Bayer Akan Bayar Rp 142 T Selesaikan Gugatan Atas Roundup
25 Juni 2020
Penggugat AS masih mengejar raksasa farmasi Jerman, Bayer, atas klaim obat pembasmi gulma berbasis glifosat yang dituduh menyebabkan kanker. Penyelesaian hukum telah berlangsung lebih dari satu tahun.
Iklan
Raksasa kimia dan farmasi Jerman, Bayer, mengumumkan pada Rabu (24/06), bahwa pihaknya berencana untuk membayar lebih dari US$ 10 miliar atau sekitar Rp 142 triliun untuk menyelesaikan sekitar 95.000 tuntutan hukum di AS terkait produk pembasmi gulma miliknya, Roundup.
Pembasmi gulma yang mengandung bahan aktif glifosat, dianggap kontroversial karena dituduh dapat menyebabkan kanker.
"Penyelesaian Roundup adalah tindakan yang tepat pada waktu yang tepat bagi Bayer untuk mengakhiri periode ketidakpastian yang panjang ini," kata CEO Bayer, Werner Baumann.
"Bayer dengan bijak memutuskan untuk menyelesaikan litigasi daripada ‘mempertaruhkan hal yang tak pasti’ di pengadilan Amerika," kata Feinberg.
Terkena masalah sejak akuisisi Monsanto
Pada 2018, Bayer mengakuisisi perusahaan Monsanto - pembuat produk Roundup - senilai US$ 63 miliar atau sekitar Rp 897 triliun. Bayer telah berulang kali memberikan pembelaan terhadap produk pembasmi gulmanya, dengan merujuk pada studi yang menunjukkan bahwa pemakaian glifosat adalah aman.
Bayer mengatakan akan terus menjual Roundup dan tidak berencana untuk menambahkan label peringatan kanker ke produknya.
Meskipun demikian, pemerintah Jerman tahun lalu menyetujui larangan penggunaan glifosat mulai tahun 2023.
Bayer terkena masalah tuntutan hukum terkait Roundup, sejak mengakuisisi anak perusahaannya yang berkedudukan di AS, Monsanto. Kasus ini berdampak negatif terhadap saham Bayer dan menyebabkan valuasi perusahaan menurun.
Bayer berharap penyelesaian atas gugatan perwakilan kelompok (class action) senilai US$ 10 miliar atau sekitar Rp 142 triliun, dapat mencakup sekitar 75% dari gugatan di proses pengadilan saat ini, yang terdiri dari sekitar 125.000 klaim yang diajukan dan belum diselesaikan.
Mediator penyelesaian tuntutan hukum ini, Ken Feinberg mengatakan bahwa sekitar 25.000 klaim masih tidak pasti. Tetapi dia berharap tidak akan ada lagi gugatan pengadilan terhadap Bayer dalam beberapa bulan mendatang.
Harga saham kembali menguat
Gelombang tuntutan hukum yang melanda Bayer, menempatkan perusahaan raksasa itu di bawah tekanan yang kuat. Menjelang pengumuman penyelesaian, pada Rabu (24/06), saham perusahaan turun 3,6%.
Tetapi, dengan munculnya berita bahwa penyelesaian atas gugatan itu telah tercapai, harga saham Bayer kembali menguat.
CEO Bayer, Werner Baumann mengisyaratkan kemungkinan bahwa biaya penyelesaian itu dapat membuat perusahaan kembali mendapatkan kredibilitasnya.
"Ini masuk akal secara finansial jika dilihat dari risiko keuangan yang signifikan terhadap litigasi multi-tahun yang berkelanjutan dan dampak terkaitnya terhadap reputasi dan bisnis kami," kata Baumann.
Bayer mengatakan akan mulai melakukan pembayaran biaya penyelesaian tahun ini. Dana itu akan didapatkan melalui campuran likuiditas yang ada, pendapatan masa depan, hasil penjualan bisnis kesehatan hewan dan penerbitan obligasi tambahan.
