Ingin kuliah dan melakukan penelitian di Jerman dengan beasiswa? Bisa! Salah satunya adalah dengan beasiswa dari DAAD. Ikuti cerita Fathoni A. Musyaffa, penerima beasiswa DAAD di Bonn, Jerman.
Iklan
Kuliah di luar negeri memang mahal, namun bukan berarti tidak mungkin. Banyak jalan untuk bisa berkuliah di luar negeri, salah satunya melalui beasiswa. Pemerintah Jerman melalui lembaga DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst) memberikan beasiswa kepada warga dunia yang ingin kuliah di Jerman. Di Indonesia, DAAD memiliki kantor perwakilan di Jakarta yang memudahkan berbagai konsultasi dan informasi terkait beasiswa untuk warga negara Indonesia.
Fathoni A. Musyaffa adalah salah satu penerima beasiswa dari DAAD. Mahasiswa program S3 asal Kediri ini sedang melakukan penelitian di jurusan Informatika, Universitas Bonn. Ia menceritakan pengalamannya kepada DW.
DW: Melamar beasiswa untuk studi di Jerman dengan berbagai macam persyaratannya mungkin bagi kebanyakan orang adalah sesuatu yang rumit. Apa yang membuat kamu pantang menyerah dalam menghadapi tantangan kerumitan proses pelamaran beasiswa?
Fathoni A. Musyaffa: Persyaratan yang lebih butuh komitmen sebenarnya bagi saya bukan persyaratan administratif, tapi lebih ke memahami bidang riset yang akan saya tekuni. Niatnya lebih ke belajar, jadi dapat beasiswa atau tidak, saya tetap dapat manfaat dari proses belajar, terutama di bidang Informatika yang perkembangannya sangat cepat.
Menurut pengalamanmu, apakah ada hal yang membatasi seseorang, dalam hal ini warga negara Indonesia, untuk melamar beasiswa studi di Jerman, khususnya beasiswa DAAD?
Tidak ada, hanya yang mungkin perlu diperhatikan adalah rentang waktu antara lulus jenjang terakhir ke jenjang selanjutnya tidak boleh lebih dari 6 tahun. Setahu saya, beasiswa DAAD tersedia untuk jenjang S2 dan S3. Untuk kuliah di Jerman di jenjang S1, seseorang harus membiayai sendiri kuliahnya dan harus melalui Studienkolleg.
Mau kuliah S1 di Jerman? Studienkolleg dulu!
Nadia Dewanta adalah siswi Studienkolleg asal Yogyakarta, yang berencana untuk kuliah S1 Kedokteran di Jerman. Ia mengurus segala persiapan Studienkolleg sendiri. Apa saja yang harus disiapkan?
Foto: DW/N. Ahmad
Wajib Studienkolleg untuk kuliah S1
Warga Indonesia yang ingin kuliah S1 di Jerman harus menempuh Studienkolleg (pendidikan penyetaraan sebelum masuk universitas). Nadia berencana untuk kuliah S1 kedokteran di Jerman, karenanya ia juga harus menempuh pendidikan di Studienkolleg. Persiapan Studienkolleg ia lakukan secara mandiri tanpa bantuan agen.
Foto: DW/N. Ahmad
Kunci sukses Studienkolleg tanpa agen
Proses untuk mempersiapkan Studienkolleg memang terlihat rumit, namun itu semua bisa dilakukan sendiri. Tips sukses dari Nadia? Rajin mencari informasi dan tidak malas membaca berbagai instruksi yang tersedia di berbagai situs internet terkait studi di Jerman, seperti studienkollegs.de, uni-assist.de atau daad.de.
Foto: DW/N. Ahmad
Kemampuan bahasa Jerman penting
Untuk bisa melamar visa di Kedutaan Besar Jerman dan jurusan studi di Studienkolleg, calon mahasiswa harus memiliki sertifikat bahasa Jerman B1. Goethe Institut menyediakan kursus dan tes bahasa Jerman di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Foto: DW/N. Ahmad
Persiapkan berbagai dokumen
Untuk calon mahasiswa, dokumen yang wajib dilampirkan selain sertifikat bahasa Jerman adalah ijazah SMA, Surat Keterangan Hasil Nilai Ujian Nasional dan raport kelas XII semester 1 dan 2. Dokumen dalam bahasa Indonesia wajib diterjemahkan ke bahasa Jerman.
