1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bekas Kanselir Gerhard Schröder Gugat Parlemen Jerman

12 Agustus 2022

Dia menuntut Bundestag memulihkan hak istimewanya sebagai mantan kanselir yang dicabut Mei lalu. Schröder dimusuhi lantaran kedekatannya dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin dan sikap gamang terkait perang di Ukraina.

Gerhard Schröder berpelukan dengan Vladimir Putin
Bekas Kanselir Jerman, Gerhard Schröder, disambut Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam pesta pembukaan Piala Dunia 2018Foto: A. Druzhinin/TASS/dpa/picture-alliance

Gugatan mantan Kanselir Gerhard Schröder kepada parlemen Jerman Bundestag dilayangkan pada Jumat (12/8) ke Pengadilan Administrasi Berlin. Dia meyakini keputusan Komite Anggaran Bundestag yang mencabut hak istimewanya bertentangan dengan konstitusi.

Sejak Mei silam, Schröder tidak lagi mendapat jatah kantor dan pegawai sebagaimanya yang dijamin konstitusi. Alasannya adalah karena "mantan Kanselir Schröder tidak lagi menjalankan fungsi resminya.”

Pemerintah kini menyaratkan, anggaran kerja bagi mantan kanselir kelak bergantung pada tugas dan fungsi, bukan status.

Namun begitu, Schröder tetap mendapat tunjangan pensiun dan pengamanan pribadi. 

Kuasa hukum Schröder beralasan, keputusan Komite Anggaran mencabut anggaran kerja adalah "ilegal”, karena tidak menjelaskan istilah "fungsi resmi” seorang mantan kanselir secara gamblang. Tanpanya, sulit menentukan apakah Schröder benar-benar telah melalaikan tugasnya. 

Komite Anggaran juga dianggap tidak menjelaskan prosedur resmi yang digunakan untuk menentukan kasus Schröder.

Dimusuhi publik

Bekas kanselir yang berkuasa antara 1998 dan 2005 itu sejak awal dikenal dekat secara pribadi dengan Vladimir Putin. Setelah lengser, Schröder duduk di dewan pengawas Gazprom, perusahaan migas Rusia.

Kedekatan itu mendulang kritik, yang berubah jadi kecaman ketika Rusia melancarkan invasi terhaap Ukraina. Tekanan terhadap Schröder membengkak seiring munculnya dugaan kejahatan perang yang dilakukan militer Rusia.

Mei lalu, Schröder akhirnya mengumumkan akan mengundurkan diri dari perusahaan energi Rusia, Rosneft, dan menolak perpanjangan masa tugas di dewan pengawasan Gazprom. Dia juga sempat melawat ke Moskow untuk medorong Putin menghentikan perang. Namun upayanya itu gagal.

Meski begitu, sikapnya yang menolak mengecam Rusia, tetap membekas di publik Jerman. Sebuah jajak pendepat April lalu mencatat sebanyak 64 persen warga Jerman mendukung pemecatan Schröder dari partainya, SPD.

Menlu Jerman: Rusia Gunakan Propaganda Baru

03:17

This browser does not support the video element.

Jerman dan Rusia

Di era Schröder, SPD giat mengadopsi doktrin "pendekatan melalui kerja sama” yang antara lain digariskan Menteri Luar Negeri Frank Walter-Steinmeier kala itu.

Di kalangan pewarta politik Jerman, Steinmeier juga dikenal berteman dekat dengan Menlu Rusia, Sergey Lavrov. Menurut laporan Neue Zürcher Zeitung, Putin berulangkali menghabiskan waktu lama ketika menerima Steinmeier. Keistimewaan tersebut tidak biasanya diberikan kepada seorang menteri luar negeri.

"Kemitraan strategis” dengan Rusia memang merupakan dasar kebijakan luar negeri Jerman. Harapannya, dengan mempererat kerja sama dengan Rusia, Moskow secara perlahan akan mendekat ke Eropa. 

Tapi kebijakan tersebut berbalik arah, ketika Putin menganeksasi Ukraina. dan Jerman sebaliknya malah bergantung dari suplai energi Rusia. 

rzn/hp (dpa, ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait