Bekas Penjaga Kamp NAZI Dideportasi dari AS ke Jerman
21 Agustus 2018
Bekas Penjaga Kamp NAZI Jakiv Palij, 95 tahun, dideportasi dari AS ke Jerman setelah kewarganegaraan Amerika Serikatnya dicabut. Lebih 6000 orang dibunuh di kamp yang dijaganya.
Iklan
Jakiv Palij tiba di Jerman hari Selasa (21/8) dan langsung diserahkan kepada Kementerian Luar Negeri Jerman. Sebelumnya, AS telah mencabut kewarganegaraan bekas penjaga kamp NAZI itu.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Mass mengatakan, pihaknya bersedia menerima Jakiv Palij, sekalipun dia tidak pernah memiliki kewarganegaraan Jerman, melainkan Ukraina. Maas menyebut Berlin punya "tanggung jawab moral" dalam kasus-kasus kejahatan Nazi.
"Amerika Serikat telah berulang kali meminta agar Jerman menerima Palij," kata Kementerian Luar Negeri di Berlin, namun Jerman dulu menolak karena dia bukan warga negara Jerman.
Jakiv Palij dilahirkan 1923 di Polandia. Dia ikut berlatih dalam pasukan gerak cepat NAZI-SS. Tahun 1941 dia menjadi penjaga di kamp konsentrasi Travniki di selatan Polandia yang dikuasai oleh NAZI. Kelompok penjaga dari Travniki kemudian juga ditugaskan menjaga di kamp konsentrasi Sobibor dan Treblinka.
Pergi ke AS
Setelah Perang Duinia berakhir, Jakiv Palij pergi ke AS pada tahun 1949. Tahun 1957 dia mendapat kewarganegaraan AS. Seorang hakim federal AS pada Agustus 2003 kemudian mencabut kewarganegaraanya, setelah kejahatannya terungkap.
Dalam dokumen pengadilan disebutkan, Palij adalah anggota satuan yang sengaja dilatih untuk membunuh orang-orang Yahudi dalam apa yang disebut "Operasi Reinhard". Pada 3 November 1943, lebih dari 6.000 pria, wanita dan anak-anak yang dipenjara di Travniki ditembak mati dalam salah satu aksi pembantaian besar.
"Selama satu hari pada bulan November 1943, semuanya lebih dari 6.000 tahanan di kamp Nazi yang dijaga Jakiv Palij secara sistematis dibantai," kata Eli Rosenbaum, direktur Departemen Investigasi Khusus Departemen Kehakiman AS.
Monumen-Monumen Peringatan Yahudi di Berlin
Peristiwa Holocaust sudah hampir delapan dekade yang lalu, tetapi itu tidak dilupakan. Berbagai peringatan besar dan kecil di seluruh ibu kota Jerman, Berlin dibuat untuk memperingati kelamnya kejahatan NAZI.
Foto: DW/M. Gwozdz
Peringatan Holocaust
Tugu peringatan di pusat ibu kota Jerman ini dirancang oleh arsitek New York, Peter Eisenmann. Hampir 3.000 blok batu dipasang memperingati enam juta orang Yahudi dari seluruh Eropa yang dibunuh oleh NAZI.
Foto: picture-alliance/Schoening
Pelat-pelat peringatan
Pelat kuningan ini sangat kecil, hanya 10 kali 10 sentimeter (3,9 x 3,9 inci). Anda dapat menemukannya di mana-mana di trotoar di Berlin. Ini dibuat untuk memperingati orang-orang yang dulu tinggal di dekat lokasi lempengan ditempatkan, sebelum mereka dideportasi oleh NAZI. Total ada lebih dari 7.000 dari batu semacam ini di Berlin.
Foto: DW/T.Walker
Rumah Konferensi Wannsee
Lima belas pejabat tinggi NAZI bertemu di vila ini di Danau Wannsee pada tanggal 20 Januari 1942 untuk membahas pembunuhan sistematis orang Yahudi Eropa yang mereka sebut "solusi akhir untuk Yahudi". Kini rumah tersebut jadi peringatan tentang dimensi genosida yang tak terbayangkan.
Foto: picture-alliance/dpa
Melacak 17 memorial
Mawar putih di trek 17 di stasiun Grunewald ini untuk memperingati lebih dari 50.000 orang Yahudi Berlin yang dikirim ke kamp kematian mereka dari sini. 186 pelat baja menunjukkan tanggal, tujuan dan jumlah orang yang dideportasi. Kereta pertama menuju ke ghetto Litzmannstadt (Łódź) pada tanggal 18 Oktober 1941, kereta terakhir ke kamp konsentrasi Sachsenhausen pada 5 Januari 1945.
