zambian Thandiwe Chama
Zambian Thandiew Chama berusia 8 tahun saat sekolahnya terpaksa tutup, karena para pengajarnya meninggal akibat HIV/AIDS. Dia mengumpulkan 60 anak berdemo di depan sekolah lain, menuntut hak atas pendidikan dan meminta diterima di sekolah itu. Semuanya diterima. Dia mengajari anak lain soal HIV/AIDS lewat buku bertema anak “The Chicken with AIDS,” yang bercerita soal ayam yang menginfeksi bebek.
Foto: picture-alliance/ dpa
Nkosi Johnson
Pengidap HIV sejak lahir, Nkosi Johnson ditolak di sekolah negeri di Johannesburg, Afrika Selatan, tahun 1997. Dia bagikan hal itu saat jadi pembicara utama di konferensi AIDS internasional tahun 2000 saat berusia 11 tahun. Dengan ibu angkatnya, dia mendirikan penampungan bagi ibu dan anak yang positif HIV. Meninggal tahun 2001, dia dianugerahi International Children’s Peace Prize di tahun 2005.
Foto: picture alliance / AP Photo
Bana el Abed
“Saya membutuhkan kedamaian,” cuitan pertama Bana el Abed pada 24 September 2016. Saat berusia 7 tahun, Bana mendokumentasikan hidupnya di Suriah yang dilanda perang, yang menarik perhatian adalah soal kekejaman yang terjadi. Bana mendesak pemimpin dunia untuk memastikan perdamaian di Suriah sejak saat itu. Akun Twitternya kini memiliki 278.000 pengikut dan dikelola dibantu ibunya. (mh/as)
Foto: Ercin Top/AA/picture alliance
9 foto1 | 9
Harapan untuk lebih banyak akuntabilitas iklim
Registry ini dikembangkan bersama oleh Carbon Tracker, sebuah lembaga think tank nirlaba yang meneliti efek transisi energi di pasar keuangan, bersama Global Energy Monitor, yang melacak berbagai proyek energi global.
Organisasi-organisasi ini berharap registry akan memberdayakan kelompok-kelompok lainnya untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah dalam berbagai skenario, misalnya, ketika mengeluarkan izin untuk ekstraksi bahan bakar fosil.
"Kelompok masyarakat sipil harus lebih fokus pada apa yang pemerintah rencanakan dalam hal penerbitan izin, baik untuk batu bara, minyak dan gas, dan benar-benar mulai menantang proses perizinan ini,” kata Mark Campanale, pendiri Carbon Pelacak.
Basis data tersebut dirilis saat dua sesi pembicaraan iklim berlangsung di tingkat internasional, dimulai dengan Majelis Umum PBB dan diikuti oleh COP27 di Sharm El Sheikh, Mesir, pada November mendatang.
Karena dunia sangat membutuhkan pengurangan karbon, data penting dapat mempersenjatai kelompok lingkungan dan iklim untuk menekan para pemimpin nasional agar menyetujui kebijakan yang lebih kuat yang dapat menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah.