1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Bekas Budak Nelayan Pulau Benjina Bergulat Melawan Trauma

11 Juli 2017

Dua tahun silam mereka dibebaskan oleh pemerintah Indonesia dari jaring perbudakan dan perdagangan manusia. Kini mereka masih bergulat melawan trauma dari tahun-tahun penuh penyiksaan di pulau Benjina

Symbolbild Menschenhandel
Budak nelayan di pulau Benjina setelah dibebaskan oleh pemerintah IndonesiaFoto: picture-alliance/AP Photo/D. Alangkara

Pada hari mereka dibebaskan dari perbudakan, para nelayan itu tenggelam dalam haru biru. Mereka berpelukan, tertawa dan sebagian meneteskan air mata. Dua tahun setelah aksi penyelamatan yang dipicu oleh laporan investigatif kantor berita Associated Press itu, kini sebagian beruntung bisa menemukan pekerjaan berupah rendah di kawasan kumuh Thailand atau di desa-desa terpencil di Myanmar, Kamboja dan Laos.

Namun yang lain bergulat menahan malu lantaran harus hidup bergantung dari bantuan orang.

Beberapa berkisah betapa mereka menderita trauma dan mimpi buruk tentang tahun-tahun penuh penyiksaan selama di kamp kerja paksa. Sejumlah korban lalu mencari ketenangan pada narkoba dan minuman keras.

Menurut penelusuran AP, setidaknya satu nelayan Kamboja berusaha bunuh diri. Seorang nelayan Thailand mencoba kembali bekerja di atas kapal. Ia  mengalami musibah saat lengannya harus diamputasi setelah terjerat jaring ikan. Sebagai kompensasi ia ditawari duit senilai 40 ribu Rupiah dan selusin mie instan.

Kisah nestapa para lelaki naas ini berawal dari beberapa tahun silam ketika mereka meninggalkan desa karena dijanjikan pekerjaan berupah tinggi di Thailand. Realitanya mereka diculik dan dijual sebagai budak di pulau Benjina yang terletak tak jauh dari Papua Barat. 

Laporan AP kemudian menggerakkan pemerintah Indonesia melakukan aksi pembebasan. Jakarta juga melacak rantai distribusi produk ikan hasil perbudakan itu hingga ke Amerika Serikat dengan sejumlah perusahaan raksasa seperti Wal-Mart, Sysco, Kroger, Fancy Feast dan Lams sebagai konsumen terbesar. "Apa yang terjadi di Benjina membuka mata semua orang," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang mengkoordinir aksi penyelamatan.

Tapi meski berlimpah nestapa, nasib 2000 bekas budak nelayan di Indonesia itu juga menyimpan kisah inspiratif. Sejumlah nelayan mengaku sukses membuka usaha dan membangun keluarga. Beberapa kembali ke sekolah atau menemukan pekerjaan layak. Mereka juga ikut membantu dalam kasus hukum yang menjerat para tersangka pelaku perdagangan manusia.

Kebanyakan mengakui hanya waktu yang bisa membantu mereka berdamai dengan kenangan buruk tersebut. Tapi mereka tetap menyimpan marah atas ketidakadilan dan kehidupan yang hilang di Benjina. Meski begitu semua bersyukur bisa kembali ke rumah dan hidup sebagai pria bebas. Setidaknya mereka bukan lagi budak.

rzn/yf (AP)