Foto: DW/N. Ahmad
Sperrkonto - Rekening yang dibekukan
Calon mahasiswa yang akan studi di Jerman wajib membuat rekening Sperrkonto. Ini adalah rekening yang dibekukan, yang bisa diambil uangnya ketika si calon mahasiswa berada di Jerman dengan jumlah tarikan tunai per bulan yang dibatasi.
Foto: DW/N. Ahmad
Mengajukan visa
Berbagai informasi terkait pengajuan visa pelajar tersedia di laman Kedutaan Besar Jerman di Indonesia. Setelah semua dokumen siap, calon mahasiswa bisa membuat janji dengan bagian visa untuk menentukan kapan ia bisa datang menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan.
Foto: DW/N. Ahmad
6 foto1 | 6
Apa yang memotivasi kamu untuk menempuh studi doktoral bidang Informatika di Jerman?
Bidang riset yang saya tekuni, yakni semanticweb banyak diteliti di Eropa, khususnya Jerman. Dan secara umum, di luar konteks studi di bidang saya, ada beberapa hal lain yang membuat Jerman menarik. Pertama, fasilitas publik, misalnya transportasi yang teratur dan dapat diandalkan. Tidak seperti di Indonesia di mana banyak institusi publik dan perusahaan terpusat di Jakarta, perusahaan-perusahaan besar, universitas-universitas, kantor-kantor pelayanan publik tersebar di berbagai kota di Jerman jadi kota-kota di Jerman tidak terlalu padat. Kota-kota ini juga dapat dijangkau dengan mudah menggunakan fasilitas transportasi umum. Terlebih untuk mahasiswa, kami memiliki kartu identitas mahasiswa yang bisa digunakan sebagai tiket transportasi publik.
Cakupan akses transportasi ini berbeda di tiap negara bagian. Bagi kami mahasiswa yang tinggal di negara bagian Nordrhein-Westfallen (NRW), kami bisa menggunakan tiket tersebut untuk pergi ke seluruh tempat yang bisa diakses transportasi publik di NRW. Jadi misalnya, karena saya mahasiswa di Bonn (salah satu kota di NRW), saya bisa berkunjung ke kota-kota lain di NRW (misalnya Aachen, Köln, Dortmund, Essen, Bielefeld, dll) menggunakan kartu identitas saya sebagai mahasiswa yang biasa sebut dengan Semesterticket. Tentu untuk mendapatkan Semesterticket ini kita harus membayar biaya kuliah tiap semester, tapi biaya ini murah (saat ini di Universitas Bonn biayanya kurang dari 300 Euro atau setara lima juta Rupiah per semester), jika dibandingkan dengan negara-negara lain misalnya seperti Inggris atau Amerika Serikat. Yang perlu diperhatikan, negara bagian seperti Baden Württemberg, mewajibkan biaya registrasi semester yang lebih tinggi untuk mahasiswa dari negara non Uni Eropa.
Kuliah dan Penelitian di Jerman dengan Beasiswa DAAD
Fathoni A. Musyaffa, mahasiswa Indonesia asal Kediri, kini sedang berkuliah jenjang S3 di Bonn. Studi dan penelitiannya didukung penuh secara finansial oleh lembaga DAAD. Bagaimana kisahnya?
Foto: F. Musyaffa
Lembaga pertukaran akademis Jerman
Tiap tahunnya, DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst) mendukung lebih dari 100.000 mahasiswa dan peneliti Jerman dan internasional dalam studi dan riset mereka. DAAD berkantor pusat di Bonn, Jerman dan memiliki kantor perwakilan di seluruh dunia. Salah satunya di Jakarta, Indonesia.