Didirikan di Wuppertal di Jerman bagian barat pada tahun 1863, Bayer kini adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di dunia.
pkp/rap (AP, Reuters, AFP)
Inilah Daftar Dosa Perusahaan Ternama
Berbagai kasus kejahatan bisnis pernah melibatkan perusahaan-perusahaan besar multinasional. Berikut beberapa di antaranya
Foto: picture-alliance/AP Photo
Volkswagen AG
Sebagaimana semua perusahaan lain, Volkswagen dipaksa memproduksi perlengkapan tempur selama Perang Dunia II. Namun VW diliput ambisi dan aktif terlibat membantu pemerintahan NAZI, antara lain dengan membangun kamp konsentrasi di Wolfsburg dan ikut mengembangkan senjata pemusnah massal V2. 1998 silam VW mengaku mempekerjakan 15.000 tahanan kamp konsentrasi selama Perang Dunia II
Foto: Reuters/K. Pfaffenbach
IBM
Pada tahun 1933, tidak lama setelah Adolf Hitler berkuasa, pemerintahan NAZI selenggarakan sensus penduduk. Program itu penting buat memilah kaum minoritas seperti Yahudi dari penduduk asli Jerman. IBM via cabangnya di Jerman, Dehomag, kembangkan kartu berlubang alias Punch Card sebagai medium penyimpanan informasi. Teknologi tersebut kemudian digunakan NAZI buat memantau kamp konsentrasi.
Foto: picture alliance/dpa
Chiquita
Ketika masih bernama United Fruit Company, perusahaan Amerika ini tahun 1954 melobi Presiden Dwight D. Eisenhower untuk mengkudeta pemerintahan terpilih Guatemala di bawah Jacobo Arbenz Guzmán. Pasalnya program reformasi agraria Arbnez mengancam monopoli United Fruit Company di kawasan tersebut. Arbnez diturunkan paksa dan Guatemala tenggelam dalam perang saudara selama 40 tahun.
Foto: picture-alliance/dpa
Bayer
Antara dekade 1970-an hingga 1985 Amerika Serikat digoyang skandal farmasi. Saat itu protein Factor VIII yang dijual kepada pasien Hemofilia, antara lain oleh Bayer AG, terkontaminasi virus HIV. Sebanyak 10.000 pasien menjadi korban. Celakanya kendati terbukti berbahaya, Bayer, melalui anak perusahaannya di AS, masih menjual Favtor VIII ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Foto: picture-alliance/dpa
Starbucks Coffee
Tahun 2006 Starbucks blokir upaya pemerintah Ethiopia daftarkan merek dagang untuk berbagai jenis kopinya demi perbaiki nasib petani lokal. Langkah tersebut ditaksir akan membawa keuntungan sebesar 47 juta US Dollar buat Ethiopia setiap tahunnya. Starbucks cuma membayar petani Ethiopia 2 US Dollar untuk setiap kilogram biji kopi yang dijual lagi seharga 24 US Dollar.
Foto: picture alliance / Sven Simon
Coca Cola
Tahun 2014 silam otoritas di negara bagian Uttar Pradesh, India, perintahkan penutupan pabrik botol milik Coca Cola. Raksasa minuman ringan itu dituding sedot air tanah dalam jumlah besar dan sebabkan kelangkaan air. Kasus di Uttar Pradesh bukan satu-satunya. Dalam dua dekade terakhir, keluhan serupa terkait eksploitasi air oleh Coca Cola muncul di berbagai negara.
Foto: Coca-Cola
Monsanto
Monsanto tidak cuma gemar menuntut petani yang beralih ke produk lain, raksasa agrikultur AS itu juga menjual bibit hasil rekayasa genetika yang cuma bisa tumbuh dengan produk herbisida buatan sendiri. Tahun 2002 silam Monsanto divonis karena membuang limbah PCB ke sebuah sungai di Alabama. Perusahaan ini juga memproduksi Agent Orange, senjata kimia yang dipakai AS selama perang Vietnam
Foto: AP
Halliburton
Halliburton banyak dibenci aktivis lingkungan karena sediakan teknologi untuk industri fracking. Namun dosa terbesar raksasa minyak dan gas AS ini adalah keterlibatannya selama perang Irak. Halliburton antara lain ditugaskan suplai minyak selama kilang minyak di Irak berhenti berproduksi. Perusahaan itu mengimpor dari Kuwait dan menjualnya seharga tiga kali lipat kepada penduduk Irak
Foto: AP
Rio Tinto
Raksasa tambang Australia, Rio Tinto, punya sederet catatan pelanggaran HAM. Pada dekade 1970-an, perusahaan ini jalankan tambang uranium ilegal di Namibia dan gunakan keuntungannya untuk dukung pemerintahan Apartheid di Afrika Selatan. Sebagai gantinya Rio Tinto mendapat izin tambang di berbagai wilayah. Selain itu Rio Tinto juga membiayai kelompok bersenjata di Afrika