Dibius dan disimpan dengan rapi dalam keranjang rotan, begitulah posisi bayi orangutan saat ditemukan petugas bandara Denpasar, Bali. Seorang turis Rusia hendak selundupkan anak primata itu sebagai binatang peliharaan.
Iklan
Andrei Zhestkov, turis berusia 27 tahun itu langsung ditahan petugas bandara Denpasar Jumat lalu (22/03) saat tertangkap hendak menyelundupkan orangutan meninggalkan Bali. Bayi orangutan yang diselamatkan itu tertidur lemas akibat mendapat obat bius.
"(Zhestkov) tampak sangat siap, seolah dia hendak membawa seorang bayi," ungkap I Ketut Catur Marbawa, petugas bandara seperti dikutip dari AFP.
Kepada petugas, Zhestkov mengaku membius bayi orangutan berusia dua tahun tersebut dengan obat yang dicampur dengan susu, supaya primata itu kehilangan kesadarannya hingga tiga jam.
Tak hanya orangutan, petugas juga menemukan obat penenang yang dibungkus dalam plastik serta tujuh reptil di dalam koper milik Zhestkov. Seluruh binatang itu ditemukan dalam keadaan hidup.
Dibeli mahal
Zhetstkov telah mengeluarkan uang sebesar 3.000 dolar AS atau setara dengan 42 juta Rupiah untuk mendapatkan orangutan itu dari pasar yang disebutnya terletak di pulau Jawa. Dia tergoda untuk membelinya karena menurut turis Rusia itu ada seorang teman yang meyakinkannya bahwa ia bisa membawa orangutan tersebut sebagai hewan peliharaan.
Meski mengaku hanya sebagai hewan peliharaan, Zhetstkov akan tetap dihukum karena polisi juga sedang menginvestigasi apakah penyelundupan ini terkait dengan sindikat internasional penyelundupan binatang langka.
Di Facebook DW tak sedikit yang berkomentar dan menyoroti bahwa yang seharusnya yang dihukum bukan penyelundup melainkan yang membuka akses penjualan orangutan dan binatang langka.
Tak sedikit pula yang menyoroti betapa kasus orangutan terus berulang di Indonesia sehingga memandang lebih baik orangutan dipelihara si Turis. Kasus orangutan terus berulang disebut karena ketidakseriusan penindakan hukum dan konflik industri.
Riset yang dilakukan di Kalimantan mengungkap bahwa jumlah orangutan terus menyusut drastis, akibat pembukaan lahan kelapa sawit dan industri kertas. Dalam kurun waktu 16 tahun, populasi orangutan menurun drastis sebab diperkirakan hampir 150.000 orangutan mati hanya di Kalimantan, demikian kesimpulan penelitian Pusat Biodiversitas Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusioner. Diperkirakan jumlah menyusut hingga 100.000 ekor pada tahun 2015 lalu.
Bukti Kekejaman Manusia Pada Orangutan
Rumah mereka dibabat dan dibakar pebisnis kelapa sawit. Para induk dibunuh pemburu liar, sedangkan anak-anak orangutan diperdagangkan secara ilegal.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Kenalkan, Ini Dina…
Dina masih bayi saat diselamatkan petugas konservasi dari aksi perdagangan ilegal. Di Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera, banyak anak-anak orangutan tumbuh tanpa ibu, karena induk mereka dibunuh pemburu liar. Anak-anaknya diperjualbelikan.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Tumbuh tanpa ibu
Orangutan biasanya sering tinggal dengan induknya sampai mereka berusia enam atau tujuh tahun. Mereka benar-benar tergantung pada ibu mereka selama dua tahun pertama kehidupan mereka, dan disapih pada usia sekitar lima tahun. Di pusat konservasi Sumatran Orangutan Conservation Programm (SOCP), Sumatera Utara, mereka dirawat.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Butuh waktu lama
Oleh karenanya, orangutan tanpa induk di pusat konservasi Sumatran Orangutan Conservation Programm (SOCP), Kuta Mbelin, Sumatera Utara ini dididik untuk bisa bertahan hidup di hutan - sebuah proses yang memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Jauhi predator
Mereka juga belajar bagaimana membangun sarang di pohon-pohon dan menjauhi jangkauan predator. Pemburu liar umumnya beroperasi di ekosistem Leuser yang luasnya 2,5 juta hektar, yang menjadi habitat sekitar 6.700 orangutan, dan juga badak, gajah, harimau dan macan tutul.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Rumah mereka dibabat
Penebangan hutan di Singkil, Leuser, yang merupakan rumah bagi orangutan dan satwa liar lainnya. Pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit selama ini dianggap sebagai biang keladi kepunahan satwa langka termasuk orangutan, disamping menggilanya perburuan liar.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Operasi
Operasi dilakukan terhadap orangutan yang terluka di di konservasi Sumatran Orangutan Conservation Programm (SOCP), Kuta Mbelin, Sumatera Utara.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Ditembaki senapan angin
Ini hasil rontgen seekor orangutan bernama Tengku yang diselamatkan dari perburuan liar. Di tubuhnya bersarang 60 peluru senapan angin.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Pakai kutek
Staf SOCP membubuhi kutek di kuku seekor orangutan yang baru selesai dioperasi dan masih kesakitan, agar orangutan tersebut dapat teralihkan pikirannya dari rasa sakit yang diderita pasca operasi.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Dilepas kembali ke alam liar
Setelah melewati masa perawatan di SOCP, adaptasi di lokasi konservasi, dan dianggap siap, mereka mulai dilepaskan kembali ke hutan dan dipantau. Perpisahan antara petugas yang merawat mereka dengan kasih sayang tentu bukan perkara mudah.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Terancam kehidupannya
Orangutan Sumatera maupun Kalimantan, saat ini berada dalam status konservasi sangat terancam. Berdasarkan status yang dilabelkan Lembaga Konservasi Satwa Internasional IUCN, orangutan Kalimantan dikategorikan spesies genting (endangered), sementara orangutan Sumatera dianggap lebih terancam lagi nasibnya karena masuk kategori kritis (critically endangered). Penulis: Ayu Purwaningsih (vlz)