Foto: DW/N. Ahmad
Beasiswa untuk Indonesia
Banyak program beasiswa pendidikan tinggi yang disediakan DAAD untuk WNI. Fathoni A. Musyaffa adalah salah satu penerima beasiswa asal Indonesia di Bonn, yang tergabung dalam program beasiswa DAAD "Research Grants - Doctoral Programmes in Germany".
Foto: DW/N. Ahmad
Menjadi peneliti di Institut Informatika
Dengan beasiswa dari DAAD, Fathoni menjalani studi S3 di jurusan Informatika, Universitas Bonn. Risetnya memiliki fokus di bidang "semantic web" dan "linked and open data".
Foto: DW/N. Ahmad
Kolaborasi riset dengan peneliti Uni Eropa
Salah satu keunggulan studi di Jerman adalah adanya kesempatan untuk melakukan kolaborasi riset dengan rekan peneliti dari berbagai negara di Uni Eropa. DAAD mendukung penuh riset-riset yang dilakukan oleh peneliti Jerman dan internasional.
Foto: DW/N. Ahmad
Komitmen kuat adalah kunci
Sebagai dosen di salah satu universitas di Indonesia, Fathoni melihat pentingnya upaya meningkatkan kompetensi diri dengan melanjutkan studi di jenjang S3. Bagi Fathoni, komitmen kuat adalah kunci untuk memenangkan beasiswa studi di luar negeri, baik komitmen untuk menyiapkan berbagai persyaratan administratif maupun komitmen untuk mendalami bidang riset yang diminati.
Foto: DW/N. Ahmad
Banyak diteliti di Jerman
Bidang "semantic web" yang diminati Fathoni banyak diriset di Jerman. Oleh karena itu, sebelum melamar beasiswa DAAD, Fathoni sudah menyiapkan diri dengan ikut kursus online tentang bidang ini serta bergabung di berbagai forum internet untuk mengetahui informasi terkait beasiswa atau lowongan posisi Ph.D di universitas di Jerman.
Foto: DW/N. Ahmad
Komunikasi antarbudaya
Dengan beasiswa DAAD, Fathoni bukan hanya memiliki peluang emas meningkatkan wawasan ilmiahnya, melainkan juga kemampuan komunikasi antarbudaya. DAAD juga mendanai kegiatan di luar kampus untuk para penerima beasiswa. Di gambar, Fathoni bersama teman-temannya berada di acara budaya "Malam Indonesia" di Bonn, yang disponsori DAAD.
Foto: F. Musyaffa
7 foto1 | 7
Kedua, akses ke fasilitas kesehatan yang merata berkat asuransi kesehatan yang terjangkau. Jadi, jika sakit, biaya perawatan kesehatan secara umum akan ditanggung asuransi. Tanpa asuransi di Jerman, kita tidak bisa mendapatkan izin tinggal/visa.
Ketiga, letak geografis di Eropa darat mempermudah akses untuk berkunjung ke negara-negara lain di Eropa kontinental dan ini mempermudah kolaborasi dengan research partner jika diperlukan.
Selain itu, secara budaya, Jerman berbeda dengan negara-negara Asia. Bagi saya ini menarik, karena perbedaan budaya dan pola pikir membuat kita berpikir lebih terbuka dan memberikan kemampuan untuk memandang dari banyak perspektif. Orang-orang Jerman pada umumnya open-minded. Di samping itu, di Bonn sendiri, terdapat banyak museum dan seringkali ada acara budaya yang diselenggarakan pemerintah kota.
Apa topik yang menjadi riset kamu saat ini serta bagaimana aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari?
Topik riset saya adalah "web semantic, linked dan open data" yang diaplikasikan khusus untuk analisis data anggaran dan pengeluaran pemerintah. Prinsip kerja linked data adalah memberikan anotasi di tiap elemen data menggunakan pranala (URL/hyperlink) yang sudah dirancang khusus sehingga bisa dihubungkan dengan elemen data dari sumber lainnya. Dalam hal ini, misalnya, memberikan anotasi pada data yang diterbitkan oleh instansi pemerintah sedemikian rupa sehingga data tersebut bisa terhubung dengan data dari sumber informasi lainnya, seperti misalnya Wikipedia. Ketika beragam data anggaran dan pengeluaran pemerintah bisa diperoleh dan bisa diintegrasikan dengan linked data, kita bisa menjawab pertanyaan seperti: “Bagaimana perbandingan anggaran untuk pendidikan dasar di kota-kota Uni Eropa yang memiliki jumlah penduduk sekitar 300.000 jiwa dan luas area sekitar 300 kilometer persegi?”
