Bekas Tahanan Tuduh Cina Operasikan Penjara Rahasia di Dubai
18 Agustus 2021
Pengakuan seorang perempuan yang ditahan aparat Cina di Dubai, Uni Emirat Arab memperkuat dugaan adanya “situs gelap” yang dioperasikan Beijing di luar negeri.
Iklan
Perempuan berusia 26 tahun itu bernama Wu Huan. Dia mengaku diculik dari sebuah hotel di Dubai dan ditahan oleh aparat Cina di sebuah vila yang menyerupai penjara. Wu mengatakan dia mendekam bersama setidaknya dua tahanan Uighur.
Dalam pengakuan kepada Associated Press, Wu yang dibidik lantaran aktivitas "subversif” oleh tunangannya itu mengisahkan dirinya diinterogasi oleh petugas, serta dipaksa menandatangani sebuah dokumen yang menuduh sang tunangan melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Wu dibebaskan pada 8 Juni lalu dan kini meminta suaka di Belanda.
Namun begitu hingga berita ini diturunkan, AP belum dapat memverifikasi kebenaran kesaksiannya tersebut. Bukti yang mendukung klaim Wu dikabarkan antara lain berupa rekaman pembicaraan telepon dengan seorang aparat Cina, dan pesan pendek yang dia kirimkan ke seorang pendeta dari dalam penjara.
Wu mengisahkan dia dipaksa menghubungi tunangan dan pendeta yang membantunya di Dubai. Bob Fu, Direktur ChinaAid, membenarkan dirinya menerima panggilan telepon dan serangkaian pesan pendek dari Wu dengan menggunakan nomer telepon Uni Emirat Arab.
"Saya merasa dia berusaha menyembunyikan lokasi keberadaannya,” kata Fu ketika dihubungi AFP. "Pada saat itu saya menyimpulkan sesuatu sudah terjadi padanya.”
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/M. Sezer
9 foto1 | 9
Situs gelap binaan Cina
Kementerian Luar Negeri di Beijing menepis kabar tersebut. "Apa yang bisa saya katakan adalah bahwa situasi yang digambarkan saksi tidak benar,” kata juru bicara Kemenlu, Hua Chunying, Senin (16/8).
Iklan
Hal serupa dikatakan Kepolisian Dubai yang memastikan pihaknya "tidak mengizinkan pemerintah negara asing untuk mengoperasikan pusat penahanan di wilayah” Uni Emirat Arab. "Dubai selalu mengikuti norma dan prosedur global dalam menahan atau mengekstradisi warga negara asing yang dicari pemerintahnya.”
Penjara rahasia rajin digunakan dinas rahasia luar negeri AS, CIA, untuk menahan tersangka tanpa melewati prosedur hukum. Situs-situs gelap ini menjamur di Timur Tengah, saat Amerika menggencarkan perang melawan teror awal 2000an silam.
Di bawah Presden Xi Jinping, Cina menggiatkan penangkapan dan ekstradisi buronan politik di luar negeri. Selain Uighur, Beijing juga dilaporkan membidik pelarian Hong Kong atau warga Han yang dianggap membelot.
Selama Operasi Skynet pada 2020 lalu saja, Cina memaksa pulang 1.421 warganya dari luar negeriatas tuduhan korupsi atau tindak kejahatan keuangan. Dalam kasus Wu, Dubai pun selama ini rajin melayani permintaan Cina untuk menangkap dan mendeportasi warganya.
"Tidak diragukan Uni Emirat Arab pernah menangkap orang atas permintaan negara asing yang menjadi sekutu,” kata Radha Stirling, direktur lembaga bantuan hukum Detained in Dubai, yang membela buronan politik di UEA.
"Saya tidak yakin mereka mau menolak permintaan dari sekutu sebesar Cina,” imbuhnya.
Namun demikian, Patrick Theros, bekas duta besar AS untuk Qatar, menilai klaim Wu Huan perihal situs gelap Cina di Dubai "tidak selaras dengan” kebijakan UAE selama ini. "Mereka tidak akan membiarkan kebebasan sebesar itu, bahkan untuk negara sekutu,” ujarnya.
"Gagasan bahwa Cina punya penjara rahasia di Dubai sama sekali tidak masuk akal.”
rzn/gtp (Associated Press)
Potret Muslim Uighur di Cina
Cina melarang minoritas muslim Uighur mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya bangsa Uighur?
Foto: Reuters/T. Peter
Represi dan Larangan
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang secara kultural merasa lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah ketimbang mayoritas bangsa Han. Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis. Baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Dalih Radikalisme
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang "sebagai gejala redikalisme agama."
Foto: Reuters/T. Peter
Balada Turkestan Timur
Keberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Pada awal abad ke20 etnis tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur. Namun pada 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan Cina dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme.
Foto: Reuters/T. Peter
Minoritas di Tanah Sendiri
Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar 6%, tahun 2010 lalu jumlahnya berlipatganda menjadi 40%. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. W. Young
Hui Yang Dimanja
Kendati lebih dikenal, Uighur bukan etnis muslim terbesar di Cina, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim Cina yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Wong
Terorisme dan Separatisme
Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Foto: Getty Images
Kemakmuran Semu
Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera itu. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal.
Foto: Reuters/T. Peter
Ketimpangan Berbuah Konflik
BBC menulis akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh Cina. Akibatnya etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti Cina di kalangan etnis Uighur. Ed.: Rizki Nugraha (bbg. sumber)