Foto: imago/IPON
Bengkel kerja orang buta Otto Weidt
Hackesche Höfe di Berlin Mitte disebutkan di setiap panduan perjalanan. Ini adalah labirin halaman belakang di mana banyak orang Yahudi tinggal dan bekerja - misalnya di pabrik sikat pengusaha Jerman Otto Weidt. Selama era NAZI, ia mempekerjakan banyak orang Yahudi buta dan tuli dan menyelamatkan mereka dari deportasi dan kematian. Lokakarya orang buta ini sekarang menjadi museum.
Foto: picture-alliance/Arco Images
Pusat mode Hausvogteiplatz
Jantung metropolis mode Berlin pernah berdetak di sini. Sebuah tanda peringatan yang terbuat dari cermin tinggi mengingatkan banyaknya para perancang busana dan stylist Yahudi yang membuat pakaian untuk seluruh orang Eropa di Hausvogteiplatz. NAZI mengambil alih dari pemiliknya yang beretnis Yahudi. Kerusakan pusat fesyen Berlin ini tak terhindarkan selama Perang Dunia Kedua.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Kalaene
Monumen Peringatan di Koppenplatz
Sebelum masa Holocaust, 173.000 orang Yahudi tinggal di Berlin, pada tahun 1945 tersisa hanya ada 9.000. Monumen "Der verlassene Raum" terletak di tengah kawasan pemukiman Koppenplatz. Ini adalah pengingat warga Yahudi yang diambil dari rumah mereka tanpa peringatan dan tidak pernah kembali.
Foto: DW
Museum Yahudi
Arsitek Daniel Libeskind memilih desain dramatis: dilihat dari atas, bangunan itu tampak seperti Bintang Daud yang rusak. Museum Yahudi adalah salah satu museum yang paling banyak dikunjungi di Berlin, menawarkan gambaran sejarah Jerman-Yahudi yang bergolak.
Foto: AP
Pemakaman Yahudi di Weissensee
Masih ada delapan pekuburan Yahudi yang tersisa di Berlin. Yang terbesar di distrik Weissensee, dan terdiri dari lebih dari 115.000 kuburan yang jadi kuburan Yahudi terbesar di Eropa. Pada tanggal 11 Mei 1945, hanya tiga hari setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua, ibadah Yahudi pertama diadakan di sini.
Foto: Renate Pelzl
Sinagoga Baru
Ketika Sinagoga Baru di Oranienburger Strasse pertama kali ditahbiskan pada tahun 1866, itu dianggap sebagai sinagoga terbesar dan paling megah di Jerman. Sinagoga ini terbakar saat Perang Dunia Kedua. Pada tahun 1995, sinagoga yang direkonstruksi diresmikan. Sejak itu, kubah emas setinggi 50 meter sekali lagi mendominasi pemandangan kota Berlin. Penulis: Kerstin Schmidt (ap/ml)
Foto: Renate Pelzl
10 foto1 | 10
Pesan tegas dari AS
Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan, pemerintahan Trump telah "memprioritaskan" pengusiran Palij untuk menghormati para korban Holocaust dan keluarga mereka".
"Pengusiran Palij mengirim pesan yang tegas: Amerika Serikat tidak akan mentolerir mereka yang memfasilitasi pembunuhan orang-orang lain, dan mereka tidak akan menemukan tempat berlindung yang aman di tanah Amerika," kata pernyataan itu.
Media Jerman memberitakan, Jakiv Palij tiba Selasa pagi di bandara Düsseldorf dan dibawa terlebih dulu ke sebuah panti jompo.
Harian boulevard Jerman "Bild" memberitakan, jaksa Jerman telah membuka proses kriminal terhadap Palij pada 2015 namun kasus itu ditutup karena kurang bukti. Washington telah berusaha selama dua tahun untuk mengusir Palij, yang tinggal di Queens, New York, sejak 1949.
Nasib Seni di Era Hitler
Sebelum ia berkuasa, Adolf Hitler adalah seorang pelukis. Saat ia memimpin Nazi, ia pun mengelompokkan karya seni sesuai seleranya. Karya yang dibencinya dilabeli sebagai "seni yang tak bermoral" dan disita dari museum.
Foto: picture-alliance/akg-images
Seni yang Bobrok
Karya seni modern yang gaya, subjek, dan senímannya tidak disetujui
Adolf Hitler dan kaum Sosialis Nasionalis dicap sebagai 'seni yang bobrok'. Dari tahun 1937, Nazi menyita karya seni semacam itu dari museum-museum di Jerman. Pameran keliling untuk "seni yang bobrok" digelar sebagai bahan olokan di publik. Menteri propaganda Joseph Goebbels dan Hitler menghadiri pameran di München (foto).
