Banyak yang menyebut, Sukarno adalah seorang mahapecinta. Apa saja yang ia cinta? Simak opini Rahadian Rundjan.
Iklan
"Cara yang mudah untuk menggambarkan sosok Sukarno ialah dengan menyebutnya seorang mahapecinta. Dia mencintai negerinya, dia mencintai rakyatnya, dia mencintai perempuan, dia mencintai seni, dan di atas segalanya, dia mencintai dirinya sendiri.”
Itulah paragraf pembuka bab 1 dari Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, otobiografi Sukarno paling cemerlang karya jurnalis Amerika Serikat, Cindy Adams. Biografi yang pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris dengan judul Sukarno:An Autobiography as Told To Cindy Adams pada tahun 1965 ini mengupas dalam rekam jejak kehidupan Sang Putra Fajar sejak masa kanak-kanak sampai penghujung masa kekuasaannya sebagai Presiden Indonesia.
Namun, paragraf tersebut tidaklah lengkap. Ada satu lagi hal yang Sukarno begitu cintai: ia juga seorang insan Indonesia pecinta buku tiada banding di zamannya. Segala macam buku, baik mengenai politik, sejarah, ekonomi maupun buku-buku tentang agama dan sosial lainnya, tidak luput dari intaian dan perhatiannya. Sukarno bahkan sempat dijuluki "hantu buku” karenanya.
Dan memang, dimulai dari interaksinya dengan buku-buku, Sukarno membentuk kepribadian intelektual yang membuatnya layak dikenang sebagai manusia Indonesianomor satu dan paling manusiawi dalam sejarah negeri ini, yang sejarahnya sangat pantas untuk dipelajari dan menjadi inspirasi bagi orang-orang Indonesia di masa sekarang.
Ilmu Untuk Amal
Setidaknya sejak kanak-kanak, Sukarno mulai terlihat sebagai seorang kutu buku. Hobi membacanya ini kian menjadi-jadi kala ia tinggal bersama keluarga H.O.S. Tjokroaminoto untuk menjalani masa sekolah menengah Hogere Burgerschool (HBS) di Surabaya.
Kehidupan Surabaya awalnya tidaklah membahagiakan. Dalam kemurungannya itulah, Sukarno berpaling ke buku-buku. Ia sering mengunjungi perpustakaan Perkumpulan Teosofi di Surabaya, yang dianggapnya sebagai "peti harta karun, yang tidak mengenal pembatasan seorang anak miskin”. Ia mengungsi ke "dunia pemikiran”, wilayah abstrak tempatnya bercengkrama dengan pemikir-pemikir dunia.
Sukarno menjejali otak dengan gagasan-gagasan akbar tokoh-tokoh Dunia Barat: Presiden Amerika Serikat seperti Thomas Jefferson, George Washington, Abraham Lincoln; Perdana Menteri liberal Gladstone, suami istri sosialis Sydney dan Beatrice Webb dari Inggris; Para Bapak unifikasi Italia seperti Mazzini, Cavour, dan Garibaldi; tokoh-tokoh kiri Eropa seperti Otto Bauer, Max Adler, Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin; juga para negarawandari negeri menara Eiffel seperti Jean Jacques Rousseau, Aristide Briand, Voltaire, Georges Danton, dan Jean Jaures, orator terbesar dalam sejarah Perancis.
Gagasan-gagasan dari ahli-ahli pikir Dunia Timur juga tak ia lewatkan. Sukarno mengagumi buah pikir Mahatma Gandhi, Jose Rizal, Sun Yat Sen, Must, dan lain-lain. Semua itu dilahap di akhir masa pubertasnya.
Sukarno bersekolah di HBS selama kurun tahun 1916-1921. Ia satu dari tiga orang pribumi, dari jumlah total 52 orang siswa angkatannya, yang berhasil lulus. Ia melanjutkan studi ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung) dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921. Perjumpaannya dengan Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo di Bandung menyeret Sukarno ke dalam dunia politik dan studinya menjadi keteteran. Pasca lulus tahun 1926, Sukarno kian serius berpolitik, namun ia tetap tulen melahap buku.