Yang Harus Diketahui Sebelum Studi di Jerman
Jerman menarik minat mahasiswa asing karena kualitas universitasnya dan biaya yang murah. Tapi sebelum memutuskan berkuliah di Jerman, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Foto: picture alliance / dpa
"Bebas Bayaran" Sifatnya Relatif
Universitas Jerman hanya bebas bayaran jika calon mahasiswa yang mendaftar ke universitas negeri juga diterima oleh universitas itu. Selain itu, calon mahasiswa juga bermaksud untuk berkuliah dalam kondisi seperti warga Jerman biasa. Itu berarti: menghadapi tantangan yang sama. Program studi yang lain dari itu, atau di universitas swasta, kualitasnya juga bagus, tetapi tidak bebas biaya dan mahal.
Foto: dapd
Mahasiswa dan Kerja Sampingan
Visa mahasiswa membatasi jumlah waktu yang boleh digunakan untuk bekerja. Bagi mahasiswa tanpa paspor Uni Eropa, batasnya 120 hari per tahun. Dalam semester kuliah hanya boleh bekerja 20 jam per minggu. Tetapi biaya hidup di Jerman lebih murah daripada di banyak kota AS dan Inggris. Sebaiknya tidak mencoba kerja gelap. Ada risiko eksploitasi, dan jika tertangkap bisa dideportasi.
Foto: Fotolia/MNStudio
Melamar Beasiswa
Di Jerman banyak ditawarkan beasiswa bagi mahasiswa asing di berbagai bidang. Jika berprestasi baik dan ulet mencari beasiswa, kesempatan bisa diperoleh. DAAD adalah lembaga negara Jerman yang memberikan beasiswa paling banyak bagi mahasiswa asing. Yayasan yang memberi beasiswa dengan spesifikasi tertentu juga banyak.
Foto: picture-alliance/dpa
Masalah Visa
Mahasiswa dari negara bukan anggota Uni Eropa kerap hadapi masalah visa. Tiap orang bertanggungjawab sendiri untuk mengurus asuransi kesehatan, buktik emampuan menunjang hidup secara finansial, temukan tempat tinggal, daftarkan diri pada kantor wilayah, buat janji soal perpanjangan visa, dan dokumen lainnya. Bagi banyak negara, masalah ini sudah dimulai saat meminta visa di kedutaan besar Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Menanggulangi Banyak Formulir
Orang harus bersedia mengisi formulir. Sebaiknya biasakan diri dengan kata-kata birokratis Jerman. Juga organisir semua surat, lengkap dengan fotokopinya, mulai dari urusan visa sampai bayar sewa kamar. Triknya: jika dapat surat resmi, kirim kembali surat resmi yang lebih banyak lagi. Begitu saran Leah Scott-Zechlin, yang pernah kuliah di Berlin, dan veteran "Papierkrieg" (perang kertas).
Foto: picture alliance/dpa/Patrick Pleul
Bisa Bahasa Jerman Sangat Membantu
Tentu di kota besar orang asing bisa tinggal tanpa bisa bahasa Jerman. Sebagian program studi juga ditawarkan dalam bahasa Inggris. Tetapi setiap aspek hidup lebih mudah jika bisa bahasa Jerman, baik untuk bicara dengan petugas negara, maupun untuk bersosialisasi dengan orang Jerman. Kalau ingin bekerja, kemampuan berbahasa Jerman jadi aset sangat besar di pasaran tenaga kerja.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Kalaene
Universitas Tidak Menuntun Mahasiswa
Di Jerman mahasiswa tidak dibimbing seperti di sekolah. Sepenuhnya tergantung tiap mahasiswa asing untuk bisa jalani hidup di negara asing, datang ke kuliah dan belajar. Mata kuliah ada yang berkesan sangat bebas. Terserah mahasiswa, apakah serahkan pekerjaan rumah, berpartisipasi dalam kuliah atau tidak. Sebagian mata kuliah tergantung sepenuhnya pada ujian akhir atau makalah di akhir semester.