Foto: picture-alliance/dpa
Karya Seni Hilter
Hitler sangat menyukai karya seni era Romantisme dan karya abad ke-19. Ia paling suka pemandangan bernuansa damai khas pedesaan. Koleksi pribadinya adalah karya seni milik Cranach, Tintoretto dan Bordone. Mengikuti jejak tokoh idolanya Raja Bavaria Ludwig I. dan Frederick the Great, Hitler juga ingin menggelar pameran seni sesudah pensiun, di "Museum Führer" yang terletak di kota Linz, Austria.
Foto: picture-alliance/Everett Collection/Actual Films
Membuang karya seni
Nazi bukanlah pihak pertama yang menekan para seniman, namun mereka mengambil langkah yang lebih jauh dengan melarang karya mereka ditampilkan di museum. Pada tahun 1937, pihak berwenang memiliki lebih dari 20.000 karya seni yang dikeluarkan dari 101 museum milik negara Jerman. Apa pun yang menurut Nazi tidak 'memperbaiki moral' warga Jerman akan diasingkan.
Foto: Victoria & Alber Museum
Koleksi Nasional Hitler
Karya seni abstrak tidak mendapat tempat pada "koleksi nasional" Hitler. Pada saat "Pameran Seni Jerman Besar" digelar di München, 18 Juli 1937, karya yang dipajang hanya lukisan bergaya tradisional, bernuansa sejarah, dan gambar telanjang. Ketika karya mampu menggambarkan suasana persis seperti kondisi sebenarnya, maka karya tersebut semakin indah di mata Führer.
Foto: Bundesarchiv, Bild 183-C10110/CC-BY-SA
Karya seni apa yang dianggap bobrok?
Bahkan orang-orang di lingkaran terdekat Hitler tidak yakin seniman mana yang disetujui Sang 'Führer'. "Pameran Seni Terhebat Jerman" 1937 dan pameran "Seni Bobrok" yang digelar di München, setidaknya membawa sedikit kejelasan. Yang menarik perhatian Hitler adalah seniman pada periode modern seperti Max Beckmann, Otto Dix, Wassily Kandinsky, Paul Klee, Ernst Ludwig Kirchner dan Max Pechstein.
Foto: picture-alliance/akg-images
Menebar kebencian lewat pameran
Untuk pameran "Seni yang Bobrok", ada sekitar 650 karya seni yang disita dari 32 museum di Jerman. Pameran tersebut disandingkan dengan sketsa karya orang-orang cacat mental dan diperlihatkan bersamaan dengan foto orang lumpuh. Tujuannya: untuk memprovokasi kebencian dan keengganan di antara pengunjung. Lebih dari dua juta pengunjung melihat pameran tersebut dalam tur keliling di berbagai kota.
Foto: cc-by-sa/Bundesarchiv
Dasar hukum
"Undang-Undang Penyitaan Karya Seni yang Bobrok" yang diterbitkan tanggal 31 Mei 1938 menjadi dasar hukum bagi negara untuk menyita karya seni tanpa perlu ganti rugi. Karya seni tersebut dianggap sebagai sumbangan untuk mengisi pundi negara. Saat ini, seni yang dulunya dilabeli sebagai "karya bobrok" oleh Nazi dapat diperdagangkan secara bebas.
Foto: CC by Österreichische Nationalbibliothek
Memperjualbelikan "karya seni yang bobrok"
Seni yang telah disita akan dibawa ke fasilitas penyimpanan di Berlin dan Istana Schönhausen. Banyak karya yang dijual oleh empat pedagang seni era Hitler: Bernhard A. Böhmer, Karl Buchholz, Hildebrand Gurlitt, dan Ferdinand Möller. Pada tanggal 20 Maret 1939, terjadi kebarakan di Berlin. Sekitar 5.000 artefak yang tidak terjual hangus terbakar. Peristiwa itu disebut sebagai "latihan".
Lebih dari 21.000 karya seni yang dicap "seni yang bobrok" disita selama Hilter berkuasa. Namun angka karya seni yang terjual di pasaran berbeda-beda, berkisar
6.000 hingga 10,000. Sebagin lainnya dihancurkan atau hilang. Ratusan karya seni belakangan ditemukan di apartemen milik Cornelius Gurlitt, putra dari ahli sejarah seni ternama di Jerman.