Ketika pada tahun 1930-an pergerakan kebangsaan Indonesia diberangus dan Sukarno diasingkan oleh Belanda ke Pulau Ende dan Bengkulu, buku-bukulah yang membuat dirinya tetap waras, selain sanak keluarga yang ikut bersamanya. Sama halnya kala melewati huru-hara di zaman Jepang dan masa perang kemerdekaan Indonesia, harta berharga selama perjalanan Sukarno adalah buku-buku koleksi miliknya yang jumlahnya telah mencapai 1.000 lebih.
Republik di Ujung Bedil Kolonialisme
Negara ini lahir dari perjuangan dan pengorbanan. Menjelang akhir perang pun Indonesia bahkan masih menghadapi serbuan sekutu. Simak perjalanan panjang nusantara hingga merengkuh kedaulatannya.
Foto: public domain
Dari Portugis ke VOC
Awal abad ke 16 Portugis memasuki nusantara, berdagang dan mencoba menguasainya. Rakyat di beberapa wilayah melakukan perlawanan. Awal abad ke-17 giliran perusahaan Belanda, VOC yang mencari peruntungan di nusantara. Nusantarapun jatuh ke tangan Belanda, sempat direbutkan Perancis dan Inggris, lalu kembali dalam genggaman negeri kincir angin itu.
Foto: public domain
Pecah belah dan jajahlah
Untuk menguasai nusantara, Belanda memanfaatkan persaingan di antara kerajaan-kerajaan kecil. Berbagai pertempuran terjadi di bumi nusantara. Di Jawa, Perang Diponegoro (1825-1830) menjadi salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami Belanda selama pendudukannya di bumi Nusantara. Jendral de Kock memanfaatkan suku-suku lain berusaha menaklukan Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.
Foto: public domain
Pengorbanan darah dan nyawa
Wilayah-wilayah di luar Jawa pun tak ketinggalan mengalami berbagai pertempuran sengit. Salah satunya pertempuran di Bali tahun 1846 yang tergambar dalam lukisan ini, dimana Belanda mengerahkan batalyonnya dalam upaya menaklukan pulau Dewata tersebut.
Foto: public domain
Bersatu melawan penjajahan
Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia didirikan September 1926 oleh para mahasiswa. Organisasi ini bermaksud untuk menyatukan organisasi –organisasi pemuda yang tadinya terpecah-pecah dan dari berbagai perguruan tinggi seperti Stovia dan THS dan RHS. Perhimbunan besar ini memiliki pemikiran bahwa persatuan Indonesia merupakan senjata paling ampuh dalam melawan penjajahan.
Foto: public domain
Dijajah saudara tua
Dalam perang dunia ke-2, Jepang memerangi Tiongkok dan mulai menaklukan Asia Tenggara, termasuk Indonesia tahun 1941. Peperangan juga terjadi di berbagai belahan dunia. Ketika Jepang kalah dalam PD II, tokoh nasional merencanakan kemerdekaan Indonesia.
Foto: Imago
Teks bersejarah bagi bangsa Indonesia
Teks Proklamasi dipersiapkan. Dirumuskan oleh Tadashi Maeda, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo, dll. Teks tersebut digubah oleh Mohammad Hatta dan RM. Achmad Soebardjo Djodjodisoerjo dan ditulis tangan oleh Soekarno. Teks Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "Proklamasi Otentik", diketik Sayuti Melik.
Foto: public domain
Proklamasi di Pegangsaan
Dengan didampingi Drs. Mohammad Hatta, Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah proklamasi dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur no 56. Jakarta, pada pukul 10.00 pagi.
Foto: public domain
Sang Saka Merah Putih berkibar
Sesaat setelah teks proklamasi diumumkan, bendera Sang Saka Merah Putih pun di kibarkan di halaman Pegangsaan Timur 56. Bendera bersejarah ini dijahit oleh istri Bung Karno, Fatmawati Soekarno. Kini tiap tanggal 17 Agustus, bendera Merah Putih berkibar dan menjadi bagian dari peringatan detik-detik kemerdekaanj Indonesia.
Foto: public domain
Dari Sabang sampai Merauke
Perang terus berkobar. 10 November 1945 di Surabaya, rakyat melawan sekutu. Di penghujung tahun yang sama, sekutu menyerbu Medan. Hampir semua wilayah Sumatera, berperang melawan Jepang, sekutu dan Belanda. Mulai dari Sulawesi, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, hingga Papua, para pejuang mengorbankan nyawa demi mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan.
Foto: picture alliance/Everett Collection
Perjanjian Renville
Peperangan terus berkobar di berbagai wilayah di tanah air. berbagai diplomasi digelar. Perjanjian Renville disepakati Januari 1948, di atas kapal Amerika, USS Renville yang berlabuh di Tanjung Priok. Indonesia diwakili PM. Amir Syarifuddin. Saat itu, dissetujui garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dengan wilayah pendudukan Belanda.
Foto: en.wikipedia.org/Indonesia/Public Domain
Penyerahan kedaulatan
Tak semua mematuhi perjanjian Renville. Perlawanan terhadap Belanda terus berlanjut. Politik Indonesia terus bergejolak. usaha Belanda meredam kemerdekaan Indonesia dikecam masyarakat internasional. Akhirnya penyerahan kedaulatan Indonesia dtandatangani di Belanda, tanggal 27 Desember 1949. Tampak pada gambar, Ratu Belanda, Juliana tengah menandatangani dokumen tersebut.
Foto: public domain
Peta Hindia Belanda dan sekitarnya
Peta Pinkerton untuk Hindia Timur: Mencakup dari Burma selatan ke Jawa, dari Andaman ke Filipina & New Guinea. Peta ini mencatat kota-kota, rawa-rawa, pegunungan, dan sistem sungai. Digambar oleh L. Herbert dan digravir oleh Samuel Neele di bawah arahan John Pinkerton. Sumber gambar: Pinkerton’s Modern Atlas, yang diterbitkan oleh Thomas Dobson & Co di Philadelphia pada tahun 1818.
Foto: public domain
Mencari makna kemerdekaan
Kini lebih dari 70 tahun merdeka, Indonesia memasuki tantangan baru: Memerdekaan diri dari berbagai belenggu penjajahan atas hak asasi manusia,pola pikir dan berekspresi serta memperjuangkan demokrasi.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Husni
13 foto1 | 13
Namun, mengambil inspirasi dari filsuf India, Vivekananda, Sukarno pun tidak ingin sekedar menjadikan kepalanya menjadi perpustakaan. Prinsipnya, hasil-hasil bacaannya harus ia amalkan demi kepentingan orang banyak. Prinsip "ilmu untuk amal” ini dipegang teguh dan diperlihatkan dengan jelas kala Sukarno menjadi Presiden Indonesia, terutama di masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967). Dalam berbagai kesempatan, Sukarno selalu menekankan pentingnya eksistensi ilmu pengetahuan sebagai pembakar semangat pembangunan negara yang revolusioner.
Karena itulah Sukarno mengirim pelajar-pelajar Indonesia belajar ke luar negeri. Para tenaga ahli asing juga didatangkan untuk menumbuhkembangkan sektor-sektor ilmu pengetahuan dan teknologi dalam negeri. Serangkaian proyek ilmiah skala besar pun dilaksanakan, misalnya proyek roket nasional yang melibatkan teknisi-teknisi Soviet dan melahirkan roket-roket seri Kartika, kerja sama riset dan pembangunan reaktor nuklir hasil kerja sama dengan Amerika Serikat melalui program "Atoms for Peace”, dan pelaksanaan beberapa ekspedisi ilmiah ke wilayah Indonesia bagian timur yang dilakukan bekerja sama dengan Jepang.
Luasnya cakrawala bacaan Sukarno juga terbukti membuatnya mudah bergaul dalam panggung politik dunia. Ia bisa mengakrabi Presiden Amerika John F. Kennedy maupun Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev, juga tokoh-tokoh dari negara-negara Dunia Ketiga dengan Gerakan Non-Blok sebagai mediumnya.
Terhitung ada 26 gelar Doktor Honoris Causa dari 7 universitas dalam negeri dan 19 universitas luar negeri disematkan pada dirinya. Ilmunya pun beragam, mulai dari ilmu hukum, kemasyarakatan, teknik, agama, sampai sejarah. Kapabilitas Sukarno sebagai sosok kutu buku dan pecinta ilmu pengetahuan ditasbihkan dengan fakta bahwa dirinya merupakan salah seorang pemimpin dengan jumlah gelar doktor kehormatan terbanyak di dunia. Semua itu ia dapatkan dengan mengamalkan ilmu yang ia dapat dari ribuan buku yang dibacanya.