Foto: imago/Westend61
Masalah Tempat Tinggal
Asrama mahasiswa ada di banyak kota. Tetapi untuk dapat tempat kadang sulit. Di samping asrama, mahasiswa Jerman juga sering tinggal di Wohngemeinschaft (WG). Dalam sistem ini, beberapa mahasiswa bersama-sama menyewa sebuah apartemen. Tiap orang dapat satu kamar. Dapur dan kamar mandi biasanya digunakan bersama. Ini cara baik untuk bersosialisasi dengan orang Jerman dan memperbaiki bahasa Jerman.
Foto: Fotolia
Mencari Saran
Tinggal dan belajar di luar negeri kerap butuh tanggung jawab tinggi. Dan kadang orang merasa harus berjuang sendirian menghadapi banyak tantangan. Tapi tidak usah khawatir. Anda bukan mahasiswa asing pertama di Jerman. Sumber informasi dan saran kerap bisa ditemukan di internet. Untuk yang berbahasa Inggris ada forum "Toytown Germany".
Foto: Fotolia/Creativa
Mungkin Ingin Tinggal Selamanya
Mungkin Anda individu yang tahu cara peroleh kesempatan terbaik dalam hidup: kuliah beberapa tahun di Jerman, raih gelar, mungkin kerja sedikit, lalu kembali ke tanah air dan dapat penghasilan tinggi. Bisa jadi juga, Anda jatuh cinta dengan Jerman, sehingga hadapi dilema ucapkan "Tschüß" (selamat tinggal) selamanya kepada tanah air, atau rindu Jerman seumur hidup. Penulis: Caitlin Hardee (ml/vlz)
Foto: DW
10 foto1 | 10
Studi S2 kamu tempuh di Korea Selatan. Dari pengalamanmu, apa yang membedakan studi atau riset, terutama di bidang Informatika, di Asia dan di Eropa?
Pertama, metode supervisi akademik di Korea Selatan dan Jerman cukup berbeda. Di Korea Selatan, supervisi pada umumnya dilakukan secara intensif, pertemuan dengan supervisor biasanya dilakukan secara rutin dan cukup sering. Di Jerman, kita diberikan kebebasan untuk melakukan riset dan supervisi bisa jadi tidak terlalu intens, namun ini juga bergantung pada tiap kelompok riset dan profesor masing-masing.
Kedua, karena riset di Jerman juga melibatkan partner riset dengan negara-negara Uni Eropa lainnya, kesempatan kolaborasi juga lebih besar. Kesempatan untuk mengenal dan terhubung dengan kelompok riset yang sebidang menjadi lebih besar.
Apa saranmu untuk orang-orang Indonesia yang sedang giat mencari beasiswa pendidikan tinggi di Jerman?
Kenali bidang yang kita minati untuk riset dan kemudian mulai memperdalam materi yang kita minati. Selain itu, coba bergabung dengan komunitas atau milis-milis di bidang yang kita minati tadi. Dari sana, bisa kita temukan informasi lowongan beasiswa atau setidaknya kita tahu orang-orang kunci dalam bidang tadi. Ketika ada profesor yang sedang membuka lowongan program Ph.D misalnya, kita bisa menghubungi beliau dan pada titik itu kita sudah memperdalam materi yang kita minati. Hal-hal yang perlu dipersiapkan lainnya adalah mempersiapkan sertifikasi bahasa Inggris (IELTS atau TOEFL iBT), juga menjaga koneksi dengan profesor atau dosen di tempat kita studi sebelumnya. (na/ts)
*Simak serial khusus #DWKampus mengenai warga Indonesia yang menuntut ilmu di Jerman dan Eropa di kanal YouTube DW Indonesia. Kisah putra-putri bangsa di perantauan kami hadirkan untuk menginspirasi Anda.