Perang Diplomasi demi Kemerdekaan Indonesia
Tanpa diplomasi Sjahrir dan tekanan internasional, Belanda masih akan bercokol di Indonesia, kendati proklamasi 45. Inilah empat tahun bersejarah yang dipenuhi intrik politik, pengkhianatan dan agresi milliter Belanda
Foto: picture-alliance/ANP
Kapitulasi Jepang, September 1945
12 Agustus 45, tiga hari setelah bom atom menghancurkan Nagasaki, Panglima Militer Jepang, Jendral Terauchi Hisaichi mengundang Soekarno dan Radjiman Wedyodiningrat ke Da Lat, Vietnam. Kepada keduanya Hisaichi mengindikasikan Jepang akan menyerah kepada sekutu dan membiarkan proklamasi kemerdekaan RI. Baru pada 2 September Jepang secara resmi menyatakan kapitulasi di atas kapal USS Missouri.
Foto: picture-alliance/dpa/United States Library Of Congres
Proklamasi, Agustus 1945
Setibanya di Jakarta, Soekarno diculik oleh pemuda PETA ke Rengasdengklok. Di sana ia dipaksa mengumumkan kemerdekaan tanpa Jepang. Malam harinya Soekarno menyambangi Mayjen Nishimura Otoshi. Kendati tidak mendukung, Nishimura menawarkan rumahnya untuk dipakai merumuskan naskah proklamasi. Keesokan hari Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56
Foto: picture alliance/CPA Media
Kabinet Sjahrir I, November 1945
Soekarno dan Hatta diangkat sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Keduanya memerintahkan Sutan Sjahrir, diplomat ulung yang kemudian menjadi perdana menteri pertama, buat mencari pengakuan internasional. Tugas Sjahrir adalah mempersiapkan Indonesia menghadapi pertemuan Linggarjati. Pidatonya yang legendaris di sidang umum PBB 1947 hingga kini masih tercatat sebagai momen paling menentukan
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
Perundingan Linggarjati, November 1946
Dalam pertemuan yang dimediasi Inggris, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia di Jawa, Madura dan Sumatera. Tapi Belanda nyaris bangkrut dan berniat mengamankan akses ke sumber daya alam Indonesia. Sjahrir yang ingin menghindari perang sempat menyetujui pemerintahan transisi di bawah kepemimpinan Belanda. Idenya ditolak Sukarno, dan Sjahrir harus mundur sebulan setelah penadatanganan perjanjian.
Foto: Public Domain
Agresi Militer I, Juli 1947
Akibatnya Belanda menyerbu Sumatera dan Jawa demi merebut sumber daya alam dan lahan pertanian. Apa yang oleh Indonesia disebut sebagai Agresi Militer, dinamakan Belanda "misi kepolisian" untuk menghindari campur tangan internasional. Parlemen Belanda awalnya menginginkan perluasan agresi buat merebut ibukota Yogyakarta, tapi ancaman sanksi PBB membuat Den Haag menarik pasukannya dari Indonesia.
Foto: picture alliance/Everett Collection
Perjanjian Renville, Desember 1947
Di atas kapal USS Renville, Indonesia berhasil memaksakan gencatan senjata, tapi kehilangan sebagian wilayahnya. Belanda cuma mengakui kedaulatan RI di Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera, serta meminta TNI menarik pasukannya dari wilayah pendudukan. Belanda kala itu sedang menunggu pemilu legislatif. Pemerintahan yang baru kemudian mengambil kebijakan yang lebih keras terhadap Indonesia.
Foto: Publilc Domain
Agresi Militer II, Desember 1948
Belanda memanfaatkan masa liburan natal PBB buat menggelar Agresi Militer II. 80.000 pasukan diterjunkan. Soekarno, Hatta dan Sjahrir ditangkap. Akibatnya Sjafruddin Prawiranegara diperintahkan membentuk pemerintahan darurat. Uniknya operasi militer di Indonesia didukung 60% penduduk Belanda. Sembilan hari setelah dimulainya agresi, PBB menelurkan dua resolusi yang menentang serangan Belanda
Foto: Getty Images/Keystone
Konferensi Meja Bundar, Agustus 1949
Setelah menjalin kesepakatan dalam perjanjian Roem Roijen, Indonesia dan Belanda sepakat bertemu di Den Haag atas desakan internasional. Belanda bersedia menarik mundur pasukan dan mengakui kedaulatan RI di semua kepulauan, kecuali Papua barat. Sebagai gantinya Indonesia harus membayar sebagian utang pemerintahan kolonial, termasuk yang dipakai untuk agresi militer selama perang kemerdekaan.
Foto: Getty Images/Keystone
Penyerahan Kedaulatan, Desember 1949
Ratu Juliana menandatangani akta penyerahan kedaulatan kepada RI di Amsterdam pada 27. Dezember 1949. Setelah kemerdekaan, Indonesia tenggelam dalam revolusi buat mengamankan kesatuan republik. Sementara Belanda menghadapi tekanan internasional. Sikap Den Haag soal Indonesia dan Papua bahkan nyaris membatalkan keanggotaan Belanda di NATO, yang kala itu mendukung kemerdekaan Indonesia.
Foto: picture-alliance/ANP
9 foto1 | 9
Belajar Membaca dari Sukarno
Kemelut politik yang memuncak dengan terjadinya Peristiwa Gerakan 30 September 1965 membuat Sukarno lengser dari tampuk kepresidenan. Sukarno meninggal pada tanggal 21 Juni 1970 sebagai tahanan rumah, disusul dengan kampanye desukarnoisasi yang dilakukan Orde Baru. Namun, tidak ada penjara yang bisa mengurung nama Sukarno, ia tetap hidup dalam hati sanubari rakyatnya bahkan hingga saat ini.
Buku-buku koleksi Sukarno kini disimpan oleh pihak keluarga dan beberapa yayasan, salah satunya di bekas rumah pengasingan Sukarno di Bengkulu. Selain itu, buku-buku yang ditulis oleh Sukarno kini jauh lebih mudah diakses oleh publik setelah sebelumnya sempat dilarang terbit di awal masa Orde Baru, seperti Indonesia Menggugat, Di Bawah Bendera Revolusi, dan lain-lain.
Sukarno telah tiada, namun kecintaannya akan buku tetap abadi di benak bangsa Indonesia. Jika ada satu hal sederhana dari Sukarno yang wajib ditiru oleh generasi muda Indonesia saat ini, maka itu adalah metode membaca kritis yang selalu dilakukannya. Buku-buku bacaan Sukarno biasanya kotor dicorat-coret, karena ia komentari dengan argumen-argumennya sendiri.
Hal inilah yang membuat pola pikir dan karakter Sukarno tetap orisinil, pantang didikte, dan selalu berdiri di atas kaki sendiri, meskipun telah melayari luasnya bahtera ilmu pengetahuan; Ia adalah manusia Indonesia terpelajar dalam arti sebenar-benarnya. Hajat Sukarno untuk melahap buku dalam kesunyian sama besar dengan kebutuhannya untuk berorasi di tengah-tengah keramaian orang banyak. Dari membaca, Sukarno bertransformasi menjadi sosok multidimensi yang kisah hidupnya masih sangat relevan untuk dipelajari sampai sekarang.
Penulis: Rahadian Rundjan (ap/vlz)
Esais, kolumnis, penulis dan peneliti sejarah
@RahadianRundjan
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis
Suharto - Jalan Darah Menuju Istana
Demi menyingkirkan Soekarno, Suharto menunggangi pergolakan di tanah air dan mengorganisir pembantaian jutaan pendukung PKI. Dia sebenarnya bisa mencegah peristiwa G30S, tetapi memilih diam, lalu memanfaatkannya.
Foto: picture-alliance/dpa
Prajurit Tak Bertuan
Suharto banyak berurusan dengan pemberontakan Darul Islam selama meniti karir militernya. Pasca kemerdekaan ia juga aktif memberantas kelompok kiri di antara pasukannya. Tahun 1959, ia nyaris dipecat oleh Jendral Nasution dan diseret ke mahkamah militer oleh Kolonel Ahmad Yani karena meminta uang kepada perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Namun karirnya diselamatkan oleh Jendral Gatot Subroto.
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
Dua Musuh di Bawah Bayang Soekarno
Seperti banyak prajurit yang lain, Suharto mencurigai kedekatan Soekarno dan pimpinan Partai Komunis Indonesia (dalam gambar D.N. Aidit). Terutama sejak pemberontakan komunis di Madiun 1948, eksistensi PKI sangat bergantung pada dukungan Soekarno. Tanpanya PKI akan lumat oleh tentara. Permusuhan ABRI dan PKI tidak cuma beraroma politis, melainkan juga dipenuhi unsur kebencian.
Foto: picture-alliance/United Archives/TopFoto
Bibit Perpecahan
Suharto sibuk membenahi karir ketika permusuhan ABRI dan PKI mulai memanas. Buat mencegah PKI memenangkan pemilu dan menguasai pemerintahan, ABRI yang saat itu dipimpin duet Ahmad Yani dan A.H. Nasution mengajukan mosi menjadikan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Saat itu, konstelasi politik sudah mulai bergeser: Soekarno tidak lagi melihat ABRI sebagai sekutu utamanya, melainkan PKI.
Foto: AFP/Getty Images
Berkaca Pada Tiongkok
Meniru gerakan kaum komunis di Tiongkok, PKI berupaya memperluas kuasa dengan niat mempersenjatai petani dan praktik land reform. Soekarno menyetujui yang kedua dengan mengesahkan UU Pokok Agraria 1960. Tiga tahun kemudian, PKI melakukan aksi sepihak dengan merebut tanah milik para Kyai di Jawa dan membagikannya pada petani miskin. Langkah itu menciptakan musuh baru buat PKI, yakni kelompok Islam.
Foto: AP
Sikap Diam Suharto
Enam jam sebelum peristiwa G30S, Kolonel Abdul Latief mendatangi Soeharto buat mengabarkan perihal rencana Cakrabirawa menculik tujuh Jendral. Latief saat itu mengira, Suharto adalah loyalis Soekarno dan akan memberikan dukungan. Kesaksian Latief menyebut, Suharto cuma berdiam diri. Setelah peristiwa penculikan jendral, Suharto yang menjabat Panglima Kostrad lalu mengambil alih komando ABRI.
Foto: picture-alliance/dpa
Kehancuran PKI, Kebangkitan Suharto
Pada 30 September, pasukan pengamanan Presiden, Cakrabirawa, mengeksekusi tujuh dari 11 pimpinan ABRI yang diduga kuat ingin mengkudeta Soekarno. Suharto lalu memerintahkan pembubaran PKI dan penangkapan orang-orang yang terlibat. Letnan Kolonel Untung, komandan Cakrabirawa yang sebenarnya kenalan dekat Suharto dan ikut dalam operasi pembebasan Irian Barat, ditangkap, diadili dan dieksekusi.
Foto: AP
Demo dan Propaganda
Pergerakan Suharto setelah G30S semata-mata diniatkan demi melucuti kekuasaan Soekarno. Ia antara lain mengirimkan prajurit RPKAD buat menguasai Jakarta, termasuk Istana Negara. Panglima Kostrad itu juga lihai menunggangi sikap antipati mahasiswa terhadap Sukarno yang dimabuk kuasa. Saat Soekarno bimbang ihwal keterlibatan PKI dalam G30S, mahasiswa turun ke jalan menuntutnya mundur dari jabatan.
Foto: Getty Images/C. Goldstein
Malam Pogrom, Tahun Kebiadaban
Di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di Jakarta, ABRI memobilisasi kekuatan buat memusnahkan pendukung PKI di Jawa dan Bali. Dengan memanfaatkan kebencian kaum santri dan kelompok nasionalis, tentara mengorganisir pembunuhan massal. Jumlah korban hingga kini tidak jelas. Pakar sejarah menyebut antara 500.000 hingga tiga juta orang tewas. Tidak semuanya simpatisan PKI.
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Eksekusi Disusul Eksodus
Selain menangkap dan mengeksekusi, massa dikerahkan menghancurkan toko-toko, kantor dan rumah milik mereka yang diduga pendukung komunis. Sebagian yang mampu, memilih untuk mengungsi ke luar negeri. Termasuk di antaranya Sobron, adik kandung pimpinan PKI D.N. Aidit yang hijrah ke Tiongkok dan lalu ke Perancis dan bermukim di sana hingga wafat tahun 2007.
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Kelahiran Orde Baru
Setelah peristiwa G30S, Suharto yang notabene telah menjadi orang nomor satu di kalangan militer, membiarkan Soekarno berada di jabatannya, sembari menata peralihan kekuasaan. Selama 18 bulan, Suharto menyingkirkan semua loyalis Soekarno dari tubuh ABRI, menggandeng parlemen, mahasiswa dan kekuatan Islam, serta mengakhiri konfrontasi Malaysia. Kekuasaan Soekarno berakhir resmi di tangan MPRS.